Penyebab Terjadinya Pelecehan Seksual


Secara umum tentang asal penyebab pelecehan seksual menurut Collier (1992) dibagi menjadi lima bagian, yaitu :

Pengalaman pelecehan seksual dari faktor biologik.

Dalam kasus pelecehan seksual diduga bahwa lelaki itulah yang berkemungkinan lebih besar sebagai “pelaku jahatnya”. Sedangkan perempuan itulah yang lebih berkemungkinan untuk diposisikan sebagai korbannya. Selain itu, atribut pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan kelemahan laki-laki dalam mengontrol dorongan alamiahnya tersebut. Laki-laki melakukan pelecehan seksual untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yaitu melakukan rangsangan erotis untuk menutupi dan mengatasi kelemahannya. Ketidakmampuannya dalam menahan keinginan dan dorongan-dorongan seksualnya sendiri yang diungkapkan melalui pelecehan seksual.

Peristiwa pelecehan seksual dari faktor sosial budaya

Pola kehidupan sosial budaya yang dijalani seseorang semenjak kecil dalam etnis keluarganya, tanpa disadari sedikit banyak berpengaruh terhadap pola tingkah laku seseorang kemudian dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya realita bahwa fisik lelaki lebih kuat daripada perempuan telah turut mempengaruhi pola pikir, sikap dan tingkah laku lelaki terhadap perempuan dan sebaliknya. 

Selain itu, budaya pun mempengaruhi perlakuan seksualitas yang memungkinkan pelecehan seksual terjadi. Hal ini berdasarkan peran jenis kelamin atau social-role stereotype,dimana dengan kebudayaan Indonesia yang partiakal tersebut menempatkan laki-laki pada posisi superordinat dan perempuan dalam posisi subordinat. Hal ini lebih memungkinkan timbulnya pelecehan (perendahan secara harkat dan martabat) sampai timbulnya pelecehan seksual.

Pengaruh pendidikan terhadap pelecehan seksual

Pendidikan dalam hal ini juga berpengaruh terhadap adanya pelecehan seksual. Hal ini, khususnya di Indonesia, perempuan belum punya banyak kesempatan untuk menikmati jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga belum mampu menolak perlakuan, sikap dan anggapan yang diskriminatif terhadap dirinya. Kejadian ini terjadi, biasanya dengan keberadaan atau posisi laki-laki sebagai atasan dan perempuan sebagai bawahannya. Dimana, perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada laki-laki.

Keluarga dilihat dari faktor ekonomi

Pada masyarakat dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi rendah,mobilitas (dalam artian untuk kepentingan rekreasi) sangat rendah frekuensinya hingga realisasi mobilitas tersebut terpaku pada lingkungannya saja. Hal mana mendorong budaya kekerasan sebagai jalan keluarnya dan sasaran paling mudah adalah kaum perempuan. Hali ini dilakukan dengan anggapan sebagai pelarian yang paling mudah mengingat adanya anggapan bahwa secara fisik perempuan lemah. Apalagi adanya budaya kekerasan yang mendominir realitas kehidupan sehari-hari, hingga kekuatan fisik atau jasmani, kekuatan kelompok merupakan symbol dan status sosial dalam masyarakat tersebut dan hal mana berdampak pula terhadap pandangan,anggapan serta sikap dalam mengartikan kehadiran kaum perempuan di lingkungan tersebut.

Timbulnya pelecehan seksual yang diambil dari faktor pembelajaran sosial dan motivasi.

Dengan adanya pengkondisian tingkah laku yang dianggap disetujui secara sosial budaya seperti yang telah dikemukakan diatas, maka pengkondisian tingkah laku tersebut dianggap disetujui untuk tetap dilakukan dalam masyarakat. Hal ini mengingat bahwa hukum yang menindak dengan tegas kasus-kasus pelecehan seksual belum juga sempurna, malah memperkuat dan menegaskan bagi timbulnya pelecehan seksual. Selain itu, seseorang selalu belajar dari lingkungan di sekitarnya dan apabila hal ini dipertegas dari hasil observasinya, maka kecenderungan tingkah laku ini akan terus berulang. Dalam beberapa kasus, pelecehan seksual dilakukan agar laki-laki tetap menempati posisinya. Hal ini didorong oleh motif ekonominya.




Post a Comment