Kedudukan Wanita Jawa


Dari gambaran mengenai peran dan kedudukan perempuan dalam sastra jawa yang dihasilkan raja dan pujangga keraton abad XVIII dan XIX diketahui bahwa peran dan kedudukan perempuan terbatas disektor domestik. Adapun kedudukan perempuan yang disebutkan dalam beberapa karya sastra jawa tersebut, antara lain sebagai berikut :

Sebagai hamba Tuhan

Perempuan jawa pada umumnya menganut agam islam, katolik, protestan, hindu dan budha. Adapun agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat termasuk perempuan dilingkungan keraton adalah agama islam yang tercampur dengan unsur-unsur ajaran hindu budha, animisme, dan dinamisme. Pengembangan kebudayaan jawa yang dimasuki unsur-unsur agama, terutama agama islam dilakukan oleh raja maupun pujangga. Melalui karya sastra, mereka menganjurkan agar laki-laki dan perempuan selalu bersyukur atas karunia Tuhan.

Sebagai anak atau menantu

Anak perempuan sebelum kawin memiliki kewajiban bekti(mengabdi) kepada orang tua. Setelah menikah pengabdian sebagai anak bertambah dengan wajib bekti kepada mertua. Selanjutnya dijelaskan pula alasan mengapa masing-masing perlu mendapatkan penghormatan dari anak. Disebutkan bahwa bapak/ibu adalah sebagai perantara anak lahir kedunia. Selain orang tua, mertua juga mempunyai andil dalam menciptakan kebahagian anak/menantu, karena melalui perantara mertua, perempuan mendapat suami yang dapat memberikan kebahagiaan.

Sebagai istri

Dalam sastra jawa banyak ditemukanajaran tentang tugas-tugas istri sebagai pendamping suami. Karena kedudukan istri ditempatkan sebagai pihak yang harus berbakti kepada suami. Dalam kedudukan sebagai istri, perempuan berada dalam posisi yang lebih rendah dari pada suami, sebab dalam konsep jawa istri harus memperlakukan suami seperti dewa yang dipuji, ditakuti , dan dihormati.

Sebagai ibu

Tugas perempuan dalam kedudukannya sebagai ibu tidak banyak disinggung dalam karya sastra jawa. Yang sering ditemukan dalam karya sastra jawa adalah hak ibu, termasuk bapak, untuk mendapat penghormatan dan kebaktian dari anak. Hak orang tua untuk dituruti perintahnya sangat besar, bahkan disamakan dengan raja karena kedudukan orang tua sebagai panutan (teladan) bagi anaknya sama dengan raja yang menjadi teladan bagi rakyatnya.




Post a Comment