Tantangan dan Hambatan Pluralisme

Tantangan dan Hambatan Pluralisme
Dalam mengajarkan gagasan ini mereka sering mengumpamakan agama dengan tiga orang buta yang menjelaskan tentang bentuk gajah. Ketiga orang buta itu diminta untuk memegang gajah, ada yang memegang telinganya, ada yang memegang kakinya, dan ada yang memegang belalainya. Setelah mereka semua memegang gajah, lalu mereka bercerita satu sama lain. Orang buta yang memegang belalai mengatakan bahwa gajah itu seperti pipa, yang memegang telinganya berkata bahwa gajah seperti kipas yang lebar dan kaku, dan yang memegang kaki mengatakan bahwa gajah seperti pohon besar yang kokoh.

Dengan berpijak pada cerita tersebut lalu mereka mengatakan bahwa semua agama pada dasarnya menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya berbeda-beda.
Bagi para penggiat pluralisme dari kalangan kaum muslimin mereka pun menyitir ayat-ayat yang mengandung gagasan pluralisme. Di antara ayat yang sering mereka sitir adalah: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); (al-Baqarah:256), “Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah:62).
Dengan kemampuan mereka memahami bahasa Arab yang cukup baik, mereka suka memelintir makna ayat sehingga kaum intelektual awam agama percaya kepada mereka. Mari kita perhatikan ayat 256 surat al-Baqarah, mereka menganggap tidak ada paksaan dalam beragama berarti pengakuan agama lain. Pemahaman demikian bukanlah pemahaman yang benar.
Untuk lebih memahami makna tidak ada paksaan ini satu ayat penuh harus difahami secara utuh. Lanjutan ayat tersebut adalah, “sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepadaThaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepadabuhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Jika ayat ini dibaca dengan tuntas maka akan jelas, tidak ada paksaan karena telah jelas yang benar dan yang salah, Islam itulah yang benar dan yang lainnya adalah salah. Masing-masing bebas memilih dengan resiko sendiri-sendiri.
Adapun kaum pluralis dalam memaksakan pemahamannya tak jarang memotong ayat tidak pada tempatnya sehingga seolah-olah benar padahal tidak benar.
Jika kita lihat ayat 62 surat al-Baqarah, sekilas memang ayat ini menjelaskan bahwa orang Yahudi jika tetap beriman dan beramal shaleh akan masuk surga. Orang Nasrani, orang Shabi’in, selama tetap beriman dan beramal shaleh ia akan masuk surga. Akan tetapi dalam memahami suatu ayat, para ulama telah menganjurkan agar menggunakan riwayat turunnya ayat, yang disebut dengan asbab nuzul. Adapun asbab nuzulnya ayat ini adalah: Salman al-Farisi, tatkala ia menceritakan kepada Nabi Saw kebaikan-kebaikan guru-gurunya dari golongan Nasrani dan Yahudi. Tatkala Salman selesai memuji para sahabatnya, Nabi saw bersabda, “Ya Salman, mereka termasuk ke dalam penduduk neraka.” Selanjutnya, Allah swt menurunkan ayat ini. Lalu hal ini menjadi keimanan orang-orang Yahudi yaitu, siapa saja yang berpegang teguh terhadap Taurat, serta perilaku Musa as hingga datangnya Isa as (maka ia selamat). Ketika Isa as telah diangkat menjadi Nabi, maka siapa saja yang tetap berpegang teguh kepada Taurat dan mengambil perilaku Musa as, namun tidak memeluk agama Isa as, dan tidak mau mengikuti Isa as, maka ia akan binasa. Demikian pula orang Nasrani. Siapa saja yang berpegang teguh kepada Injil dan syariatnya Isa as hingga datangnya Muhammad Saw, maka ia adalah orang mukmin yang amal perbuatannya diterima oleh Allah swt. Namun, setelah Muhammad Saw datang, siapa saja yang tidak mengikuti Nabi Muhammad Saw, dan tetap beribadah seperti perilakunya Isa as dan Injil, maka ia akan mengalami kebinasaan.”
Ibnu Katsir menyatakan, “Setelah ayat ini diturunkan, selanjutnya Allah Swt menurunkan surat, “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.”

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi. (Q.S. Al-Imron: 85)[13]

Ibnu ‘Abbas menyatakan, “Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada satupun jalan, agama, kepercayaan, ataupun perbuatan yang diterima di sisi Allah, kecuali jika jalan dan perbuatan itu berjalan sesuai dengan syari’atnya Muhammad Saw. Adapun, umat terdahulu sebelum nabi Muhammad diutus, maka selama mereka mengikuti ajaran nabi-nabi pada zamanya dengan konsisten, maka mereka mendapatkan petunjuk dan memperoleh jalan keselamatan.”
Ya, kaum pluralis itu mengambil satu ayat dengan mengabaikan ayat-ayat yang lain. Meraka abaikan ayat: “Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imron:19). “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85). Mereka abaikan pula ayat; “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknat Allahlah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (al-Taubah:30) “Sungguh telah kafir, mereka yang mengatakan, “Tuhan itu ialah Isa al-Masih putera Maryam.”(al-Maidah:72)
Seandainya ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam, berarti, tidak ada satupun orang yang dikatakan kafir. Tetapi alqur’an dengan sangat tegas menyebut orang ahli kitab yang tidak menerima Islam dengan sebutan kafir. Firman Allah: ”Sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruknya mahluk (al-Bayyinah:6)
Demikianlah, Islam sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme. Islam hanya mengakui adanya pluralitas agama dan keyakinan. Maknanya Islam hanya mengakui adanya agama dan keyakinan di luar agama Islam, serta mengakui adanya identitas agama-agama selain Islam. Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam. Mereka dibiarkan memeluk keyakinan dan agama mereka. Hanya saja, pengakuan Islam terhadap pluralitas agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga mengakui adanya kebenaran pada agama selain Islam. Islam tetap mengajarkan bahwa agama di luar Islam adalah kesesatan, meskipun diizinkan hidup berdampingan dengan Islam.
Akhirnya, pluralisme adalah paham sesat yang bertentangan dengan aqidah Islam. Islam mengajarkan keyakinan bahwa Islam sajalah agama yang benar, yang diridlai Allah. Orang yang masih mencari agama selain Islam, ia akan rugi, karena amalnya tidak diterima oleh Allah. Siapapun yang mengakui kebenaran agama selain Islam, atau menyakini bahwa orang Yahudi dan Nasrani masuk ke surga, maka dia telah mengingkari ayat-ayat alqur’an yang tegas dan jelas. Pengingkaran tersebut berakibat pada batalnya keislaman seseorang. Inilah tantangan dan hambatan yang dihadapi umat Islam saat ini, karena berada di era globalisasi.





Post a Comment