Pengaruh Era Teknologi dalam Pendidikan

Arus berkembangnya teknologi begitu derasnya sehingga menuntut kita untuk lebih aktif didalam mengikuti perkembangan informasi tersebut, dengan adanya internet merupakan salah satu bentuk teknologi yang seharusnya dapat memotivasi sekaligus memberikan inspirasi untuk menghasilkan kreasi serta informasi yang bermanfaat.

Seiring roda-roda kehidupan manusia terus berputar, perkembangan teknologi semakin hari semakin berkembang, tidak menutup kemungkinan setiap detik teknologi baru muncul dengan kelebihan dan keunggulan yang berbeda satu sama lain atau mungkin saling melengkapi dan menutupi kekurangan yang ada.

Baik selanjutnya akan saya bahas lebih rinci satu pembahasan khusus mengenai dampak atau pengaruh Teknologi dalam Dunia Pendidikan.

Dalam dunia pendidikan perkembangan teknologi informasi sudah sangat mempunyai dampak yang begitu positif karena dengan berkembangnya teknologi informasi dunia pendidikan mulai memperlihatkan perubahan yang cukup signifikan, walaupun dibalik kelebihan sesuatu pasti disana juga akan ada kelemahannya.

Kenyataan saat sini menunjukkan akan ketergantungan masyarakat terhadap teknologi sehingga tak jarang setiap melakukan sesuatu tidak pernah luput dari yang namanya teknologi itu sendiri. Kita dapat mengambil contoh real, seperti segala sesuatu kembalinya kepada teknologi, kita jarang sekali melihat belakangan ini seorang pelajar membawa buku di setiap aktifitas belajarnya, persentase pelajar hampir lebih besar rujukannya adalah internet.

Berikut poin-poin pengaruh Positif Teknologi di bidang Pendidikan

  • Sangat membantu proses pembelajaran itu sendiri, lebih cepat dan mudah di akses.
  • Berfungsinya virtual kelas, yang dimana sangat memudahkan para pelajar untuk saling berkomunikasi dengan sang pengajar dengan system tanpa bertatap [face to face].
  • Memudahkan sistem usaha serta kegiatan administrasi pada sebuah lembaga pendidikan karena penerapannya.

Adapun pengaruh negatifnya adalah, berikut poin-poinnya

  • Terdapatnya berbagai macam situs-situs yang tidak mendidik, dan membuat pengguna menjadi rusak atau terpengaruh akal pikirannya, seperti situs porno, perjudian dan lain sebagainya.
  • Membuat penggunanya menjadi malas dalam satu sisi yang lain, akibat kecanggihan teknologi ini, sehingga membuat pengguna malas dalam aktifitas membantu orangtua.
  • Tindak kriminal, seperti Cybercrime yang dimana kejahatan ini dilakukan seseorang dengan perantara teknologi internet ini, sehingga mencetak generasi yang berpengetahuan tetapi mempunyai moral yang rendah.

Pendidikan Di Era Teknologi

Perkembangan teknologi dan komunikasi dalam bidang pendidikan, menurut Rosenberg, dengan berkembangnya ini ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu :

(1) dari pelatihan ke penampilan,
(2) dari ruang kelas ke tempat dimana dan kapan saja,
(3) dari kertas ke online atau saluran,
(4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja,
(5) dari waktu siklus ke waktu nyata.

Mengenai asumsi di atas bahwa pergeseran proses pembelajaran yang mengalami perubahan dari kertas ke online untuk saat ini telah dapat dirasakan maupun dilihat keberadaannya ketika sebuah instansi pendidikan menerapkan system komputerisasi. Banyak hal serta manfaat dari keberadaannya itu. Semisal ketika segala kegiatan yang berbasis pendidikan dapat di akses secara mudah lewat sebuah jaringan computer ataupun jaringan internet yang tentunya hal tersebut berkat adanya satelit yang dioperasikan, maka siswa, mahasiswa, guru, dosen ataupun seluruh warga dalam lingkup pendidikan tersebut mampu memperoleh segala informasi yang ingin didapatkan.

Misalnya yang paling mutakhir adalah berkembangnya Cyber Teaching atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan media internet. Istilah lain yang popular saat ini ialah e-learning yaitu sebuah model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi (internet).

 Menurut Rosenberg, e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas dengan landasan berdasarkan tiga kriteria diantaranya yaitu :
  • E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi, dan membagi materi atau informasi,
  • Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui computer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
  • Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran dibalik paradigma pembelajaran tradisional.

Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti : CBT (Computer Baseb Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Dekstop Videoconferencing dan sebagainya. Istilah lain yang lebih popular dari perkembangan teknologi komunikasi ini yaitu system virtual. Dalam hal ini, kegiatan yang menyangkut komunitas virtual dapat dianggap sebuah hal yang lebih banyak digunakan dalam lingkungan akademis. Ini tentu dapat mempermudah tingkat keefektifan dari sebuah system pembelajaran, dimana siswa atau mahasiswa dapat mengakses materi-materi pendidikan secara lebih detail tanpa lewat interaksi secara langsung (face to face) dengan guru, tutor ataupun dosen yang bersangkutan.

Untuk sekarang ini, banyak contoh lain yang seperti diatas akan tetapi diluar lingkup sekolah ataupun kampus, misalnya ada lembaga pendidikan semacam kursus atau bimbingan-bimbingan belajar dengan menggunakan media computer (internet) dalam mengakses materi-materinya maupun ujian serta tesnya lewat internet. Tentunya hal ini merupakan langkah yang maju dalam konteks pendidikan. Selain perkembangan teknologi komunikasi dalam dunia pendidikan telah menjamah lingkup system pembelajaran dalam bidang akademis, sebenarnya juga telah merambah pada aspek lain (meskipun masih dalam lingkup pendidikan). Misalnya dengan adanya computer, telepon, internet, mesin fotocopy dan segala perangkat dari sebuah teknologi komunikasi itu sendiri mampu membantu pekerjaan bagian tata usaha atau bagian-bagian yang lain. Dengan adanya digital library diperpustakaan instansi pendidikan, orang dapat mengakses buku atau literatur dengan cepat.



sumber

Pengertian Pendidikan dan Pengertian Era Teknologi

Pengertian Pendidikan

Dilihat dari pandangan antropologik, melihat pendidikan dari aspek budaya antara lain pemindahan pengetahuan dan nilai nilai kepada generasi berikutnya. Pendekatan sistem perlu dipergunakan dalam menjelaskan pendidikan, karena pada era global sekarang ini dunia pendidikan telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi hal ikhwal. Proses pendidikan merupakan upaya yang mempunyai dua arah yaitu yang pertama bersifat menjaga kelangsungan hidupnya (Maintenance synergy) dan kedua menghasilkaan sesuatu (Effective synergy).

Rogers, Burdge, Korsching dan Donner Meyer (1988:437) menyatakan bahwa pendidikan sebagai proses trasmisi dudaya mengacu kepada setiap bentuk pembelajaran budaya (culturale learning) yang berfungsi sebagai transmisi pengetahuan, mobilitas sosial, pembentukan jati diri dan kreasi pengetahuan.

Toffler (dalam Sonhadji, 19993 : 4) menyatakan bahwa sekolah atau lembaga pendidikan masa depan harus mengarahkan peserta didiknya untuk belajar bagaimana belajar (learn how learn). Kebutaan dalam era global adalah ketidakmampuan belajar bagaimana belajar. Raka Joni merumuskan bahwa ciri utama manusia masa depan Indonesia adalah manusia yang mendidik diri sendiri sepanjang hayat dan masyarakat belajar yang terbuka tetapi memiliki pandangan hidup yang mantap. Maka peserta didik harus dibekali informasi tentang latar belakang yang memberi dampak pengganda pada pembelajarannya sehingga dapat memberikan motivasi yang besar untuk membaca dan mempelajari informasi dari berbagai sumber. Kita harus siapkan kompetensi agar siswa eksis di era global yang sangat kompetitif, maka sangat strategis dalam pembudayaan pembelajaran di sekolah dengan siswa menjadi pusat pembelajaran dalam proses pencarian informasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Makagiansar yang menyatakan bahwa agar pendidik dapat mempersiapkan peserta didik yang eksis, maka pendidik harus mengenbangkan kemampuan mengantisipasi, mengerti dan mengatasi situasi, mengakomodasi serta mereorientasi kepada peserta didik.

Pengertian Era Teknologi

Secara etimologi, menurut kamus besar bahasa Indonesia era diartikan sejumlah tahun dalam jangka waktu antara beberapa peristiwa penting dalam sejarah atau masa.Sedangkan menurut kamus ilmiah popular era berarti zaman, masa atau kurun waktu.

Menurut Brown & Brown (1980: 2) mengungkapkan, teknologi adalah penerapan pengetahuan oleh manusia untuk mengerjakan suatu tugas yang dikehendakinya. Dengan demikian teknolog dapat dikatakan sebagai penerapan praktis pengetahuan untuk mengerjakan sesuatu yang kita inginkan.
Teknologi Menurut Miarso (2007 : 62) teknologi adalah proses untuk meningkatkan nilai tambah, proses tersebut menggunakan atau menghasilkan suatu produk, produk yang dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada, dan karena itu menjadi bagian intergal dari suatu sistem.

Sedangkan menurut menurut Mardikanto (1993) Teknologi adalah suatu prilaku produk, informasi dan praktek praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian masyarakat dalam suatu lokasi tertentu dalamrangka mendorong terjadinya perubahan individu dan atau seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.

Jadi dapat disimpulkan era Teknologi adalah masa dimana produk selalu didaur atau dicpta untuk memenuhi kebutuhan manusia. Keharusan ini dimungkinkan karena manusia pada dasarnya adalah makhluk kreatif sebagai sunnatullah atas rasa,cipta, dan karsa yang diberikan maha pencipta kepadanya.




sumber

KOMPETENSI PEDAGOGIK

Makhluk pedagogik adalah makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat didik dan dapat mendidik. Makhluk itu adalah manusia. Dialah yang memiliki potensi dapat didik dan dapat mendidik sehingga mampu menjadi khalifah dimuka bumi. Dalam Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi: (a). Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;(b).Pemahaman tentang peserta didik; (c).pemgembangan kurikulum(d).Perancanagan pembalajaran;(e).Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;(f).Evaluasi hasil belajar;(g).Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan. Seorang guru harus mehami hakikat pendidikan dan konsep yang terkait dengannya. Diantaranya yaitu fungsi dan peran lembaga pendidikan,konsep pendidikan seumur hidup dan berbagai implikasinya,peranan keluarga dan masyarakat dalm pendidikan,pengaruh timbal balik antara sekolah,keluarga,dan masyarakat,sistim pendidikan masyarakat,dan inovasi pendidikan. Pemahamna yang benar tetang konsep pendidikan tersebut akan membuat guru sadar posisi stategisnya ditengah masyarakat dan perannya yang besar bagi upaya mencerdaskan generasi bangsa.

Pemahaman tentang peserta didik. Guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik , memahi tahap perkembangan yang telah dicapainya, kemampuannya, keunggulan, dan kekurangannya, hambatan yang dihadapi serta faktor dominan yang mempengaruhinya. Pada dasarnya anak-anak itu ingin tahu, dan sebagian tugas guru ialah membantu perkembangan keinginin tahuan tersebut, dan membuat mereka lebih ingin tahu. Guru yang baik adalah guru yang memahami bahwa mengajar bukan sekedar berbicara dan belajar bukan sekedar mendengarkan. Untuk memahami anak, guru harus terlibat dalam pemantauan siswa di sekolah. Guru yang baik berupaya agar siswa mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam keseharian hidupnya ditengah keluarga dan masyarakat.
Oleh karena itu, guru harus selalu belajar mengenai karakter siswa dan yang lebih penting berlatih bagaimana cara menghadapi karakter tersebut, agar tidak terjebak pada sikap yang merugikan masa depan siswa dan mencoreng citara dan integritas guru sebagai pendidik. Masyarakat selalu menghendaki guru menjadi pribadi yang baik, yang membimbing para siswa pada kebaikan. Sedikitnya terdapat empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya,yaitu: tingkat kecerdasan,kreativitas,cacat fisik,dan perkembangan kognitif.

Pengembangan kurikulum atau silabus. Setiap guru menggunakan buku sebagai bahan ajar. Buku pelajaran banyak tersedia,demikian pula buku penunjang. Guru dapat mengadaptasi materi yang akan diajarkan dari buku-buku yang telah di standarisasi oleh Depdikas. Singkatnya guru tidak perlu repot menulis buku sesuai dengan bidang studinya. Guru sebagai pengembang kurikulum juga diharapkan tidak melupakan aspek moral dalam proses pembelajarannya.

Perancangan pembelajaran. Guru mengetahui apa yang diajarkannya pada siswa. Guru menyiapkan metode dan media pembelajaran setiap akan mengajar. Perancangan pembelajaran menimbulkan dampak positif berikut ini. Pertama, siswa akan mendapatkan pengetahuan baru dari guru. Kedua, menumbuhkan kepercayaan siswa kepada guru. Ketiga, belajar akan menjadi aktivitas yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu oleh siswa.

Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup 3 kegiatan yaitu: identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar dan penyusunan program pembelajaran.

Identifikasi kebutuhan

Pada tahap ini guru melibatkan peserta didik untuk mengenali menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan pembelajaran untuk memnuhi kebutuhan belajar.

Identifikasi kebutuhan bertujuan untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagian dari kehidupan dan merasa memilikinya.

Berdasarkan identifikasi terhadap kebutuhan belajar bagi pembentukan kompetensi peserta didik, baik kelompok maupun perorangan, kemudian di identifikasi sejumlah kompetensi untuk dijadikan bahan pembelajaran.

Identifikasi kompetensi

Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki peserta didik dan merupakan komponen yang harus dirumuskan serta memiliki peran penting dalam menentukan arah pembelajaran. Setiap kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan ketrampilan, nilai dan sikap yang di refleksikan dalm kebiasaan berfikir dan bertindak.

Penyusunan program pembelajaran

Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan pembelajaran(RPP), sebagai produk pembelajaran jangka pendek yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan.

Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Pada anak-anak dan remaja,inisiatif belajar harus muncul dari para guru,karena mereka umumnya belum memahami pentingnya belajar. Maka,guru harus mampu menyiapkan pembelajaran yang menarik rasa ingin tahu siswa,yaitu pembelajaran yang menarik,menantang dan tidak monoton,baik kemasan maupun isi materinya.
Mengajar adalah proses dua arah dimana siswa dapat mengklarifikasi hal-hal yang belum dipahami dari apa yang sedang disampaikan guru dalam kelas.

Evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik,yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas,tes kemampuan dasar dan penilaian akhir satuan pendidikan. Kesuksesan seorang guru sebagai pendidik profsional tergantung pada pemahamannya terhadap penilaian pendidikan dan kemampuannya bekerja efektif dalam penilaian. Penilan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Pendidik harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran(learning agent). Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran ialah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Guru harus bisa menjadi motivator bagi para muridnya, sehingga potensi mereka bisa berkembang maksimal.




sumber

KOMPTENSI GURU DALAM PENDIDIKAN

Kompetensi secara harfiah dapat diartikan sebagai kemampuan. Dengan kemampuan itulah anak didik dapat menerima dengan mudah ilmu yang disajikan oleh guru. Kompetensi yang dimaksud bukan hanya dalam penguasaan bahan ajar, akan tetapi dapat juga dalam berperilaku baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

Selain itu, kompetensi dapat pula berarti kapabilitas yang dimiliki oleh seorang guru dalam menangani berbagai tugas dan memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Guru yang memiliki kompeten merupakan sosok manusia yang senantiasa merasa dirinya kekurangan untuk menimba ilmu dan pengalaman. Mereka tidak pernah merasa gengsi apalagi meremehkan orang lain.

Guru adalah orang yang memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau sekelompok orang. Maka untuk menjadi seorang guru harus memiliki keahlian khusus,pengetahuan,kemampuan dan dituntut untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya. Seorang guru tugasnya tidak hanya mengajar,melatih, tetapi juga mendidik. Untuk dapat melaksanakan peran guru,seorang guru harus mempunyai modal dasar dalam mengemban tugas dan kewajibannya. Allah memang telah menciptakan semua MakhlukNya berdasarkan fitrahNya. Fitrah di sini dapat diterjemahkan dengan potensi dapat dididik dan mendidik,memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya dapat melampaui jauh dari kemampuan fisiknya yang tidak berkembang. Meskipun demikian,kalau potensi itu tidak dikembangkan ia akan kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena ia perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Dengan pendidikan dan pengajaran potensi itu dapat dikembangkan agar supaya seorang guru itu semakin berkompeten. Kompetensi seorang guru dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Seorang guru mengetahui hal-hal yang akan diajarkan, sehingga ia dituntut untuk terus belajar dan mencari beragam informasi tentang materi yang akan diajarkan.
2. Menguasai keseluruhan bahan meteri yang akan disampaikan pada anak didiknya. Sehingga guru tampil sebagai orang yang dapat dijadikan tempat berdiskusi dan memecahkan masalah belajar.
3. Mempunyai kemampuan menganalisis materi yang diajarkan dan menghubungkan dengan konteks komponen-komponen secara keseluruhan melalui pola yang diberikan Islam tentang bagaimana cara berfikir dan cara hidup yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan.
4. Mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapatkan sebelum disajikan pada anak didik. Sehingga anak didik paham dan bergairah dalam menerima materi yang akan diajarkan.
Sebelum UU 14/2005 dan PP 19/2005 diterbitkan,ada sepuluh kompetensi dasar guru yang telah dikembangkan melalui kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependikan (LPTK),yaitu:
1. Kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disajikan
2. Kemampuan mengelola program belajar mengajar
3. Kemampuan mengelola kelas
4. Kemampuan menggunakan media/sumber belajar
5. Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan
6. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
7. Kemampuan menilai prestasi peserta didik untuk kependidikan pengajaran
8. Kemampuan mengenal fungsi dan program pelajaran bimbingan dan penyuluhan
9. Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah,dan
10. Kemampuan memahami prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan mengajar.

Kesepuluh kompetensi diatas,dalam perjalanannya tidak ada evaluasi dari institusi manapun,apakah kesepuluh kompetensi guru ini betul-betul dipenuhi guru atau tidak. Kesepuluh kompetensi tersebut hanya ada sebagai dokumen saja.

Dalam perspektif kebijakan nasional,pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru,sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,yaitu : kompetensi pedagogis,kepribadian,sosial.dan profesional.

Guru diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara profesional dengan memiliki dan menguasai keempat kompetensi tersebut. Guru yang profesional bukanlah hanya untuk satu kompetensi saja,tetapi guru profesional semestinya meliputi semua kompetensi. Kompetensi yang harus dimiliki pendidik itu sungguh sangat ideal sebagaimana tergambar dalam peraturan pemerintah tersebut. Karena itu,guru harus selalu belajar dengan tekun di sela-sela menjalankan tugasnya. Kompetensi seorang guru diharapkan mampu melahirkan generasi muda yang lebih berkompeten lagi guna mencapai tujuan pendidikan dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang sudah maju terutama dalam hal pendidikan. Selain itu,kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru harus diajarkan seoptimal mungkin kepada peserta didik.




sumber

HAKIKAT KOMPETENSI GURU

Kompetensi dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan yang berasal bahasa Inggris,yaitu competence yang berarti kecakapan atau kemampuan. Kompetensi adalah kumpulan pengetahuan,perilaku,dan ketrampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan. Menurut Mulyasa,”kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal,keilmuan,teknologi,sosial, dan spiritual yang secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru,yang mencakup penguasaan materi,pemahamn terhadap peserta didik,pembelajaran yang mendidik,pengembangan pribadi dan profesionalitas”.

Kompetensi berhubungan dengan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan kerja baru,dimana seseorang dpat menjalankan tugasnya dengan baik berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Kompetensi terkait erat dengan standar. Seseorang disebut berkompeten dalam bidangnya jika pengetahuan,ketrampilan dan sikapnya serta hasil kerjanya sesuai standar atau ukuran yang telah ditetapkan dan atau diakui oleh lembaganya atau pemerintah.

Disisi lain, kompetensi merupakan tugas khusus yang berarti hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu. Artinya,tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas tersebut. Tugas guru yang utama adalah mengajar dan mendidik murid dikelas dan diluar kelas. Guru selalu berhadapan dengan murid yang memerlukan pengetahuan,ketrampilan, dan sikap utama untuk menghadapi hidupnya di masa depan. Seorang guru harus memahami hakikat pendidikan dan konsep yang terkait dengannya.
Dari penjelasan diatas,dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan seseorang yang meliputi penegetahuan,ketrampilan dan sikap yang dapat diwujudkan dalam hasil kerja nyata yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

Penilaian kompetensi dapat dilakukan dengan dua cara,yaitu dengan cara langsung dan cara tidak langsung.,satu aspek dan banyak aspek. Tergantung pada tujuan penilaiannya. Seorang guru mampu mengajar dengan suatu pendekatan atau metode dapat langsung diamati di kelas. Pada sisi lain,dibutuhkan data lainnya untuk menilai kompetensinya secara utuh,seperti bagaimana persiapan mengajarnya,proses dan juga evaluasinya. Penilai harus mengumpulkan bukti yang dapat disusun secara utuh orang yang diobservasi. Bukti yang dikumpulkan dari observasi dapat dijadikan penilaian kompetensi seseorang.



sumber

Tindakan Mengatasi Demo Anarkhis, Perkelahian, Perjudian, Narkoba, dan Sebagainya Di Kalangan Mahasiswa

Sebagai mahasiswa,seharusnya mengesampingkan masalah pribadi atau kelompok. Seharusnya kita harus mengedepankan kepentingan bersama. Pikiran positif harus diciptakan semua pihak. Pikiran positif pihak mahasiswa harus diciptakan untuk menjadi lebik bijak. Bahwa polisi adalah aparat yang tidak mementingkan kepentingan politik, mereka hanya sekedar berorientasi melancarkan hambatan yang menganggu keamanan dan ketertiban umum.

Mahasiswa juga harus sadar bahwa polisi adalah profesional yang diciptakan untuk menghargai simbol-simbol korpsnya secara mutlak. Simbol kebanggaan korps seperti bendera atau markas harus dijaga dengan darah dan nyawa. Bila simbol kebanggan korps seperti markas mereka diserang maka akan meningkatkan adrenalinnya untuk melakukan tindakan yang diluar rasio akal sehat seorang sipil.

Demikian juga polisi harus menyadari bahwa mahasiswa adalah seorang intelektual idealis dengan tingkat emosi, rasio dan kebijakan yang belum matang. Bila simbol kesetiakawanan dan perjuangan mereka terusik seperti penyerangan markas HMI maka semua yang bernama mahasiswa di seluruh negeri pasti akan mendidih darahnya. Sehingga apabila oknum mahasiswa dan oknum polisi melakukan hal itu, semua harus menahan diri. Tindakan oknum mahasiswa menyerang pos polisi tidak mewakili tindakan mahasiswa pada umumnya.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan, persatuan dan persaudaraan yang berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) agar tumbuh pemahaman demokrasi yang baik di tengah masyarakat. Dan dalam berdemokrasi masyarakat harus memiliki sportivitas yaitu siap kalah dan siap menang. Bila hukum dan keadilan benar-benar dilaksanakan secara jujur dan konsisten, maka gejolak di tengah masyarakat akibat kemiskinan dan kesenjangan ekonomi tidak akan terjadi.



sumber

Peran yang Dapat Dilakukan Mahasiswa dalam Menanggulangi Kondisi Negara yang Diperlukan Saat Ini

Mahasiswa merupakan salah satu aset Negara dan penerus yang nantinya akan menggantikan kedudukan para pejabat menteri dan presiden dalam mengurus dan mengembangkan Negara ini lebih maju lagi. Upaya merajut wawasan berkebangsaan, tentunya mahasiswa akan mengetahui ada satu potensi besar dalam keragaman kaum muda, keragaman bangsa, dan mengenal suku-suku lain apabila mengimplementasikannya dengan mengadakan satu kegiatan yang mampu mengembangkan wawasan tersebut. Beberapa contoh kasus dalam meningkatkan wawasan kebangsaan:

1. Sederhananya, melalui kegiatan jambore yang diadakan oleh kampus menjadi suatu komunitas generasi muda yang terdidik agar bisa menjadi pilar penyebar semangat cinta Tanah Air, berbudaya unggul, dan berprestasi secara akademik maupun secara kemasyarakatan.
2. Pelaksanaan karya bakti untuk memajukan lingkungan sekitar yang sekiranya membutuhkan bantuan. Dengan begitu, hal ini secara tidak langsung akan mempererat persatuan antara masyarakat dengan mahasiswa.
3. Pelaksanaan makrab (malam keakraban) yang mampu menjalin rasa persatuan yang kuat satu dengan yang lainnya. Hal ini akan menumbuhkan solidaritas yang erat antar mahasiswa maupun dengan para dosennya. ”Dalam setiap kebangkitan sebuah peradaban di belahan dunia manapun maka kita akan menjumpai bahwa pemuda adalah salah satu irama rahasianya”(Hasan Al Banna).

Sejarah mencatat sejak lahirnya bangsa ini pada tanggal 17 agustus 1945 sampai sekarang Indonesia telah banyak mengalami sebuah perjalanan panjang dan sebuah keniscayaan dalam setiap perjalanan pasti terjadi perubahan.Dalam konteks keIndonesiaan kita pun mengalami perubahan yang cukup berarti baik ditingkat lokal maupun global.Namun di sisi lain jelas negeri ini tidak dapat melupakan efek negatif dari perubahan tersebut. Sebut saja seperti terjadinya konflik-konflik yang terjadi baik konflik yang bersifat SARA maupun konflik yang dilatarbelakangi oleh kepentingan politik, maupun ekonomi.

Konflik yang terjadi di negeri kita ini bagaikan sebuah pembukaan dalam sejarah kelam bangsa Indonesia.Masalah bangsa datang silih berganti belum selesai duka negeri Aceh kita kemudian di kejutkan oleh tragedi sunami di jawa belum selesai rehabilitasi secara fisik dan mental muncul masalah lumpur Sidoarjo.pada bidang kesehatan masih berbekas dalam ingatan kita permasalahan kekurangan gizi di beberapa daerah menambah daftar masalah yang harus diselesaikan itu hanya sekelumit masalah yang harus dipecahkan bangsa ini. Akan tetapi ini adalah hal yang harus kita hadapi bersama tanggung jawab ini bukan hanya milik pemerintah

tapi ini merupakan sebuah pertanggunjawaban secara kolektif kita yang mengatasnamakan bangsa Indonesia.kita berfikir dan bergerak sekarang atau kita diam sama sekali…

Dari ratusan juta rakyat, sebenarnya Indonesia menyimpan SDM yang potensial yang dibutuhkan untuk dijadikan modal untuk berjuang. Pertanyaan selanjutnya adalah siapa dari SDM yang mempunyai energi besar, mumpuni dan mempunyai daya gedor luar biasa dan telah terbukti dalam sejarah akan sepak terjangnya dalam membangun bangsa kita ini? Kalau dilihat dari sederet sejarah panjang bangsa ini rasanya tidak salah apabila kita menyatakan bahwa para pemudalah yang mempunyai andil besar dalam rangka membangun bangsa ini menuju bangsa yang lebih maju.

Tengok saja sejarah yang dimulai digerakkan Budi utomo tahun 1908 yang merupakan organisasi kebangsaaan pertama, walaupun sebenarnya didalamnya hanya terdiri dari golongan masyarakat tertentu tapi perjuangannya dalam menyerukan kemerdekan sudah merupakan usaha untuk mendorong ke arah kemajuan bangsa ini. Peristiwa Rengas dengklok merupakan peran pemuda yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia yang melandasi lahirnya teks Proklamasi. Tragedi 1965 yang berhasil melengserkan orde lama juga tak lepas dari kekuatan dan peran pemuda pada waktu itu dengan ditandainya banyak demonstrasi yang menuntut segera dilakukan perbaikan–perbaikan negeri. Lahirnya peristiwa 1998 yang pada waktu itu dipelopori oleh mahasiswa sebagai elemen dari pemuda yang akhirnya sekali lagi membuktikan kekuatannya yaitu berhasil melengserkan pemerintahan orde baru. Para pemuda dan mahasiswa menuntut adanya reformasi di berbagai bidang guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan segera keluar dari krisis ekonomi yang menghantam negeri ini.

Pemuda adalah tulang punggung negara, karenanya masa depan suatu negara sangat tergantung dari peran pemuda itu sendiri. Ditangan pemuda jualah mau kemana negara ini akan dibawa. Mau di beri warna apa bangsa ini, pemudalah yang mempunyai prioritas utama untuk memikul tanggung jawabnya.Tidak dapat dipungkiri, peran pemuda sangat besar bagi kemajuan suatu bangsa karena merekalah tumpuan harapan bagi kelangsungan hidup suatu bangsa.

Dalam sebuah tulisan seorang aktivis kepemudaan mengatakan bahwa generasi muda tidak bisa tidak bisa dilepaskan dari pembangunan negara kita ini karena memiliki empat hal yang ada pada dirinya yaitu semangat mudanya,sifat kritisnya dan kematangan logikanya serta kearifan untuk melihat problem yang sesuai dengan tempatnya.

Maka tak salah kemudian dalam setiap momen bersejerah bangsa ini kita akan menjumpai para pemuda yang melakukan sebuah ”revolusi” peradaban mengatasnamakan Nasionalisme.Dalam sejarah bangsa kita yang mulia ini para pemuda menorehkan tinta emas sebagai garda terdepan perubahan.




sumber

Paham Kebangsaan, Rasa Kebangsaan, dan Semangat Kebangsaan

Paham Kebangsaan

Paham Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham tersebut belum diimbangi adanya legitimasi terhadap sistem pendidikan secara nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan nasional masih diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di setiap strata pendidikan, baik formal, nonformal, maupun di masyarakat luas.

Rasa Kebangsaan

Rasa kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini masih dirasakan jauh untuk menggapainya, karena lunturnya rasa kebangsaan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai peristiwa, baik perasaan mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung pada pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang setiap tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan pengamalan terhadap Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok masyarakat dengan isu putra daerah terutama dalam Pilkada masih terjadi amuk massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan nasional terhambat.

Semangat Kebangsaan

Belum terpadunya semangat kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Hal ini tercermin pada sekelompok masyarakat mulai luntur dalam memahami adanya pluralisme, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri atas bermacam suku, golongan dan keturunan yang memiliki ciri lahiriah, kepribadian, kebudayaan yang berbeda, serta tidak menghapus kebhinekaan, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinekaan sebagai dasarnya. Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan yang terasakan saat ini, belum mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam menghadapi berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional yang berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam bentuk wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk membentuk serta memperkuat basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha pembangunan di segala aspek kehidupan maupun di segala bidang.



sumber

PEMBINAAN KEBANGSAAN INDONESIA

Indonesia adalah salah satu negara-bangsa di dunia yang paling beragam. Negara kepulauan terbesar di dunia ini terdiri dari lebih 13 ribu pulau besar dan kecil, terentang dari timur sampai barat dengan jarak lebih dari 5 ribu kilometer, terbentang di tiga wilayah waktu. Berpenduduk lebih dari 220 juta, Indonesia menjadi negara keempat terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika Serikat. Keragaman itu paling tampak pada kenyataan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 200 etnis yang berbeda, dengan ratusan bahasa daerah yang masing-masing berbeda pula pembendaharaan katanya.
Proses terjadinya Indonesia sebagai bangsa pastilah melalui proses panjang. Keragaman komposisi yang ada di dalamnya hanya mungkin direkatkan oleh pengalaman historis yang mendalam dan relative merata. Interaksi sosial, ekonomi maupun politik sejak masa prakolonial maupun penjajahan Belanda dan Jepang memiliki sumbangan besar dalam menumbuhkan rasa kebersamaan. Ibarat sebuah perkawinan, ilatan keluarga diawali dengan kesepakatan membangun masa depan atas rasa saling mencintai yang jauh dari sekedar kalkulasi rasional (baik ekonomi maupun politik) atau paksaan. Namun bersatunya berbagai elemen dalam "keluarga bangsa" juga disertai harapan atau bahkan impian romantik tentang kehidupan yang indah di masa mendatang.

Sebelum membahas mengenai “Pembinaan Kebangsaan Indonesia” kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu Pembinaan. Pengertian Pembinaan Menurut Psikologi. Pembinaan dapat diartikan sebagai upaya memelihara dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya. Dalam manajemen pendidikan luar sekolah,pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal yang telah direncanakan.

Pembinaan menurut para ahli

Poerwadarmita 1987

Pembinaan adalah suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Menurut Thoha (1989)

Pembinaan adalah suatu proses, hasil atau pertanyaan menjadi lebih baik, dalam hal ini mewujudkan adanya perubahan, kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evaluasi atau berbagai kemungkinan atas sesuatu.

Menurut Widjaja (1988)

Pembinaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan – urutan pengertian, diawali dengan mendirikan membutuhkan memellihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha – usaha perbaikan, menyempurnakan dan mengembangkannya.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu berasal dari sudut pembaharuan dan berasal dari sudut pengawasan. Pembinaan yang berasal dari sudut pembaharuan yaitu mengubah sesuatu menjadi yang baru dan memiliki nilai-nilai lebih baik bagi kehidupan masa yang akan datang. Sedangkan pembinaan yang berasal dari sudut pengawasan yaitu usaha untuk membuat sesuatu lebih sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan. Setelah semua pengertian pembinaan tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa “pembinaan Kebangsaan Indonesia” adalah suatu sistem yang dibentuk untuk mengubah keadaan yang telah ada , dimana keadaan ini berubah kearah yang lebih baik. Dengan adanya pembinaan kebangsaan ini diharapkan bahwa seluruh bangsa Indonesia dapat bersaing dengan Negara-negara lain.

Dalam rumusan formal sebagaimana tertera dalam pembukaan UUD 1945, impian itu dinyatakan antara lain untuk "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia". Solidaritas emosional atas dasar cita-cita semacam inilah yang diramu untuk menumbuhkan semangat nasionalisme kewargaan (civic nationalism), bukan nasionalisme atas dasar kesukuan atau ikatan-ikatan primordialisme sempit (ethnonationalism), yang menjadi fundamen negara-bangsa.
Karena itu kini saatnya kita menyadari kembali bahwa bangsa ini adalah bangsa yang terbangun dari hasil serangkaian interaksi panjang, dengan 250 jenis bahasa berbeda. Bangsa ini terbentuk sebagai hasil dialog intensif dari hampir seluruh kelompok agma-agama besar dunia – Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha – serta pertukaran budaya ratusan agama-agama lokal di seluruh wilayah Nusantara. Bangsa ini terbangun dari jutaan manusia yang merasakan kepedihan sama di bawah penindasan penjajah yang berlangsung ratusan tahun lamanya. Karena itu tumbuhnya rasa solidaritas kebersamaan sebagai akibat kesamaan tantangan, kebulatan semangat dan tekad untuk membangun kehidupan lebih layak di alam merdeka, yang terbebas dari dominasi kekuasaan penjajah, harus terus dipupuk. Keseluruhan faktor yang terbangun inilah yang merupakan modal sosial, yang menjadi pondasi kokoh bagi terbentuknya sebuah Indonesia.

Bangsa pada hakikat nya adalah merupakan penjelmaan dari sifatkodrat manusia tersebut dalam merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaan. Manusia memebentuk suatu bangsa karena untuk memenuhi kodrat nya yaitu sebagia individu dan makhluk social oleh karena itu deklarasi bangsa Indonesia tida didasarkan pada deklarasi imdividu sebagaimana bangsa liberal.

Teori kebangsaan

Teori Hans Kohn

Hans Kohn mengemukakan bahwa bangsa yaitu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, Negara dan kewarganegaraan.

Teori kebangsaan Ernest Rehan

Hakikat bangsa atau ‘Nation’ ditinjau secara ilmiah oleh seorang ahli dari academmie Francaise, prancis pada tahun 1982. Menurut renan pokok - pokok pikiran tentang bangsa adalah sebagai berikut:
A. Bahwa bangsa Indonesia adalah satu jiwa, suatu azas kerokhanian
B. Bahwa bangsa adalah suatu solidaritas yang besar
C. Bahwa bangsa adalah suatu hasil sejarah. Oleh karena sejarah berkembang terus maka kemudian menurut Rena bahwa :

Bangsa adalah bukan sesuatu yang abadi. Wilayah dan ras bukan lah suatu penyebab timbulnya bangsa. Wilayah memberikan ruang dimana bangsa hidup, sedangkan manusia membentuk jiwa nya. Dalam aitan inilah maka Renan kemudian tiba pada suatu kesimpulan bahwa bangsa adalah suatu jiwa suatu asas kerokhanian.




Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan

Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:
  1. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa;
  2. Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merkeka, dan besatu;
  3. Cinta akan tanah air dan bangsa;
  4. Demokrasi atau kedaulatan rakyat;
  5. Kesetiakawanan sosial;
  6. Masyarakat adil-makmur.



sumber

Makna Wawasan Kebangsaan

Wawasan Kebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna:
(1). Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
(2). Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan;
(3). Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;
(4). Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah-c)

Wawasan Kebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna:
(1). Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
(2). Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan;
(3). Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;
(4). Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah-tengah tata kehidupan di dunia;
(5). NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bertekad untuk mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin, sejajar dengan bangsa lain yang sudah maju.



sumber

Wawasan Kebangsaan Indonesia

Konsep kebangsaan merupakan hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia. Dalam kenyataannya konsep kebangsaan itu telah dijadikan dasar negara dan ideologi nasional yang terumus di dalam Pancasila sebagaimana terdapat dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945. Konsep kebangsaan itulah yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Dorongan yang melahirkan kebangsaan kita bersumber dari perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan, memulihkan martabat kita sebagai manusia. Wawasan kebangsaan Indonesia menolak segala diskriminasi suku, ras, asal-usul, keturunan, warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan maupun status sosial. Konsep kebangsaan kita bertujuan membangun dan mengembangkan persatuan dan kesatuan.

Dalam zaman Kebangkitan Nasional 1908 yang dipelopori oleh Budi Utomo menjadi tonggak terjadinya proses Bhineka Tunggal Ika. Berdirinya Budi Utomo telah mendorong terjadinya gerakan-gerakan atau organisasi-organisasi yang sangat majemuk, baik di pandang dari tujuan maupun dasarnya.

Dengan Sumpah Pemuda, gerakan Kebangkitan Nasional, khususnya kaum pemuda berusaha memadukan kebhinnekaan dengan ketunggalikaan. Kemajemukan, keanekaragaman seperti suku bangsa , adat istiadat, kebudayaan, bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tetap ada dan dihormati.

Wawasan kebangsaan Indonesia tidak mengenal adanya warga negara kelas satu, kelas dua, mayoritas atau minoritas. Hal ini antara lain dibuktikan dengan tidak dipergunakannya bahasa Jawa misalnya, sebagai bahasa nasional tetapi justru bahasa melayu yang kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia.

Derasnya pengaruh globalisasi, bukan mustahil akan memporak porandakan adat budaya yang menjadi jati diri kita sebagai suatu bangsa dan akan melemahkan paham nasionalisme. Paham nasionalisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa loyalitas tertinggi terhadap masalah duniawi dari setiap warga bangsa ditunjukan kepada negara dan bangsa.

Meskipun dalam awal pertumbuhan nasionalisme diwarnai oleh slogan yang sangat terkenal, yaitu: liberty, equality, fraternality, yang merupakan pangkal tolak nasionalisme yang demokratis, namun dalam perkembangannya nasionalisme pada setiap bangsa sangat diwarnai oleh nilai-nilai dasar yang berkembang dalam masyarakatnya masing-masing, sehingga memberikan ciri khas bagi masing-masing bangsa.

Wawasan kebangsaan Indonesia menjadikan bangsa yang tidak dapat mengisolasi diri dari bangsa lain yang menjiwai semangat bangsa bahari yang terimplementasikan menjadi wawasan nusantara bahwa wilayah laut Indonesia adalah bagian dari wilayah negara kepulauan yang diakui dunia. Wawasan kebangsaan merupakan pandangan yang menyatakan negara Indonesia merupakan satu kesatuan dipandang dari semua aspek sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam mendayagunakan konstelasi Indonesia, sejarah dan kondisi sosial budaya untuk mengejawantahan semua dorongan dan rangsangan dalam usaha mencapai perwujudan aspirasi bangsa dan tujuan nasional yang mencakup kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, kesatuan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).

Wawasan kebangsaan Indonesia yang menjadi sumber perumusan kebijakan desentralisasi pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pengembangan otonomi daerah harus dapat mencegah disintegrasi / pemecahan negara kesatuan, mencegah merongrong wibawa pemerintah pusat, mencegah timbulnya pertentangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Melalui upaya tersebut diharapkan dapat terwujud pemerintah pusat yang bersih dan akuntabel dan pemerintah daerah yang tumbuh dan berkembang secara mandiri dengan daya saing yang sehat antar daerah dengan terwujudnya kesatuan ekonomi, kokohnya kesatuan politik, berkembangnya kesatuan budaya yang memerlukan warga bangsa yang kompak dan bersatu dengan ciri kebangsaan, netralitas birokrasi pemerintahan yang berwawasan kebangsaan, sistem pendidikan yang menghasilkan kader pembangunan berwawasan kebangsaan.

Wawasan kebangsaan Indonesia memberi peran bagi bangsa Indonesia untuk proaktif mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik dengan memberi contoh bagi bangsa lain dalam membina identitas, kemandirian dan menghadapi tantangan dari luar tanpa konfrontasi dengan meyakinkan bangsa lain bahwa eksistensi bangsa merupakan aset yang diperlukan dalam mengembangkan nilai kemanusiaan yang beradab (Sumitro dalam Suhady dan Sinaga, 2006).

Akhirnya, bagi bangsa Indonesia, untuk memahami bagaimana wawasan kebangsaan perlu memahami secara mendalam falsafah Pancasila yang mengandung nilai-nilai dasar yang akhirnya dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku yang bermuara pada terbentuknya karakter bangsa.



sumber

Pengertian Wawasan Kebangsaan

Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan “Kebangsaan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa secara etimologis istilah “wawasan” berarti: (1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti (2) konsepsi cara pandang. Wawasan Kebangsaan sangat identik dengan Wawasan Nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).
“Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan “kebangsaan” mengandung arti (1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa, (2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa, (3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.

Dengan demikian wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prof. Muladi, Gubernur Lemhannas RI, meyampaikan bahwa wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya bernuansa struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.

Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional. Wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tata berhubungan dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa lain di dunia internasional. Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan masa mendatang serta berbagai potensi bangsa.
Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang/cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Suhady dan Sinaga, 2006).

Dengan demikian dalam kerangka NKRI, wawasan kebangsaan adalah cara kita sebagai bangsa Indonesia di dalam memandang diri dan lingkungannya dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan, dengan berpedoman pada falsafah Pancasila dan UUD 1945 atau dengan kata lain bagaimana kita memahami Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan POLEKSOSBUD dan HANKAM.




sumber

Wawasan Kebangsaan

Wawasan kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan, seperti penjajahan oleh Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Perjuangan bangsa Indonesia yang waktu itu masih bersifat lokal ternyata tidak membawa hasil, karena belum adanya persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi lain kaum colonial terus menggunakan politik “devide et impera”. Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah padam dalam usaha mengusir penjajah dari Nusantara.

Dalam perkembangan berikutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat nasional, yakni perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia akan mempunyai kekuatan yang nyata.

Kesadaran tersebut kemudian mendapatkan bentuk dengan lahirnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan tonggak awal sejarah perjuangan bangsa yang bersifat nasional itu, yang kemudian disusul dengan lahirnya gerakan-gerakan kebangsaan di bidang politik, ekonomi/perdagangan, pendidikan, kesenian, pers dan kewanitaan.

Tekad perjuangan itu lebih tegas lagi dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dengan ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”.

Wawasan kebangsaan tersebut kemudian mencapai satu tonggak sejarah, bersatu padu memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dalam perjalanan sejarah itu telah timbul pula gagasan, sikap, dan tekad yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita moral rakyat yang luhur. Sikap dan tekad itu adalah pengejawantahan dari satu Wawasan Kebangsaan.


sumber

Implikasi Pendidikan Psikologi Humanis dalam Prose Pendidikan

Pandangan utama aliran filosofis pendidikan humanistic adalah proses pendidikan berpusat pada subyek didik. Roger dalam Dimyati dan Mudjiono (2002) berpendapat belajar akan optimal apabila siswa terlibat secara penuh dan sungguh serta berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar. Proses pendidikan berpusat pada subyek didik, dalam hal ini peran guru dalam proses pendidikan sebagai fasiltator dan proses pembelajaran dalam kontek proses penemuan yang bersifat mandiri (Hanurawan,2006). Searah dengan pandangan tersebut maka hakekat pendidik adalah fasilitator baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk itu seorang pendidik harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar mandiri. Proses belajar hendaknya merupakan kegiatan untuk mengeksploitasi diri yang memungkinkan pengembangan keterlibatan secara aktif subyek didik untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka system belajar yang cocok untuk pendidikan humanis ini adalah Enquiry Discovery yakni belajar penyelidikan dan penemuan. Dalam proses belajar mengajar system Enquiry Discovery ini guru tidak akan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk final, dengan kata lain guru hanya menyajikan sebagian, selebihnya siswa yang mencari atau menemukan sendiri.

Adapun tahapan dalam prosedur Enquiry Discovery adalah:

1. Stimulation (stimulasi/ pemberi rangsangan), yakni memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, aktifitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2. Problem statement (pernyataan / identifikasi masalah), yakni memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasikan sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian dipilih salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3. Data collection (pengumpulan data), yakni memberi kesempatan kepad para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.
4. Data prosesing (pengolahan data), yakni mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sabagainya lalu ditafsirkan.
5. Verification (pentahkikan), yakni melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dihubungkan dengan data prosesing.
6. Generalization (generalisasi), yakni menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum.( Syah, Muhibbin,2004)

Melalui pembelajaran Enquiry Discovery / penemuan menurut Hanurawan (2006) akan dapat membawa pengalaman pada diri pembelajar dalam mengidentifikasi, memahami masalah-masalah yang dihadapi sehingga menemukan sesuatu pengetahuan yang bermakna bagi dirinya.

Seperti telah dikemukakan diatas, dalam proses pembelajaran dengan enqiry discovery ini guru berperan sebagai fasilitator. Menurut Hanurawan (2006) fungsi tugas kefasilitatoran guru dalam KBM harus dapat menumbuhkan keyakinan dalam diri pebelajar dalam kegiatan yang dilakukan. Yang berarti guru harus dapat menstimulus pebelajar untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan kontek pembelajaran humanistic menurut Maslow bahwa guru adalah pembantu sekaligus mitra dalam melakukan aktualisasi diri.

Peran guru sebagai fasilitator menurut Abu dan Supriono,W (2004) dapat diwujudkan dengan memperhatiakan penciptaan suasana awal, situasi kelompok atau pengalaman kelas, memperjelas tujuan di dalam kelas. Menyediakan sumber-sumber belajar untuk dimanfaatkan pebelajar dalam rangka mencapai tujuannya, dan mengambil prakarsa untuk ikut dalam kelompok kelas.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran menurut pandangan psikologi humanistic yaitu:

1. Setiap individu mempunyai kemampuan bawaan untuk belajar.
2. Belajar akan bermanfaat bila siswa menyadari manfaatnya.
3. Belajar akan berarti bila dilakukan lewat pengalaman sendiri dan uji coba sendiri.
4. Belajar dengan prakarasa sendiri penuh kesadaran dan kemampuan dapat berlangsung lama.
5. Kreatifitas dan kepercayaan dari orang lain tumbuh dari suasana kebebasan.
6. Belajar akan berhasil bila siswa berpartisipasi secara aktif dan disiplin setiap kegiatan belajar.




sumber

Konsep Pemikiran Filsafat Psikologi Humanistik

Konsep pemikiran filsafat psikologi humanistic yang dikemukakan oleh filsuf humanis meliputi pandangan tentang hakeket manusia, pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia, konsep diri (self concept), dan diri individu serta aktualisasi diri (Hanurawan,2006). Konsep pemikiran tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Pandangan tentang hakekat manusia

Hakekat manusia dalam pandangan filosuf humanistic adalah manusia memilki hakekat kebaikan dalam dirinya. Dalam hal ini apabila manusia berada dalam lingkungan yang kondusif bagi perkembangan potensialitas dan diberi semacam kebebasan untuk berkembang maka mereka akan mampu untuk mengaktualisasikan atau merealisasikan sikap dan perilaku yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat pada umumnya (Hanurawan,2006).

Pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia

Penganut aliran humanistic memberikan pandangan bahwa setiap manusia memilki kebebasan dan otonomi memberikan konsekuensi langsung pada pandangan terhadap individualitas manusia dan potensialitas manusia. Individualitas manusia yang unik dalam diri setiap pribadi harus dihormati. Berdasarkan pandangan ini, salah satu upaya pengembangan sumber daya manusia yang perlu dilakukan dalam proses pendidikan untuk mencapai hasil yang maksimal adalah pemberian kesempatan kepada berkembangnya aspek-aspek yang ada dalam diri individu.

Pandangan tentang diri (the self) dan konsep diri (self concept)

Diri (the self) menurut penganut filsafat humanis merupakan pusat kepribadian yang pengembangannya dapat dipenuhi melalui proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki seseorang. Diri (the self) yang ada dalam diri seseorang digambarkan sebagai jumlah keseluruhan yang utuh dalam diri individu yang dapat membedakan diri seseorang dengan orang lain. (Ellias dan Meriam dalam Hanurawan, 2006).

Dalam diri (the self) seseorang terdapat perasaa, sikap, kecerdasan, intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan karakteristik fisik.Sedangkan konsep diri (self concept) menurut Kendler dalam Hanurawan 2006 merupakan keseluruhan presepsi dan penilaian subyektif yang memiliki fungsi menentukan tingkah laku dan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan perkembangan individu merupakan potensialitas individu untuk aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan kemampuan manusia menghadirkan diri secara nyata (menurut maslow dalam Hanurawan 2006). Aktualisasi diri terwujud dalam diri manusia untuk memperoleh pemenuhan diri (self fulfillment) sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Dengan aktualisasi diri, manusia mampu mengembang keunukan kemanusiaannya guna meningkat kualitas kehidupan serta dapat mengubah situasi kea rah yang lebih baik.




sumber

Sejarah Perkembangan Filsafat Humanisme

Sejarah perkembangan aliran filsafat pendidikan humanisme ditelusuri pada masa klasik barat dan masa klasik timur. Dasar pemikiran filsafat aliran filsafat pendidikan ditemukan dalam pemikiran filsafat klasik cina konfusius dan pemikiran filsafat klasik yunani.

Aliran psikologi humanis itu muncul sebagai gerakan besar psikologi dalam tahun 1950-an dan 1960-an. Dimana perkembangan peradapan baru itu dikenal dengan nama renaisans yang terjadi pada abad 16. zaman renaisans dikenal dengan sebutan jaman kebangkitan kembali. Selain itu juga dikenal dengan nama jaman pemikiran (age of reason), perkembangan filsafat, ilmu, dan kemanusiaan mengalami kebangkitan setelah lama di kungkung oleh kekerasan dogma-dogma agama. (cooper dalam Hanurawan, 2006).

Humanisme sebagai suatu gerakan filsafat dan geerakan kebudayaan berkembang sebagai suatu reaksi terhadap dehumanis yang telah terjadi berabad-abad. Terjadi dalam dunia Eropa sebagai akibat langsung dari kekuasaan para pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma agam yang kemudian diterjemahkan kedalam segenap bidang kehidupan di Eropa. Dalam kontek reaksi ini, pelopor humanisme menjelaskan bahwa manusia dengan segenap kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan kehidupan ini secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup didunia.

Perkembangan selanjutnya terjadi pada abad 18. periode perkembangan ini dimasukan kedalam masa penceraha (aufklarung). Tokoh humanis yang muncul adalah J.J Rousseu. Tokoh ini mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan.

Pada abad 20 terjadi perkembangan humanistic yang disebut humanisme kontemporer. Humanisme kontemporer merupakan reaksi protes atau gerakan protes terhadap dominasi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era modern. Perkembangan lebih lanjut dari filsafat humanis ini adalah berkenaan dengan peran dan kontribusi filsafat eksistensialisme yang cukup memberikan kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistic.

Pemikiran filsafat eksistensialisme menyebutkan bahwa:

1. mannusia memilki keberadaan yang unik dalam dirinya berbeda antara mannusia satu dengan manusia lain. Dalam hal ini telaah tentang manusia diarahkan pada individualitas manusia sebagai unit analisisnya.
2. Eksistensialis lebih memperhatiakn pemahaman makna dan tujuan hidup manusia ketimbang melakukan pemahaman terhadap kajian-kajian ilmiah, dan metafisika tentang alam semesta.
3. Kebebasan individu sebagai milik manusia adalah sesuatu yang paling utama dan paling unik, karena setiap individu memilki kebebasan untuk memilki sikap hidup, tujuan hidup dan cara hidup sendiri (Stevenson dalam Hanurawan,2006)

Aliran filsafat eksistensialis ini kemudian dikembangkan dalam dunia pendidikan karena fungsi pendidikan adalah memberikan proses perkembangan manusia secara otentik. Manusia otentik adalah manusia yang dalam kepribadian diri memilki tanggung jawab dan kesadaran diri untuk menghadapi persoalan-persoalan hidup dalam alam hidup modern.

Kedua aliran tersebut memberikan perkembangan pada aliran filsafat pendidikan humanisme. Hal ini dapat ditunjukan melalui pengembangan konsep perkembangan psikologis peserta didik dan metode pengajaran yang sesuai dengan perkembangan humanistic setiap individu.Aliran psikologi humanistic memiliki pandangan tentang manusia yang memilki keunikan tersendiri, memilki potensi yang perlu diaktualisasikan dan memilki dorongan-dorongan yang murni berasal dari dalam dirinya. Individu manusia yang telah bersasal dari dirinya (Hanurawan,2006).



sumber

HUMANISME ISLAM ABAD XXI




Apakah humanisme Islam dapat diimplementasikan dalam pelataran hidup umat manusia pada abad XXI, ternyata merupakan sebuah tanda tanya besar. Tetap tak ada jawaban pasti hingga kini, apakah humanisme Islam memiliki tempat yang istimewa dalam perkembangan sejarah kaum Muslim pada abad XXI.

Memang, Islam hadir sebagai agama berpengaruh di dunia justru karena mengandung ajaran yang menjunjung tinggi humanisme. Islam memandang bermakna kehidupan umat manusia (Al Qur’an, 21/Al Anbiyaa’: 10).

Itulah mengapa, sejak abad X Islam berhasil mendorong lahirnya kebudayaan dan peradaban yang kemudian memberikan penekanan pada pentingnya warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani Kuno. Inilah yang kemudian ditengarai sebagai “Renaisans Islam”. Sekitar dua abad kemudiaan setelah itu, yakni pada abad XII, Renaisans Islam diduplikasi oleh Renaisans Barat .Apa yang kemudian bisa disimpulkan adalah ini. Jika Renaisans Islam pada abad X merupakan momentum waktu bagi terjadinya penyerapan terhadap warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani Kuno, maka Renaisans abad XII di Barat merupakan sebuah kurun waktu bagi terjadinya penyerapan terhadap warisan Yunani Kuno dan warisan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat.

Realitas Suram

Pertanyaannya kemudian, apakah pengalaman historis memasuki fase Renaisans abad X itu dapat humanisme?

Ternyata, jawaban terhadap pertanyaan tersebut tidaklah cukup mengembirakan. Abad XXI kini justru ditandai oleh munculnya apa yang disebut the problem with Islam (lihat Sam Harris, The End of Faith: Religion, Terror, and the Future of Reason [London: The Free Press, 2005], hlm. 108-152). Etika, epistemologi dan praksis kehidupan umat Islam kini tak sejalan dengan cita-cita humanisme Islam yang muncul pada abad X. Realitas yang terbentang dalam kehidupan kaum Muslim pada abad XXI kini justru mengingkari keagungan Islam sendiri sebagai agama yang mampu menyuntikkan spirit untuk menjunjung tinggi ilmu pengetahuan (Al Qur’an, 58/Al Mujaadilah:11).

Umat Islam malah lekat dengan gambaran radikalisme, terorisme dan keterbelakangan dalam bidang sosial maupun ekonomi. Umat Islam yang besar secara kuantitas bukanlah kekuatan yang berdiri di garda depan perkembangan dahsyat ilmu pengetahuan dan filsafat. Umat Islam benar-benar laksana buih di lautan yang dihempaskan ombak ke pantai. Para cendekiawan Muslim yang sadar akan kenyataan ini lantas berhadapan dengan pertanyaan besar: Apakah abad XXI kini merupakan episode keterjatuhan umat Islam hingga pada titik nadir yang sangat dalam?

Realitas suram dalam kehidupan umat Islam pada abad XXI dapat disimak pada berbagai kontras yang terjadi antara dulu dan kini. Ketika para ilmuwan Muslim pada abad pertengahan berhasil menemukan aljabar, mengembangkan ilmu pengetahuan eksperimental serta menerjamahkan karya-karya Plato dan Aristoteles dalam bidang filsafat, humanisme Islam abad X sesungguhnya memiliki bentuk secara lebih kongkret dibandingkan dengan humanisme sekuler yang berkembang kemudian di Eropa sejak sekitar abad XII. Mengingat tak pernah ada jejak anti-ilmu pengetahuan yang tertoreh ke dalam Al Qur’an, maka warisan paling berharga dari Renaisans Islam adalah the great kingdom of reason.

Itulah mengapa, secara substansial, kaum Muslim tak pernah berada dalam satu titik pertentangan antara rasio dan dan wahyu (reason and revelation).

Sebagaimana tampak pada pengaruhnya di Eropa Barat melalui jalan penyebaran Islam di Spanyol, keberagamaan kaum Muslim benar-benar melahirkan kebudayaan dan peradaban. Sementara, kebudayaan dan peradaban itu memberi tempat secara terhormat kepada humanisme. Sayangnya, kenyataan itu tak cukup diapresiasi pada abad XXI kini. Umat Islam telah mencerai-beraikan keyakinan keagamaan mereka dengan humanisme. Tak mengherankan jika muncul pola-pola keberagamaan yang garang, tetapi kemudian dibanggakan sebagai suatu bentuk keber-Islam-an yang gagah perkasa.

Pada berbagai negara bangsa dengan umat Islam sebagai yang terbesar secara demografis, perbenturan wahyu dan rasio benar-benar mengemuka sebagai persoalan. Tragisnya lagi, persoalan tersebut mengejawantah ke dalam dunia politik. Praktik keberagamaan Islam dalam konteks ini benar-benar kehilangan watak humanistiknya. Atas nama Islam, sekelompok orang dengan mudahnya mengembangkan radikalisme dan terseret ke dalam aksi-aksi teror. Bukan saja umat Islam semakin tampak gamblang kejumudannya, lebih dari itu ekspresi keber-Islam-an kaum Muslim telah sedemikian rupa mengingkari arti penting penghargaan terhadap humanisme.

Islam di Indonesia

Di Indonesia, umat Islam mengambil pilihan-pilihan politik tanpa disertai oleh kesadaran yang utuh terhadap tantangan humanisme abad XXI. Berapa banyak partai Islam yang lahir selama kurun waktu pasca-Orde Baru, ternyata tidaklah memiliki kejelasan koherensi dengan tantangan untuk kembali mengutuhkan humanisme Islam yang begitu agung sebagaimana tampak pada perkembangan selama abad X. Partai-partai Islam justru hadir hanya untuk mempertegas kecenderungan politisasi agama. Dengan demikian berarti, Islam hanya dijadikan basis legitimasi untuk meraih kekuasaan politik. Maka, bukan hal yang aneh jika kehadiran partai-partai Islam selama kurun waktu pasca-Orde Baru tak berbanding lurus dengan Renaisans Islam. Bahkan, Renaisans Islam tak tercakup ke dalam agenda partai politik Islam.

Dalam contoh soal lahirnya qanon atau peraturan daerah di Aceh berisikan hukum jinayat, sekali lagi sebuah persoalan dalam kaitannya dengan humanisme Islam muncul ke permukaan. Salah satu bentuk sanksi yang disahkan dalam hukumjinayat itu adalah hukuman rajam hingga meninggal dunia bagi pelaku zina yang terbukti serta pelakunya sudah memiliki pasangan resmi atau telah menikah. Partai-partai Islam yang mendukung qanon ini sesungguhnya tak cukup memiliki argumentasi untuk menjelaskan bahwa pelaksanaan hukum jinayat koherens dengan humanisme Islam pada abad XXI. Seorang politikus dari sebuah partai Islam hanya berbicara tentang tak adanya alasan untuk menunda pengesahan dan penerapan hukum jinayat dan hukum acara jinayat di Aceh. Namun apa landasan pelaksanaan hukum jinayat sejalan dengan realitas sosiologis masyarakat Aceh, ternyata tak pernah jelas filosofinya.

Dalam humanisme Islam, manusia didewasakan untuk mencapai kesadaran eksistensial melalui pedagogi yang bersifat dialogis. Humanisme Islam meniscayakan tak adanya distorsi antara dimensi sakral dan profan, baik pada realitas hidup personal yang kreatif maupun dalam orde kemasyarakatan yang dinamis. Artikulasi peran sosiologis seseorang di tengah kancah kehidupan publik dipersyaratkan oleh tak adanya benturan antara dimensi sakral dan profan (Al Qur’an, 91/Asy-Syams: 9). Pedagogi dalam konteks humanisme Islam melahirkan perilaku sakral dalam ruang profan. Inilah hakikat rahmatan lil ‘alamin dalam maknanya yang hakiki. Maka, masyarakat zero perzinaan bukanlah resultante dari berlakunya hukum jinayat, tetapi lebih karena berlangsungnya pedagogi humanisme Islam.

Masyarakat zero perzinahan, dengan demikian, dikonstruksi melalui: (1) ketepatan materi dan proses pengajaran dalam dunia pendidikan, (2) terwujudnya keadilan sosial dan ekonomi, serta (3) terselenggaranya kesetaraan gender dalam relasi maskulinitas-feminitas. Ini berarti, dibutuhkan cara hidup berbangsa dan bernegara berlandaskan pada kebenaran. Tentu saja, pembicaraan tentang perzinahan dalam konteks ini hanyalah sebuah contoh soal yang mengilustrasikan adanya jalan pragmatis partai-partai politik Islam.

Mereka lebih memilih upaya-upaya heroik melalui jalan legal-formal ketimbang mengambil opsi pedagogis ke arah terwujudnya humanisme Islam. Jelas pada akhirnya, bahwa pada abad XXI Islam di Indonesia belum merupakan sesuatu yang menarik. Seperti di belahan dunia Muslim yang lain, Islam di Indonesia masih harus bercermin untuk memperbaiki diri. Dan apa boleh buat, cermin itu adalah Renaisans Islam yang pernah ada dalam sejarah.



sumber

KEDUDUKAN MENUSIA DALAM FILSAFAT HUMANISTIK DAN ILMU-ILMU SOSIAL HUMANISTIK

Humanistik ditinjau dari segi historinya ialah berasal dari suatu gerakan intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh kedua abad ke-14 masehi. Pergerakan ini merupakan motor penggerak kebudayaan modern, khususnya di Eropa. Sedangkan jika ditinjau dari segi filsafat, humanistik adalah faham atau aliran yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia, sehingga manusia menduduki posisi yang sangat sentral dan penting, baik dalam perenungan teoritis-filsafati maupun dalam praktis hidup sehari-hari. Maka dalam faham filsafat ini mengatakan bahwa segala sesuatu ukuran penilaian dan referensi akhir dari semua kejadian manusiawi dikembalikan kepada manusia itu sendiri, bukan pada kekuatan-kekuatan diluar manusia (misalnya, kekuatan Tuhan atau alam).

Humanisme sebagai suatu gerakan intelektual dan kesusastraan pada prinsipnya merupakan aspek dasar dari gerakan Renaisanse (abad ke 14-16 M.) tujuan gerakan humanisme adalah melepaskan diri dari belenggu kekuasaan Gereja dan membebaskan akal budi dari kungkungannya yang mengikat. Maka dalam batasan-batasan tertentu, segala bentuk kekuatan dari luar yang membelenggu kebebasan manusia harus segera dipatahkan.

Kebebasan merupakan tema terpenting dari humanisme, tetapi bukan kebebasan yang absolut, atau kebebasan yang hanya sebagai antitesis dari diterminisme abad pertengahan yang dilakukan oleh orang-orang Gereja pada waktu itu, tapi bukan berarti Humanisme pada waktu itu menentang tentang adanya kekuasaan Tuhan. Namun, mereka percaya bahwa di balik kekuasaan Tuhan, masih banyak peluang bagi manusia untuk menentukan jalan hidupnya, mengembangkan potensi dan memilih masa depannya sendiri, tanpa terbelenggu oleh kodrat atau ketakutan terhadap murka Tuhan. Mereka berpedoman bahwa, kebebasan manusia itu ada, dan perlu dipertahankan dan di expresikan.


Di depan sudah dijelaskan bahwa manusia adalah pusat dari Realitas, sehingga segala sesuatu yang terdapat di dalam realitas harus dikembalikan lagi pada manusia. Dengan demikian, tidak dibenarkan adanya penilaian atau interpretasi tentang kejadian atau gejala manusiawi yang menempatkan manusianya sendiri sebagai entitas-entitas marginal atau pinggiran (peripheral).

Jika humanisme diartikan seperti itu, maka aliran filsafat seperti marxisme, pragmatisme, dan existensialisme dapat dikategorikan ke dalam humanisme.

1. faham marxisme pada dasarnya mendudukkan manusia (masyarakat / kaum buruh) pada pusat kehidupan. Secara teoritis, paling tidak menjunjung tinggi martabat dan kemanusiaan masyarakat buruh.
2. Pragmatismepun adalah humanisme, karena paham inipun menempatkan manusia pada posisi yang sentral dalam realitas. Segala sesuatu yang ada pada realitas selalu
dihubungkan dengan kegunaannya bagi manusia dalam menuju hidup yang lebih baik.
3 . Existensialismepun juga termasuk humanisme. Menurut paham ini, tidak ada dunia diluar dunia manusia, dan di dalam dunianya itu manusia berada dalam posisi yang paling sentral.

Paham humanisme dalam perkembangannya tidak lagi mengacu pada gerakan pembebasan pada zaman Renaisance dan dari doktrin-doktrin yang membelenggu manusia, melainkan berkembang dalam ilmu-ilmu pengetahuan. Misalnya kita sering mendengar tentang ilmu-ilmu pengetahuan humanistik. Tetapi apakah artinya itu?

Wilhelm Dulthey (1833-1911) dalam gagasannya tentang Geisteswissenchaften, yang akan kita jadikan ancang-ancang untuk menjawab tentang pertanyaan di atas.

Istilah Geisteswissenchaften bisa kita terjemahkan sebagai “ilmu-ilmu tentang manusia”. Disiplin keilmuan yang menurut Dilthey menggunakan metode ini adalah apa yang biasanya kita sebut ilmu-ilmu sosial, misalnya ekonomi, psikologi, antropologi budaya, sosiologi, ilmu hukum, ilmu politik.

Pertanyaan berikutnya adalah di manakah letak humanistiknya Geisteswissenchaften, atau dalam hal apakah Geisteswissenchaften dikatakan sebagai humanistik? Konsep Dilthey tentang manusia memang berbau humanisme. Menurut dia, gejala manusia adalah unik dengan tidak berhingga, sehingga tidak dapat disejajarkan begitu saja dengan gejala-gejala alam yang lain. Manusia adalah subyek, bukan obyek.
Jawaban tentang pertanyaan yang tepat untuk pertanyaan di atas adalah dengan melihat ciri humanistik Geisteswissenchaften. Yakini, tekanannya pada keunikan, subjektivitas, dan kerohanian manusia. Dalam Geisteswissenchaften manusia ditinggikan nilai dan martabatnya.

Namun ada juga kalangan yang tidak setuju dengan teorinya Dilthey tentang Geisteswissenchaften yang seolah-olah meniadakan Naturwissenchaften (alam fisik yang natural). Seperti halnya Sosiologi Humanistiknya Max Webber, tidak lalu menghilangkan peran statistik. Demikian pula dengan Psikolog Humanistiknya Abraham Maslow, yang tidak mengabaikan arti pentingnya Behaviorisme dan Psikoanalisa. Satu hal yang tampaknya menjadi trade mark mereka adalah: Manusia yang menjadi “obyek” telaah ilmu-ilmu mereka, diperlakukan secara hormat sebagai “subyek”. Maka sah saja bagi kita untuk mendefinisikan ilmu-ilmu humanistik sebagai ilmu-ilmu yang menempatkan manusia sebagai subyek, sedemikian rupa sehingga manusia tetap dijunjung tinggi nilai dan martabat kemanusiaannya.



sumber

PENGERTIAN FILSAFAT HUMANISME

Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.

Humanisme modern dibagi kepada dua aliran. Humanisme keagamaan/religi berakar dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen garis tengah, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan umat manusia.

Humanisme sekular mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekular juga percaya pada martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama.



sumber

FILSAFAT ILMU ALIRAN EMPIRISME

Secara epistimologi, istilah empirisme barasal dari kata Yunani yaitu emperia yang artinya pengalaman. Tokoh-tokohnya yaitu Thomas Hobbes, Jhon Locke, Berkeley, dan yang terpenting adalah David Hume.
Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio sebagai sumber pengetahuan, maka empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniyah.

Thomas Hobbes menganggap bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan (kalkulus), yaitu penggabungan data-data inderawi yang sama, dengan cara yang berlainan. Dunia dan materi adalah objek pengenalan yang merupakan sistem materi dan merupakan suatu proses yang berlangsung tanpa hentinya atas dasar hukum mekanisme. Atas pandangan ini, ajaran Hobbes merupakan sistem materialistis pertama dalam sejarah filsafat modern.

Prinsip-prinsip dan metode empirisme pertama kali diterapkan oleh Jhon Locke, penerapan tersebut terhadap masalah-masalah pengetahuan dan pengenalan, langkah yang utama adalah Locke berusaha menggabungkan teori emperisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Penggabungan ini justru menguntungkan empirisme. Ia menentang teori rasionalisme yang mengenai ide-ide dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Menurutnya akal manusia adalah pasif pada saat pengetahuan itu didapat. Akal tidak bisa memperolah pengetahuan dari dirinya sendiri. Akal tidak lain hanyalah seperti kertas putih yang kosong, ia hanyalah menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akali, satu-satunya objek pengetahuan adalah ide-ide yang timbul karena adanya pengalaman lahiriah dan karena pengalaman bathiniyah. Pengalaman lahiriah adalah berkaitan dengan hal-hal yang berada di luar kita. Sementara pengalahan bathinyah berkaitan dengan hal-hal yang ada dalam diri/psikis manusia itu sendiri.

Sementara menuru David Hume bahwa seluruh isi pemikiran berasal dari pengalaman, yang ia sebut dengan istilah “persepsi”. Menurut Hume persepsi terdiri dari dua macam, yaitu: kesan-kesan dan gagasan. Kesan adalah persepsi yang masuk melalui akal budi, secara langsung, sifatnya kuat dan hidup. Sementara gagasan adalah persepsi yang berisi gambaran kabur tentang kesan-kesan. Gagasan bisa diartikan dengan cerminan dari kesan. Contohnya, jika saya melihat sebuah “rumah”, maka punya kesan tertentu tentang apa yang saya lihat (rumah), jika saya memikirkan sebuah rumah maka pada saat itu saya sedang memanggil suatu gagasan. Menurut Hume jika sesorang akan diberi gagasan tentang “apel” maka terlebih dahulu ia harus punya kesan tentang “apel” atau ia harus terlebih dahulu mengenal objek “apel”. Jadi menurut Hume jika seandainya manusia itu tidak memiliki alat untuk menemukan pengalaman itu buta dan tuli misalnya, maka manusia itu tidak akan dapat memperoleh kesan bahkan gagasan sekalipun. Dalam artian ia tidak bisa memperoleh ilmu pengetahuan.


sumber

FILSAFAT ILMU ALIRAN RASIONALISME

Dalam pembahasan tentang suatu teori pengetahuan, maka Rasionalisme menempati sebuah tempat yang sangat penting. Paham ini dikaitkan dengan kaum rasionalis abad ke-17 dan ke-18, tokoh-tokohnya ialah Rene Descartes, Spinoza, leibzniz, dan Wolff, meskipun pada hakikatnya akar pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran para filsuf klasik misalnya Plato, Aristoteles, dan lainnya.

Paham ini beranggapan, ada prinsip-prinsip dasar dunia tertentu, yang diakui benar oleh rasio manusi. Dari prinsip-prinsip ini diperoleh pengetahuan deduksi yang ketat tentang dunia. Prinsip-prinsip pertama ini bersumber dalam budi manusia dan tidak dijabarkan dari pengalaman, bahkan pengalaman empiris bergantung pada prinsip-prinsip ini.

Prinsip-prinsip tadi oleh Descartes kemudian dikenal dengan istilah substansi, yang tak lain adalah ide bawaan yang sudah ada dalam jiwa sebagai kebenaran yang tidak bisa diragukan lagi. Ada tiga ide bawaan yang diajarkan Descartes, yaitu:

Pemikiran; saya memahami diri saya makhluk yang berpikir, maka harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.

Tuhan merupakan wujud yang sama sekali sempurna; karena saya mempunyai ide “sempurna”, mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide itu, karena suatu akibat tidak bisa melebihi penyebabnya.
Keluasaan; saya mengerti materi sebagai keluasaan atau ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.

Sementara itu menurut logika Leibniz yang dimulai dari suatu prinsip rasional, yaitu dasar pikiran yang jika diterapkan dengan tepat akan cukup menentukan struktur realitas yang mendasar. Leibniz mengajarkan bahwa ilmu alam adalah perwujudan dunia yang matematis. Dunia yang nyata ini hanya dapat dikenal melaui penerapan dasar-dasar pemikiran. Tanpa itu manusia tidak dapat melakukan penyelidikan ilmiah. Teori ini berkaitan dengan dasar pemikiran epistimologis Leibniz, yaitu kebenaran pasti/kebenaran logis dan kebenaran fakta/kebenaran pengalaman. Atas dasar inilah yang kemudian Leibniz membedakan dua jenis pengetahuan. Pertama; pengetahuan yang menaruh perhatian pada kebenaran abadi, yaitu kebenaran logis. Kedua;pengetahuan yang didasari oleh observasi atau pengamatan, hasilnya disebut dengan “kebenaran fakta”.
Paham Rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio maka mustahil manusia itu dapat memperolah ilmu pengetahuan. Rasio itu adalah berpikir. Maka berpikir inilah yang kemudian membentuk pengetahuan. Dan manusia yang berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Berdasarkan pengetahuan lah manusia berbuat dan menentukan tindakannya. Sehingga nantinya ada perbedaan prilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai dengan perbedaan pengetahuan yang didapat tadi.

Namun demikian, rasio juga tidak bisa berdiri sendiri. Ia juga butuh dunia nyata. Sehingga proses pemerolehan pengetahuan ini ialah rasio yang bersentuhan dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya. Maka dengan demikian, seperti yang telah disinggung sebelumnya kualitas pengetahuan manusia ditentukan seberapa banyak rasionya bekerja. Semakin sering rasio bekerja dan bersentuhan dengan realitas sekitar maka semakin dekat pula manusia itu kepada kesempunaan.

Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag menulis dalam bukunya Filsafat Pendidikan yaitu “Kualitas rasio manusia ini tergantung kepada penyediaan kondisi yang memungkinkan berkembangnya rasio kearah yang memedai untuk menelaah berbagai permasalahan kehidupan menuju penyempurnaan dan kemajuan” Dalam hal ini penulis memahami yang dimaksud penyedian kondisi diatas ialah menciptakan sebuah lingkungan positif yang memungkinkan manusia terangsang untuk berpikir dan menelaah berbagai masalah yang nantinya memungkinkan ia menuju penyempunaan dan kemajuan diri. Karena pengembangan rasionalitas manusi sangat bergantung kepada pendyagunaan maksimal unsur ruhaniah individu yang sangat tergantung kepada proses psikologis yang lebih mendalam sebagai proses mental, maka untuk mengembangkan sumber daya manuia menurut aliran rasionalisme ialah dengan pendekatan mental disiplin, yaitu dengan melatih pola dan sistematika berpikir seseorang melalui tata logika yang tersistematisasi sedemikian rupa sehingga ia mampu menghubungkan berbagai data dan fakta yang ada dalam keseluruhan realitas melalui uji tata pikir logis-sistematis menuju pengambilan kesimpulan yang baik pula.



sumber