Perkembangan Tasawuf Islam

Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Dimana dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, di sampiing menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Bahkan seperti diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai rasul Allah, beliau sering kali melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah.

Pada Waktu malam beliau sedikit sekali tidur, waktunya dihabislkan untuk bertawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak zikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terbuat dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma. Beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana daripada hidup bermewah-mewahan. Kehidupan Nabi semacam itu langsung ditiru oleh sahabatnya, Tabi’in dan turun-temurun sampai sekarang.

Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf mejadi dua arah perkembangan. Ada tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang begitu rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih mendalam. Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering disebut sebagai tasawuf salafi, tasawuf Akhlaqi, atau tasawuf Sunni. Tasawuf jenis ini banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasikan ke arah kedua disebut sebagai tasawuf Falsafi. Tasawuf jenis kedua banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof, di samping sebagai sufi.

Pembagian dua jenis tasawuf di atas didasarkan atas kecenderungan ajaran yang dikembangkan, yakni kecenderungan pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan pada pemikiran.

Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi (Akhlaqi)

Abad Kesatu dan Kedua Hijriyah

Disebut pula dengan fase asketisme (zuhud). Sikap asketisme (zuhud) ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Fase asketisme ini tumbuhh pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Pada Fase ini, terdapat individu-individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah. Mereka menjalankan konsepsi asketis dalam kehidupan, yaitu tidak mementingkan makanan, pakaian maupun tempat tinggal. Mereka lebih banyak beramal untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat, yang menyebabkan mereka lebih memusatkan diri pada jalur kehidupan dan tingkah laku asketis.

Abad Ketiga Hijriyah

Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang ketika itu, sehingga di tangan mereka, tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Pada abad ketiga terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu. Mereka membaginya menjadi 3 macam, yaitu:
  • Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa, yang mengonsentrasikan-kejiwaan manusia kepada Khaliqnya, sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat teratasi dengan baik. Inti tasawuf ini dijadikan dasar teori oleh psikiater zaman sekarang dalamm mengobati pasiennya.
  • Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak, yaitu di dalamnya terkandung petunjuk-petunjuk tentang cara berbuat baik serta cara menghindarkan keburukan, yang dilengkapi dengan riwayat dari kasus yang pernah dialami oleh para sahabat Nabi.
  • Tasawuf yang berintikan metafisika, yaitu di dalamnya, terkandung ajaran yang melukiskan hakikat Ilahi, yang merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang mutlak, serta melukiskan sifat-sifat Tuhan, yang menjadi alamat bagi orang-orang yang akan tajalli kepada-Nya.

Abad Keempat Hijriyah

Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan abad ketiga Hijriyah, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya, kota Bagdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar lainnya.
Sistem pengajaran tasawuf yang sering disebut tarekat, diberi nama yang sering dinisbatkan kepada nama penciptanya (gurunya), atau sering pula dinisbatkan kepada lahirnya kegiatan tarekat itu.
Ciri-ciri lain yang terdapat pada abad ini, ditandai dengan semakin kuatnya unsur filsafat yang mempengaruhi corak tasawuf, karena banyaknya buku filsabat yang tersebar dikalangan umat Islam dari hasil terjemahan orang-orang muslim sejak permulaan Dinasti Abbasiyah. Pada abad ini pula mulai dijelaskannya perbedaan ilmu zahir dan ilmu batin, yang dapat dibagi oleh ahli tasawuf menjadi empat macam, yaitu:
  • Ilmu Syariah
  • Ilmu Tariqoh
  • Ilmu Haqiqah
  • Ilmu Ma’rifah

Abad Kelima Hijaiyah

Tasawuf pada abad kelima Hijriyah cenderung mengadakan pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya ke landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, abad kelima Hijaiyah merupakan tonggak yang menentukan bagi kejayaan tasawuf salafi (akhlaqi), Pada abad tersebut, tasawuf salafi tersebar luas di kalangan dunia Islam.

Abad Keenam Hijriyah

Sejak abad keenam Hijriyah, sebagai akibat pengaruh kepriibadian Al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf Sunni semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Keadaan ini memberi peluang bagi munculnya para tokoh sufi yang mengembangkan tarekat-tarekat dalam rangka mendidik para muridnya.

Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi

Tasawuf Salafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal tuhan (makrifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketempat yang lebih tinggi bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Di dalam tasawuf filsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. Tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis, sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis sehingga daalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepakan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosof yang sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam.

Menurut Ibnu khaldun ada empat objek utama yang menjadi perhatian para sufi filosof, antara lain sebagai berikut:
  • Pertama, latihan rohanian dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul darinya.
  • Kedua, iluminasi atau hakikat yang tersikap dari alam ghaib, seperti sifat-sifat rabbani, arsy, malaikat, wahyu, kenabian, roh.
  • Ketiga, peristiwa dalam alam yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk keramatan atau keluarbiasaan.
  • Keempat, menciptakan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya dan menyetujuinya. 




sumber

Post a Comment