Karakteristik Wanita Jawa


Seperti juga karakter laki-laki, karakter wanita Jawa sangat identik dengan kultur Jawa, seperti bertutur kata halus, tenang, diam/kalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi/terkontrol, daya tahan untuk menderita tinggi, memegang peranan secara ekonomi, dan setia/loyalitas tinggi.

Terutama di dusun ini, banyak ditemukan wanita Jawa yang selain mempunyai ketahanan psikis tinggi juga mempunyai fisik yang kuat. Mereka terbiasa bekerja keras secara fisik, misalnya mencari rumput untuk pakan ternak (ngarit), memanggul padi hasil panen, atau menggendong dodolan (barang-barang dagangan) dan masih harus berjalan jauh ke pasar. Pada umumnya wanita Jawa mempunyai kebiasaan untuk bangun paling pagi dan tidur paling akhir, sementara sepanjang hari megurus rumah. Meski tetap harus berjualan di pasar, ia masih juga menyiapkan makan untuk suami dan anak-anaknya. Jarang ditemukan wanita Jawa yang manja dan tidak mau bekerja.

Suami yang mempunyai kedudukan baik di pemerintahan mengerjakan pekerjaan kantoran (administratif), sementara sawah dab ladang sebagai kelungguhan (bayaran atas kedudukannya) diolah oleh istri. Wanita sangat menghargai dan menjunjung tinggi suami sehingga secara publik tetap suami yang dihargai dan dihormati. Dalam hal ini, sejak masa anak-anak wanita dididik untuk berbakti kepada suami, sedangkan anak laki-laki dididik untuk bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya.

Seorang wanita Jawa dapat menerima segala situasi bahkan yang terpahit sekalipun. Mereka paling pintar memendam penderitaan pula memaknainya. Mereka kuat dan tahan menderita. Bagaimana sikap batin seorang wanita Jawa ini digambarkan dengan cantik oleh Linus Suryadi dalam Pengakuan Pariyem.

Dalam novel Sri Sumarah, Umar Kayam juga menggambarkan bagaimana seorang istri Jawa seharusnya. Ini tampak dari nasihat Embah kepada Sri Sumarah untuk memasuki bahtera rumah tangga:

“Embahnya dalam bulan-bulan berikut memeprsiapkan cucunya dengan sebaik-baiknya. Persiapan bagi seorang gadis untuk menjadi seorang istri yang sempurna. Modelnya, Sembadra alias Lara Ireng, adik Kresna dan Baladewa, istri Arjuna, laki-laki dari segala laki-laki. Dialah istri yang sejati, patuh, sabar, mengerti akan kelemahan suami, mengagumi akan kekuatannya.”

“Bukannya kebetulan nDuk, namamu Sri Sumarah. Dari nama itu, kau diharap berlaku dan bersikap sumarah, pasrah, menyerah. Lho, itu tidak berarti lantas kau diam saja, nDuk. Menyerah di sini berarti mengerti dan terbuka tetapi tidak menolak. Mengerti, nDuk?”

Sifat pasrah, sumarah, di sini bukan sebuah ekspresi kepasifan karena pasrah berarti mengerti dan terbuka, namun tidak menolak. Jadi, di balik penampilan wanita Jawa yang kalem, patuh, dan sabar, tidak berarti ia bisa diperlakukan sekehendak hati suami. Istri mengerti kelemahan dan mengagumi kekuatan suami.

Dalam kehidupan perempuan Jawa sering kita dengar istilah masak, macak, manakyang artinya pandai memasak, pandai berdandan atau bersolek, dan bisa memberi keturunannya.

a. Masak

Wanita atau perempuan Jawa tidak sekadar membuat/mengolah makanan, melainkan memberi ‘nutrisi’ dalam rumah tangga sehingga tercipta keluarga yang ’sehat’. Dalam aktivitas memasak pula seorang wanita harus memiliki kemampuan meracik, menyatukan, dan mengkombinasikan berbagai bahan menjadi satu untuk menjadi sebuah ‘makanan’. Ini adalah wujud kasih sayang istri terhadap seluruh anggota keluarga.

b. Macak

Macakadalah bersolek atau berhias. Jangan dimaknai hanya sebagai aktivitas bersolek mempercantik diri. di dalamnya terkandung makna menghiasi atau memperindah ‘bangunan’ rumah tangga. Juga mempercantik batinnya supaya memiliki sifat yang lemah lembut, ikhlas, penyayang, sabar dan mau bekerja keras.

c. Manak

Manakartinya melahirkan anak. Tidak semata proses bekerja sama dengan suami dalam ‘membuat anak’, mengandung dan melahirkan seorang buah hati. Akan tetapi mengurus, mendidik, dan membentuk karakteristik seorang anak hingga menjadi manusia seutuhnya.
Menurut Ronggowarsito sedikitnya ada 3 watak perempuan yang jadi pertimbangan laki – laki ketika akan memilih, yaitu :

a. Watak Wedi, menyerah, pasrah, jangan suka mencela, membantah atau menolak pembicaraan. Lakukan perintah laki-laki dengan sepenuh hati

b. Watak Gemi, tidak boros akan nafkah yang diberikan. Banyak sedikit harus diterima dengan syukur. Menyimpan rahasia suami, tidak banyak berbicara yang tidak bermanfaat. Lebih lengkap lagi ada sebuah ungkapan, gemi nastiti ngati-ati. Kurang lebih artinya sama dengan penjelasan gemi diatas. Siapa laki-laki yang tidak mau mempunyai pasangan yang gemi?

c. Watak Gemati, penuh kasih, Menjaga apa yang disenangi suami lengkap dengan alat-alat kesenangannya seperti menyediakan makanan, minuman, serta segala tindakan. Mungkin karena hal ini, banyak perempuan jawa relatif bisa memasak. Betul semua bisa beli,tetapi hasil masakan sendiri adalah sebuah bentuk kasih sayang seorang perempuan di rumah untuk suami (keluarga).


1 komentar:

Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

Reply

Post a Comment