Peranan Wanita Jawa


Menurut KBBI, peran adalah ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan, keikutsertaan secara aktif atau partisipasi. Pengertian peran dalam wanita jawa disini adalah keikutsertaannya secara aktif sesuai adat istiadat jawa. Wanita berperan penting dalam budaya jawa khususnya pada adat istiadat yang dipergunakan oleh orang jawa.

a. Wanita Berperan sebagai Posisi Sentral

Dalam budaya jawa, ibu (wanita) menduduki posisi sentral. Meski perannya selalu di belakang layar dan tidak tampak, pengaruhnya sangat besar terhadap sekitarnya. Peran yang sangat besar dari wanita didukung oleh konsepsi-konsepsi praktis dari masyarakat jawa sendiri, seperti orang tua yang lebih memilih ikut anak wanita daripada anak laki-laki karena anak wanita lebih bisa ngrumati (merawat), aturan pembagian warisan dapat dirundingkan kembali jika ada yang tidak setuju, lebih mementingkan keselarasan dan menghindari konflik.

Walaupun aturan normatif jawa menunjukkan bahwa posisi wanita di bawah laki-laki (cenderung paternalistik). Misalnya dalam pengambilan keputusan keluarga anak laki-laki di beri kesempatan lebih besar untuk terlibat daripada anak perempuan (wanita), atau dalam pembagian warisan berlaku sistem sepikul segendongan (anak laki-laki mendapat sepertiga, anak wanita mendapat sepertiga yang diadopsi hukum islam). Namun dalam pertalian kekerabatan yang menggunakan hitungan baik yaitu dari garis keturunan bapak maupun ibu (bilateral) sehingga anak laki-laki dan wanita mendapat warisan yang sama.

b. Wanita berperan dalam keharmonisan dan kedekatan

Peran wanita jawa terutama ibu mendapatkan pemujaaan penuh dari orang-orang jawa. Niels Muder seorang sosiolog yang melakukan riset di jawa mengatakan bahwa sosok ibu sangat dekat dengan anak-anak, ramah, cahaya kehangatan dan hiburan, hadir untuk anak-anaknya dan menjadi pusat kehidupan mereka.

Sebagai simbol moralitas, kebajikan, pengorbanan diri, kesabaran dan tanggung jawab, wanita yang posisinya sebagi ibu memikul beban idealisasi yang juga menjadi alasan mengapa dirinya dihormati lebih dari segalanya. Pengalaman emosional dan kedekatan dengan ibu serta petuah-petuah moralnya meneguhkan dirinya menjadi figur dominan dalam kesadaran dan hati nurani anak-anaknya, dan menjadikannya wakil utama dari suara hati mereka.

Hal tersebut terjadi karena wanita adalah guru pertama bagi sang anak, sebelum dididik orang lain. Sejak ruh ditiupkan ke dalam Rahim, proses pendidikan sudah dimulai. Sebab mulai saat itu, anak telah mampu menangkap rangsangan-rangsangan yang diberikan oleh ibunya. Ia mampu mendengar dan merasakan apa yang dirasakan ibunya. Bila ibunya sedih dan cemas, ia pun merasakan demikian. Sebaliknya, bila ibunya merasa senang, ia pun turut merasa senang. Hingga anak itu lahir dan hingga anak itu tumbuh dewasa.

Oleh sebab itu mengabaikan atau melawan kebijakan ibu, menyakiti dengan alasan apapun, adalah sesuatu yang tak tergambarkan buruknya, yang bisa menyebabkan perasaan bersalah dan berakibat pada timbulnya rasa dosa. Dekat dengan ibu, setia padnya, menjadi sesutau ynag amat penting untuk menjaga kehormatan diri. Mengabaikan perasaan ibu, seperti melawan kehendaknya (kehendak yang positif) bahkan seandainya sang ibu tidak mengetahui perbuataanya akan mencederai dirinya dan akhirnya dapat merusak dirinya.

c. Wanita berperan dalam ketergantungan anak laki-laki

Dalam hal ketergantungan, biasanya anak laki-laki akan lebih banyak tergantungnya pada ibu dibandingkan anak perempuan atau wanita Ketergantungan adalah sesuatu yang normal, sepanjang individu tersebut masih mempunyai kesadaran atas status, identitas dan perannya. Namun karena lak-laki yang selalu dimanja menyebabkan laki-laki banyak bergantung pada wanita daripada wanita bergantung pada laki – laki. Hal tersebut menunjukan bahwa pengaruh ibu sangat besar pada jiwa anak laki-lakinya.

Kualitas hubungan anak kepada ibu menjadi penanda utama identitas, harga diri, dan sikap moral. Jika nantinya menikah sang ibu tampaknya masih akan dominan dalam kesadaran anak laki-laki, boleh jadi pengaruh ibu mengalahkan kehendak istrinya. Atau malah suami yang bersikap seperti anak sulung kepada istrinya yaitu menjadi semacam bayi tua. Dalam hati nurani individu yang bergantung pada orang lain, kesadaran pada ibu akan menjadi sangat penting. Bahkan sering seorang istri mengambil alih sosok ibu suaminya sebagai representasi suara hati atau menjadi sosok yang menempatkan diri sejajar dengan ibu.

d. Wanita jawa sebagai konco wingking dan garwa

Di kalangan masyarakat Jawa, perempuan dikenal dengan istilah konco wingking untuk menyebut istri, hal itu menunjukkan perempuan tempatnya bukan di depan sejajar dengan laki-laki, melainkan di belakang, di dapur karena dalam konsep budaya Jawa wilayah kegiatan istri adalah seputar dapur, sumur, dan kasur. Hal itu menunjukkan sempitnya ruang gerak dan pemikiran perempuan sehingga perempuan tidak memiliki cakrawala di luar tugas-tugas domestiknya.

Walaupun demikian, ikatan dan konsepsi wanita sebagai konco wingking berlaku sebagai kondisi sak prayoganipun (seyogyanya) atau ideal bagi budaya jawa. Tampaknya, ikatan aturan dan ikatan tersebut hanya berkembang dalam arena publik orang jawa. Jadi secara publik atau formal baik berdasarkan persepsi laki-laki ataupun wanita jawa sendiri, ide tentang wanita tetap “subordinat” atau derajat wanita dipandang lebih rendah daripada laki-laki.

Namun dalam praktik kehidupan sehari-hari yang berlaku adalah sakprayoganipun yaitu segala tindakan dilakukan dengan melihat situasi sehingga berlakunya tergantung pada keadaan. Selain itu terbuka lebar kemungkinan bagi setiap orang, termasuk wanita untuk memaknai konsep-konsep tersebut. Konco wingking misalnya menjadi orang yang berada di belakang itu tidak selalu lebih buruk, lebih rendah, dan kurang menentukan. Seperti halnya sutradara yang tidak pernah kelihatan dalam filmnya sendiri, tetapi ia yang menetukan siapa yang boleh bermain dan akan seperti apa jadinya film itu nanti.

Dalam kultur Jawa memang terdapat beberapa adat kebiasaan yang bersifat samar-samar dan mengutamakan ikatan paternal. Contohnya, aturan tentang pembagian harta perolehan bersama (gono-gini) pada saat perceraian. Dalam pembagian gono-gini tersebut diatur bahwa suami mendapat dua bagian sedangkan istri mendapat satu bagian. Contoh lainnya aturan tentang pembagian harta warisan. Dengan konsep sepikul segendongan maka anak laki-laki masing-masing akan memperoleh dua bagian. Sedangkan anak wanita mendapat satu bagian. Contoh lainnya lagi adat yang dinamakan pancer wali tentang perwalian nominal atas anak wanita oleh saudara laki-laki dari pihak bapak.




Post a Comment