Pluralitas dan Pluralisme

Pluralitas dan Pluralisme
Pluralitas adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan kekhasan.[1] Karena itu pluralitas tidak dapat terwujud atau diadakan atau terbayangkan keberadaannya kecuali sebagai antitesis dan sebagai objek komparatif dari keseragaman dan kesatuan yang merangkum seluruh dimensinya. Tanpa adanya kesatuan yang mencakup seluruh segi, maka tidak dapat dibayangkan adanya kemajemukan, keunikan, dan kekhasan atau pluralitas itu.

Pluralitas mempunyai tingkatan-tingkatan yang ditentukan oleh faktor: “penyatu dan pengikat” yang menyatukan dan mengikat masing-masing dimensinya dalam satu kesatuan. Namun demikian, dalam kehidupan sosial keagamaan eramodern sekarang ini ditandai oleh semakin seringnya pertentangan dan bentrok kultural, sosial, etnis, dan agama yang melibatkan masyarakat sipil, seperti yang terjadi di Aceh, Maluku, Poso dan Ambon dan melibatkan militer seperti yang terjadi di Kasmir, Irlandia dan Irak. Hal ini menambah alasan betapa pentingnya untuk mengembangkan dan memperkaya intensitas saling tukar menukar pengetahuan atau dialog berbagai agama (aspek doktrin) dalam kehidupan sosial keagamaan.[2]
Sedangkan pluralisme ialah paham kemajemukan atau paham yang berorientasi kepada kemajemukan yang memiliki berbagai penerapan yang berbeda dalam filsafat agama, moral, hukum dan politik yang batas kolektifnya adalah pengakuan atas kemajemukan di depan keunggulan.[3] Pluralisme agama, yang berarti bahwa hakekat dan keselamatan bukanlah monopoli satu agama tertentu. Semua agama menyimpan hakekat yang mutlak dan sangat agung.[4]
Dengan kata lain, pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan hanya mentoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya.


[1] Katimin, Isu-isu Islam Kontemporer, (Bandung: Citapustaka Media, 2006), h. 213.
[2] Ibid, h. 213.
[3] Ibid, h. 216.
[4] Ibid, h. 216.



Post a Comment