Contoh Surat Pengesahan Skripsi / Tugas Akhir

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga                                  FM-UINSK-BM-05-07/R0



PENGESAHAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR
Nomor: UIN.02/DT/PP. 009/…../2013

Skripsi/Tugas Akhir dengan judul:
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN AL-QIRÄ€’AH MELALUI METODE INDEX CARD MATCH KELAS VIII DI MTs MA’ARIF 2 GRABAG MAGELANG TAHUN AJARAN 2012-2013


Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Nama                                                 : Soraya Amrina Rosyada
NIM                                                  : 08420173
Telah dimunaqasyahkan pada           : Selasa 8 Oktober 2013
Nilai Munaqasyah                            : A/B
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga.

TIM MUNAQASYAH :
Ketua Sidang


Dr. Abdul Munip, M. Ag
NIP. 19730806 199703 1 003

Penguji I



Drs. Asrori Saud, MSI
NIP: 19530705 198203 1 005
Penguji II



Dr. H. Tulus Mustofa, Lc. M.A
NIP: 19590307 199503 1 002

Yogyakarta, ………………….
UIN Sunan Kalijaga
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
DEKAN



Prof. Dr. H. Hamruni, M.Si

NIP: 19590525 198503 1 005

Bedah Buku karya Prof. Faisal Ismail “Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama”


“Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama”

Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 
Dalam rangka mensyukuri kelahiran ke 64 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengadakan kegiatan Bedah Buku “Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama” yang berlangsung pada hari Senin, 28 September 2015, dimulai pada pukul 09.00 s/d 11.30.00 WIB, bertempat di Ruang Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jl. Marsda Adisucipto, Sleman, Yogyakarta. Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Penerbit Rosdakarya. 

Dituturkan oleh Ketua Panitia, Drs. Bambang Heru Nurwoto bahwa tujuan kegiatan bedah buku ini adalah sebuah salah satu upaya Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk lebih mendekatkan perpustakaan dengan para pemustakanya, lewat buku. Menurut Kepala Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Hj. Sri Rohyanti Zulaikha, M.Si menambahkan bahwa bentuk dari kegiatan ini adalah bedah buku dan diskusi oleh penulisnya, Prof. Dr. Faisal Ismail MA, Pembedah Ahmad Salehuddin, S.TH. I., MA dan akan dimoderatori oleh Dr. Anis Masruri, S. Ag, SIP., M.Si dengan dihadiri oleh mahasiswa, dosen dan seluruh civitas akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dipilihnya buku ini untuk dibedah salah satu alasannya adalah buku ini sangat unik karena ditulis oleh seorang akademisi dan praktisi, karena beliau adalah Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Direktur Program PAsca Sarjana serta pernah menempati posisi sebagai Kepala Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Sekjen dan Staf Ahli Menter Agama bidang Hukum dan HAM di Kemenag RI Jakarta.

Kegiatan Bedah Buku ini mencoba mengeksplorasi buku karya Prof. Dr. H. Faisal Ismail, MA, dimana buku ini terdiri dari lima bab, yang isinya antara lain adalah membahas bahwa Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi dan mengapresiasi keberagaman, kebinekaan dan pluralism. Islam menentang segala bentuk kekerasan dan terror yang dilakukan atas nama agama.



Definisi Himpunan


Himpunan adalah kumpulan benda atau objek-objek atau lambang-lambang yang mempunyai arti yang dapat didefinisikan dengan jelas mana yang merupakan anggota himpunan dan mana bukan anggota himpunan. Perhatikan objek yang berada di sekeliling kita, misal ada sekelompok mahasiswa yang sedang belajar di kelas A, setumpuk buku yang berada di atas meja belajar, sehimpunan kursi di dalam kelas A, sekawanan itik berbaris menuju sawah, sederetan mobil yang antri karena macet dan sebagainya, semuanya merupakan contoh himpunan dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kita amati semua objek yang berada disekeliling kita yang dijadikan contoh di atas, dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dibedakan mana anggota himpunan tersebut dan mana yang bukan.

Himpunan makanan yang lezat, himpunan gadis yang cantik dan himpunan bunga yang indah adalah contoh himpunan yang tidak dapat didefinisikan dengan jelas. Lezatnya makanan, cantiknya gadis dan indahnya bunga bagi setiap orang relatif. Lezatnya suatu hidangan bagi seseorang atau sekelompok orang belum tentu lezat bagi orang lain atau sekelompok orang lainya. Demikian juga indahnya sekuntum bunga bagi seseorang belum tentu indah bagi orang lain. Bagi A yang indah adalah mawar merah bagi B yang indah adalah melati. Jadi relatif bagi setiap orang. Benda atau objek yang termasuk dalam himpunan disebut anggota atau elemen atau unsur himpunan tersebut. Umumnya penulisan himpunan menggunakan huruf kapital A, B, C dan seterusnya, dan anggota himpunan ditulis dengan huruf kecil.

Macam Himpunan


1. Himpunan Kosong
Definisi : Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki satupun elemen atau himpunan dengan kardinalitas = 0 (nol) atau {}.

2. Himpunan Bagian
Definisi : Himpunan A dikatakan himpunan bagian (subset) dari himpunan B jika dan hanya jika setiap elemen A merupakan elemen dari B. Dalam hal ini, B dikatakan superset dari A.

3. Himpunan sama
Definisi : Himpunan A dikatakan sama dengan himpunan B jika dan hanya jika keduanya mempunyai elemen yang sama. Dengan kata lain, A sama dengan B jika A adalah himpunan bagian dari B dan B adalah himpunan bagian dari A. Jika tidak demikian, maka kita katakan A tidak sama dengan B.

Notasi : A = B <==> A ⊆ B dan B ⊆ A

Tiga hal yang perlu di catat dalam memeriksa kesamaan dua buah himpunan :
1. Urutan elemen di dalam himpunan tidak penting.
Jadi, {1,2,3} = {3,2,1 = {1,,3,2}
2. Pengulangan elemen tidak mempengaruhi kesamaan dua buah himpunan.
Jadi, {1,1,1,1} = {1,1} = {1}
3. Untuk tiga buah himpunan, A,B dan C berlaku aksioma berikut:

(a) A = A, B = B dan C = C
(b) Jika A = B, maka B = A
(c) Jika A = B dan B = C, maka A = C

Manfaat Belajar Himpunan dalam Kehidupan Sehari-hari


Membahas mengenai manfaat himpunan dalam kehidupan sehari-hari, mengingatkan kita yang mungkin sebagai guru atau orang tua saat ada pertanyaan yang terlontar dari anak dengan wajah polosnya. “Apa manfaat himpunan dalam kehidupan kita sehari-hari?” Mereka belum tahu betapa pentingnya himpunan yang merupakan dasar dari segala ilmu Matematika.

Dengan mempelajari himpunan, diharapkan kemampuan logika akan semakin terasah dan akan memacu kita agar kita mampu berpikir secara logis, karena dalam hidup, logika memiliki peran penting karena logika berkaitan dengan akal pikir. Banyak kegunaan logika antara lain:
  1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
  2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
  3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
  4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis.
  5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir, kekeliruan serta kesesatan.
  6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.

Contoh Penerapan Soal Himpunan


Contoh penerapan soal himpunan dalam kehidupan sehari-hari biasanya mengenai survey tentang sesuatu, mulai dari yang sederhana hingga ke yang agak luas cakupannya. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:

Survei yang di lakukan PT(ABC) mengenai kebiasaan mahasiswa dalam mengakses informasi sbb :

400 orang mengakses informasi melalui koran
560 orang mengakses informasi melalui TV
340 orang mengakses informasi melalui internet
205 orang mengakses informasi melalui koran dan TV
175 orang mengakses informasi melalui TV dan Internet
160 orang mengakses informasi melalui koran dan internet
155 orang mengakses informasi melalui ketiganya

pertanyaan:
a. jika total mahasiswa perguruan tinggi 1100 berapa orang yang tidak mengakses dari ketiga nya?
b. berapa orang yang tidak mengakses informasi melalui 2 media saja?
c. berapa orang yang mengakses informasi melalui satu media saja?

Jawab :
Total mahasiswa n(S) = 1100
Koran n(K) = 400
TV n(TV) = 560
Internet n(I) = 340
(K ∩ TV) = 205
(K ∩ I) = 160
(TV ∩ I) = 175
(K ∩ TV ∩ I) = 155
(K 915 = 400 + 560 + 340 – 205 – 160 – 175 + 155

Cara penyelesaian yang mudah bisa dilakukan dengan menggambar diagram venn terlebih dulu, seperti gambar di bawah ini :

  • Buat diagram ven, berupa persegi untuk himpunan semesta S
  • Di dalamnya buat tiga lingkaran yang saling beririsan dan beri nama K, TV dan I.
  • Pada irisan ketiga lingkaran K ∩ TV ∩ I, tulis 155
  • Pada irisan K ∩ TV dikurangi K ∩ TV ∩ I, tulis 205 - 155 = 50
  • Pada irisan K ∩ I dikurangi K ∩ TV ∩ I, tulis 160 - 155 = 5
  • Pada irisan TV ∩ I dikurangi K ∩ TV ∩ I, tulis 175 - 155 = 20
  • Pada lingkaran K dikurangi irisan, tulis 400 - (50 + 5 + 155) = 150
  • Pada lingkaran TV dikurangi irisan, tulis 560 - (50 + 20 + 155) = 335
  • Pada lingkaran I dikurangi irisan, tulis 340 - (5 + 20 + 155) = 150
  • Pada bagian luar lingkaran, tulis 1100 - (150 + 335 + 160 + 50 + 20 + 5 + 155) = 225

Dari penyelesaian diatas, jawaban dapat disimpulkan seperti di bawah ini :
1. Yang tidak mengakses ketiga media --> 225 orang
cara : 1100 - (150 + 335 + 160 + 50 + 20 + 5 + 155) = 225
2. Yang mengakses melalui dua media --> 75 orang
cara : 50 + 20 + 5 = 75
3. Yang mengakses melalui satu media --> 645 orang
4. cara : 150 + 335 + 160 = 645

Syarat lulus bagi peserta ujian adalah nilai Bahasa Inggris dan Matematika harus lebih dari 4,5. Dari 50 siswa peserta ujian terdapat 15 siswa yang nilai Bahasa Inggrisnya kurang dari 4,5. Dan terdapat 20 siswa yang mendapatkan nilai Matematika dan Bahasa Inggrisnya lebih dari 4,5.Jika banyaknya siswa yang tidak lulus ada 8 orang, tentukan:

Data yang diketahui:
  • Banyaknya siswa (S) = 50 = n(S)
  • Tidak lulus bahasa inggris (TI) = 15 = n(TI)
  • Tidak lulus bahasa inggris dan matenatika = 8 = n(TI∩TM)
  • Siswa yang lulus = 20 = n(TI U TM)’
Jawab:
n(TI U TM) = n(S) - n(TI UTM)’
= 50 – 8
= 7
n(TI∩TM) = n(TI) + n(TM) - n(TI U TM)
8 = 15 + n(TM) – 30
38 = 15 + n(TM)
n(TM) = 23
n(TM) - n(TI∩TM) = 23 – 8
n(TM) saja = 15
n(TI) - n(TI∩TM) = 15 – 8
n(TI) saja = 7
n(TI U TM)’ + n(TI) = 20 + 7
n(TM)' = 27
n(TI U TM)’ + n(TM) = 20 + 15
n(TI)' = 35

Keterangan: - Tidak lulus bahasa inggris = TI
- Tidak lulus matematika = TM

Persamaan Nerst


Walther Hermann Nernst adalah kimiawan Jerman yang menerapkan asas-asas termodinamika ke sel listrik. Dia menciptakan sebuah persamaan yang dikenal sebagai persamaan Nernst, yang menghubungkan voltase sel ke propertinya. Lepas dari Joseph Thomson, ia menjelaskan mengapa senyawa terionisasi dengan mudah dalam air. Penjelasan ini disebut aturan Nernst-Thomson yang menyatakan bahwa sulit halnya bagi ion yang ditangkap untuk menarik satu sama lain melalui insulasi molekul air, sehingga terdiosiasi.
Persamaan Nernst adalah persamaan yang melibatkan potensial sel sengan konsentrasi suatu reaksi. Reaksi oksidasi reduksi banyak yang dapat dilangsungkan pada kondisi tertentu untuk membangkitkan listrik. Dasarnya bahwa reaksi oksidasi reduksi itu harus berlangsung spontan di dalam larutan air jika bahan pengoksidasi dan pereduksi tidak sama. Dalam sel Galvani oksidasi diartikan sebagai dilepaskannya elektron oleh atom, molekul atau ion dan reduksi berarti diperolehnya elektron oleh partikel-partikel itu. Sebagai contoh reaksi oksidasi sederhana dan berlangsung spontan adalah bila lembar tipis zink dibenamkan dalam suatu larutan tembaga sulfat maka akan terjadi logam tembaga menyepuh pada lembaran zink dan lembaran zink lambat laun melarut dan dibebaskan energi panas. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Zn + CuSO4 → ZnSO4 + Cu
Reaksi yang sebenarnya adalah antara ion zink dengan tembaga yaitu :
Zn + Cu2+ → Zn2+ + Cu
Tiap atom zink kehilangan dua elektron dan tiap ion tembaga memperoleh dua elektron untuk menjadi sebuah atom tembaga.
Oksidasi : Zn → Zn2+ + 2e-
Reduksi : Cu2+ + 2e- → Cu
Sel yang mencapai kesetimbangan kimia dapat melakukan kerja listrik ketika reaksi di dalamnya menggerakkan elektron-elektron melalui sirkuit luar. Kerja yang dapat dipenuhi oleh transfer elektron tertentu bergantung pada beda potensial antara kedua elektron. Perbedaan potensial ini disebut potensial sel dan diukur dalam volt (V). Jika potensial sel besar maka sejumlah elektron tertentu yang berjalan antara kedua elekroda dapat melakukan kerja listrik yang besar. Sebaliknya, jika potensial sel kecil maka elektron dalam jumlah yang sama hanya dapat melakukan sedikit kerja.
Sel yang reaksinya ada dalam kesetimbangan tidak dapat melakukan kerja dan sel demikian memiliki potensial sel sebesar nol. Pada sel konsentrasi digunakan dua electrode yang sama namun konsentrasi larutannya yang berbeda. Electrode dalam larutan pekat merupakan katode (tempat terjadinya reaksi reduksi) sedangkan electrode dalam larutan encer merupakan anode (tempat terjadinya reaksi oksidasi).
Pada persamaan Nernst, K bukanlah suatu tetapan kesetimbangan Karena larutan-larutan yang diperkirakan adalah pada konsentrasi-konsentrasi awal dan bukan konsentrasi kesetimbangan. Bila suatu sel volta telah mati atau terdiscas habis, barulah sistem itu berada dalam kesetimbangan. Pada kondisi ini Esel = 0 dan faktor K dalam persamaan Nernst setara dengan tetapan kesetimbangan.

Pancasila dalam Konteks Sosial Politik

Pancasila jika di pahami dalam konteks sosial politik maka perlu adanya penelaahan terhadap gejolak politik yang terjadi pasca perumusan dan pengesahannya sebagai dasar negara serta falsafah hidup bangsa. Pancasila inilah yang di implementasikan ke dalam sistem pemerintahan yang di terapkan dalam mengatur aspek kehidupan individu, berbangsa dan bernegara. Yang kini di sebut dengan demokrasi pancasila, demokrasi pancasila di berasal dari dua kata. “demokrasi” dan “Pancasila”. Demokrasi merupakan pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi di anggap oleh UNESCO sebagai sistem pemerintahan yang terbaik di karenakan rakyat turut serta dalam mempengaruhi kebijakan yang di terapkan oleh pemerintah (1949), demokrasi dianggap sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang di perjuangkan oleh pendukung – pendukung yang berpengaruh. Istilah demokrasi telah sejak lama di perkenalkan oleh bangsa Yunani, berasal dari kata demos (rakyat) dan cratos (pemerintahan), yang berarti pemerintahan rakyat. Jadi secara etimologis, menurut Abraham Lincoln demokrasi merupakan pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Oleh karena kemustahilan untuk menampung keseluruhan aspirasi dari rakyat yang tidak terhitung jumlahnya, maka dipilihlah wakil – wakil sebagai representasi dari rakyat, yang mewakili rakyat dalam sistem pemerintahan yang nantinya menjadi penampung bagi aspirasi – aspirasi rakyat untuk kemudian di saring/filter, di konsolidasikan kemudian di terapkan dalam bentuk kebijakan publik. Kemudian dari konsep “mengikutsertakan” rakyat di dalam pelaksanaan pemerintahan inilah yang melahirkan bentuk pemerintahan seperti teori pembagian kekuasaan yang di cetuskan oleh Adam Smith (Trias Politica) yang membagi kekuasaan menjadi tiga, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Dalam memaknai demokrasi terdapat dua aspek, yaitu aspek formal dan aspek material. Demokrasi dalam artian formal di maksudkan untuk memandang demokrasi dalam wujud riil, misalnya adanya badan perwakilan rakyat, adanya sistem musyawarah, kemudian pengambilan suara terbanyak, dsb. Sedangkan dalam aspek material memandang demokrasi berkaitan dengan hak – hak demokrasi, nilai – nilainya, dsb.

Sedangkan demokrasi pancasila merupakan sistem yang di kembangkan di Indonesia menitik beratkan pada sistem pemerintahan rakyat yang berdasarkan pada Undang – Undang Dasar (UUD) ’45. UUD ’45 merupakan perwujudan dan penjabaran dari sila – sila yang terkandung di dalam Pancasila. Istilah demokrasi pancasila pertama kali tertuang di dalam TAP MPRS. NO. XXXVII/MPRS/1968 yaitu ketetapan tentang pedoman pelaksanaan demokrasi pancasila. Demokrasi pancasila perwujudannya bersumber dari dari pembukaan dan batang tubuh UUD ’45.

Bertolak dari pemahaman bahwasanya demokrasi yang di terapkan di Indonesia berdasarkan pancasila adalah di lihat dari sila ke-4, yaitu “kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sehingga dalam pelaksanaannya, demokrasi pancasila mengutamakan pada musyawarah, serta pengambilan suara terbanyak demi “kemaslahatan dan kesejahteraan” rakyat banyak. Sehingga otomatis kedaulatan/ kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum berada di tangan rakyat yang di integrasikan dan di laksanaan berdasarkan nilai – nilai pancasila.

Tetapi terlalu gegabah apabila dikatakan pancasila sebagai ideologi negara yang menjadi dasar penerapan sistem  “demokrasi” di Indonesia karena dalam prakteknya, pancasila dengan mudah terombang – ambing, di goyang ke kanan dan kiri, di tafsirkan dengan pemahaman tidak lebih hanya sebagai “alat” legitimasi kekuasaan, melanggengkan kepentingan, mengokohkan kedudukan rezim penguasa. Ia yang di agung – agungkan sebagai “ideologi”, dasar, serta falsafah hidup bangsa dan negara tidak lebih hanya sebagai slogan kosong yang di dengung – dengungkan tanpa ada implementasi yang nyata. Lihat saja ketika pada masa awal pergolakan politik di Indonesia pasca menjelang kemerdekaan. Ketika itu para founding fathers, termasuk Ir. Soekarno bermusyawarah untuk menentukan “kontrak bersama” yang di sebut dengan negara. Seperti yang di kutip dari sejarawan Ongokham dan Andi Achdian, pancasila tidak lebih hanya suatu kontrak sosial. Hal itu di tunjukkan salah satunya pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, Soekarno menyatakan : “Kita bersama – sama mencari weltanschauung yang kita semua setujui….” (quoted from: Ir.Soekarno 1 Juni 1945)

Dilihat dari pengertian secara politis, kalimat “Kita bersama – sama mencari weltenscahuung yang kita semua setujui” tidak lain dan tidak bukan adalah kontrak sosial. Sehingga penghapusan tujuh kata “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk – pemeluknya” di hapuskan di karenakan membutuhkan persetujuan semua pihak juga di karenakan memang adanya usaha – usaha yang di lakukan oleh kelompok Kristen timur yang di prakarsai oleh Latuharhary, Dr. Sam Ratulangi dan I Gusti Ketut Pudja untuk mengganti sila tersebut dengan dalih kaum Kristen merasa sakit hati dan tertekan apabila sila tersebut diterapkan, sehingga mereka sedari awal telah berusaha untuk melobby – lobby mulai dari golongan tua hingga golongan muda (mahasiswa) sehingga dengan liciknya mereka berhasil membuat Kasman Singodimejo untuk membujuk Ki Bagoes Hadikoesoemo untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut. Dan dikatakan, setiap malam Kasman Singodimejo selalu menangis menyesali apa yang telah ia perbuat, di karenakan ia tahu itu akan berdampak buruk yang sangat besar pada Indonesia kelak kedepannya. Dan itu terbukti sampai sekarang.

Kemudian bung Karno sendiri dalam pidatonya 1 Juni 1945 kerap kali menyebutkan weltanschauung  besar dunia seperti national-sozialistiche (Sosialis-Komunis) Jerman di bawah kekuasaan Adolf Hitler atau Lenin yang mendirikan negara Soviet di atas satu weltanschauung, yaitu Marxistische. Sehingga penjelasan – penjelasan Soekarno mengenai ideologi menggiring beberapa/sekelompok orang pada pemahaman bahwa Pancasila juga merupakan ideologi. Pemahaman tersebut menafikkan fakta bahwasanya Pancasila merupakan consensus, sejumlah prinsip yang di tawarkan, di negosiasikan, di konsolidasikan kemudian di ambil kesepakatan antara pihak – pihak yang terkait. Hal tersebut tidak berlaku pada sebuah Ideologi, karena ia merupakan seperangkat ide atau gagasan yang fundamental, merupakan seperangkat gagasan yang menjadi pondasi dasar bagi peraturan – peraturan yang berdiri diatasnya (Taqiyuddin Annabani). Ia bersifat rigid, tidak bisa dikompromikan dan dinegosiasikan. Ideologi bukanlah sesuatu yang mampu dikompromikan melainkan ia sesuatu yang harus di perjuangkan.

Yang kedua adalah, pancasila bisa di interpretasikan sekehendak orang yang memahaminya, sehingga sebuah keniscayaan apabila pancasila mudah di ombang – ambingkan, di giring ke kanan dan ke kiri sesuai dengan ideologi yang di emban serta kepentingan rezim yang berkuasa pada zamannya demi mengokohkan dan melanggengkan kekuasaannya. Mulai dari era Soekarno, Soeharto, BJ. Habibie, Megawati Soekarnopoetri, SBY, kemudian sekarang Jokowi, interpretasi pancasila menjadi semakin subyektif  dan kabur. Pada masa demokrasi terpimpin yaitu era dimana Ir.Soekarno menjabat sebagai presiden, arah sistem pemerintahan, politik, ekonomi, sosial budaya dsb di giring kearah sosialisme-komunisme. Kedekatan antara Presiden Soekarno dengan blok timur (Uni Soviet) yang berideologi sosialis-komunis memang tidak dapat dipungkiri. Sehingga “demokrasi terpimpin” yang disebut Soekarno sebagai pengejawantahan dari Pancasila secara normatif, tetapi pada hakikatnya bercorak sosialis-komunis. Di karenakan sistem pemerintahan bersifat sentralisasi/terpusat, kekuasaan mutlak terletak pada pemimpin negara, sama halnya dengan ideologi sosialis-komunis. Dan tidak heran pula PKI (Partai Komunis Indonesia) mampu melengang dengan leluasa, bahkan mampu mengikuti pemilu dan mendapatkan tempat kedua setelah Masyumi. Bak jamur yang tumbuh di waktu hujan, PKI seolah mendapatkan environment yang cocok bagi tumbuh-kembang mereka. Menggerogoti setiap sendi – sendi pemerintahan dan TNI, hingga berakhir dengan pemberontakan G30S PKI yang mengakibatkan trauma mendalam bagi rakyat Indonesia.


Masalah belum selesai ketika Indonesia memasuki zaman orde baru (orba). Masyarakat Indonesia memiliki pengharapan yang besar terhadap rezim baru ini. Mereka berharap rezim yang baru ini akan membawa angin perubahan dan mampu mengentaskan masalah yang dahulu di akibatkan oleh orde lama. Pada masa awal pelantikannya, usaha – usaha yang di lakukan Presiden Soeharto adalah merevitalisasi sistem pemerintahan dengan menumpas sosialisme-komunisme dari skala terkecil hingga yang terbesar. Sehingga terjadi revitalisasi versi “Soeharto” dengan interpretasi baru terhadap butir – butir pancasila dengan mendeligitimasi segala penafsiran Soekarno terhadap pancasila. Untuk itu dilakukan simposium guna membahas hal tersebut yang bertajuk “Simposium Kebangkitan Semangat 66: Mendjeladjah Traace Baru” yang diselenggarakan di Universitas Indonesia tgl 6-9 Mei 1966. Kemudian lebih jauh lagi, orba menjadikan pancasila sebagai satu – satunya asas dengan penerimaan secara bulat dan utuh tanpa adanya penafsiran yang lain/monointerpretasi. Dalam hal ini, orba telah menjadikan pancasila sebagai “ideologi” yang komprehensif dan memonopoli kebenaran. Sehingga tidak ada ruang bagi ideologi lain untuk berkembang bagi pancasila. Pancasila di jadikan asas tunggal (astung) bagi sistem politik kemasyarakatan. Apapun yang dirasa berseberangan dengan pancasila yang mereka sebut sebagai “ekstrem kiri/sosialis-komunis” dan “ekstrem kanan/ormas keagamaan” yang dianggap berpotensi membahayakan pancasila dan negara ditumpas habis. Kemudian dari sejak pendidikan dini (SD), SMP, SMA masyarakat telah didoktrin dengan di perkenalkan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) yang diwajibkan bagi seluruh elemen masyarakat. Tujuan orba untuk melaksanakan UUD ’45 dan Pancasila secara “murni dan konsekuen”  menjadikan pemerintah otoriter. Orba menjadi momok dan tragedi memilukan tatkala kita mengingat banyaknya korban yang dituduh dengan tanpa didasari bukti yang jelas, ditangkap tanpa melalui proses peradilan yang sesuai dengan hukum yang berlaku, diculik, disiksa dan dibunuh karena dianggap berseberangan dengan pancasila, belum lagi pemerintahan yang korup, krisis moneter (krismon) 1998, di jualnya asset-asset negara kepada pihak asing dsb. Dan kelanjutan daripada orba ini dapat kita simak pada masa reformasi sekarang ini. Berulang kali berganti rezim, sejarah berulang, bahkan lebih buruk. Pertanyaan yang kini seharusnya kita ajukan adalah, masihkah kita berharap kepada pancasila, lebih jauh lagi masihkah kita berharap kepada sistem demokrasi untuk membawa perubahan bagi Indonesia ?

Sejarah dan Peran Tokoh Islam dalam Perumusan Pancasila

Sejarah perumusan Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944, di depan Parlemen Tokyo.

Pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan kepadabangsa indonesia jika Jepang memenangkan peperangan. Janji itu diulangi lagi pada tanggal 1 Maret 1945 dengan tanpa syarat dan dijanjikan untuk membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.

BPUPKI dibentuk oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa) pada tanggal 29 April 1945. Susunan pengurus dan jumlah pengurus BPUPKI adalah :

Ketua             : Dr. Radjiman Wedyodiningrat
Ketua Muda    : Raden Panji Soeroso
Ketua Muda    : Ichibangase (anggota luar biasa, orang Jepang)
Anggota          : 60 orang tidak termasuk Ketua dan Ketua Muda.

Organisasi  ini mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 untuk merumuskan falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Selama tiga hari itu tiga orang, yaitu, Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, menyumbangkan pemikiran mereka bagi dasar negara Indonesia.

Usulan Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945)

Adapun lima dasar negara yang diusulkan Mr. Muh Yamin secara lisan dan tertulis. Usulan yang disampaikan secara lisan adalah sebagai berikut:
a)      Perikebangsaan
b)      Perikemanusiaan
c)      Periketuhanan
d)     Perikerakyatan
e)      Kesejahteraaan Rakyat

Usulan yang dikemukakan secara tertulis adalah :
a)      Ketuhanan Yang Maha Esa
b)      Kebangsaan persatuan Indonesia
c)      Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
d)     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
e)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Usulan Mr. Soepomo (31 Mei 1945)
Mr. Soepomo juga mengusulkan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut:
a)      Paham negara persatuan
b)      Perhubungan negara dan agama
c)      Sistem badan permusyawaratan
d)     Sosialisme negara
e)      Hubungan antarbangsa

Usulan Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
a)      Kebangsaan Indonesia
b)      Internasionalisme atau perikemanusiaan
c)      Mufakat atau demokrasi
d)     Kesejahteraan sosial
e)      Ketuhanan yang berkebudayaan

Pada akhir pidatonya Soekarno menambahkan bahwa kelima asas tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang disebut dengan Pancasila, diterima dengan baik oleh peserta sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pada sidang BPUPKI yang pertama ini juga dibentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 9 orang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, K.H. Wachid Hasjim, Mr. A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakar, Abikoesno Tjokrosoejoso, Agus salim, Mr. Achmad Soebarjo, dan Mr. Muhammad Yamin. Selanjutnya, karena anggotanya sembilan orang, Panitia Kecil ini juga disebut Panitia Sembilan.

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Kecil mengadakan rapat dengan tokoh-tokoh BPUPKI dan menghasilkan  Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Didalamnya terdapat rumusan dasar negara yang kelak akan menjadi dasar negara Republik Indonesia setelah mengalami perubahan tujuh kata dalam dasar yang pertama, yaitu:

a)      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b)      Kemanusiaan yang adil dan beradab
c)      Persatuan Indonesia
d)     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan
e)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah upacara proklamasi kemerdekaan, datang berberapa utusan dari wilayah Indonesia Bagian Timur. Berberapa utusan tersebut adalah sebagai berikut: Sam Ratulangi wakil dari Sulawesi, Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor wakil dari Kalimantan, I Gusti Ketut Pudja wakil dari Nusa Tenggara Latu Harhary wakil dari Maluku.

Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan sila pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Pada Sidang PPKI I, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu mengusulkan mengubah tujuh kata tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengubahan kalimat ini telah dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu Kasman Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Mereka menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan bangsa. Dan akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila pun ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.


Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar negara sampai sekarang.

Penghitung Volume Tabung | Pemrograman Sederhana dengan Dev C++

Source Code

#include <iostream>
using namespace std;
int main(){
float luas_alas, tinggi, jari, volume, diameter;
cout << "Program Sederhana Menghitung Volume Tabung"<<endl;
cout << "Masukkan lebar tabung   : ";
cin  >> diameter;
cout << "Masukkan tinggi tabung  : ";
cin  >> tinggi;

jari = diameter/2;
luas_alas = 22/7*jari*jari;
volume = luas_alas*tinggi;

cout << "===============================================\n";
cout << "Hasilnya adalah "<<volume<<endl;

system ("pause");
}

Screenshot


Membuat Program Sederhana Penghitung Volume Balok dengan Dev C++

Source Code

#include <iostream>
using namespace std;
int main(){
float lebar, panjang, tinggi, hitung;
cout << "Masukkan panjang balok  : ";
cin  >> panjang;
cout << "Masukkan lebar balok    : ";
cin  >> lebar;
cout << "Masukkan tinggi balok   : ";
cin  >> tinggi;

hitung = lebar*panjang*tinggi;

cout << "================================\n";
cout << lebar << " x " << panjang << " x " << tinggi << " = " << hitung << endl;
cout << "Jadi volume balok adalah "<<hitung<<endl;
return 0;
}

Screenshot


Haramnya Shalat Berjamaah Bersama Orang yang Bukan Mahram

Haramnya Shalat Berjamaah Bersama Orang yang Bukan Mahram
“Tanpa ada mahram yang mendampingi”

Syari’at merupakan perintah Allah bagi seluruh hamba-Nya dan haruslah ditaati, karena hal tersebut merupakan kewajiban bagi kita sebagai hamba-Nya. Syari’at bukanlah sinonim dari fiqih, karena syari’at lebih luas dari pada fiqih. Lapangan syari’at lebih luas dari lapangan fiqih, karena lapangan syari’at adalah apa yang tercakup dalam ilmu kalam (tauhid) dan ilmu fiqih, atau dalam bahasa lain fiqih adalah sebagian dari isi syari’at karena pengertian syari’at adalah keseluruhan agama, bukan hanya fiqih saja.[1] Syari’at merupakan perintah Allah yang berkaitan dengan perbuatan manusia atau dapat dikatakan norma-norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, dan bahkan manusia dengan alam semesta.
Syari’at juga membahas masalah shalat lima waktu dan shalat berjamaah dan hal ini termasuk salah satu norma-norma yang telah Allah tetapkan, dan itu haruslah  dilaksanakan, karena apa yang Allah wajibkan untuk para hamba-Nya harus dilaksanakan dan dosa adalah buah dari melalaikan perintah Allah.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang syari’at menegakkan shalat berjamaah bagi dua orang yang bukan muhrim. Syari’at menegakkan shalat lima waktu adalah wajib bagi para pemeluk agama Islam, namun dalam mengerjakan shalat tentu ada aturan-aturan yang terdapat didalamnya yang mana aturan-aturan itu telah Allah tetapkan dalam al-Qur’an dan itu merupakan syari’at yang disampaikan melalui Rasul-Nya untuk para hamba-Nya agar tidak ada kesesatan yang nyata dalam pengerjaannya. Dalam shalat berjamaah ada banyak perkara yang harus diperhatikan dan dipelajari lebih dalam.
Dalam kasus yang menjadi judul makalah ini misalnya, ada seseorang mengatakan bahwa shalat berjamaah itu haram jika seorang laki-laki mengimami wanita yang belum menjadi mahramnya. Maka dari itu penulis akan membahas masalah itu dengan berlandaskan dalil-dalil yang sahih agar tidak terdapat perdebatan yang tidak berkesudahan.
Melaksanakan shalat berjamaah tentu ada tata caranya beserta rukun-rukunnya, yang mana hal-hal tersebut harus kita pahami sehingga shalat kita dapat berjalan dengan baik dan khusyu. Namun sebelum kita membahas kasus ini, alangkah baiknya jika kita mengetahui lebih mendalam apa itu pengertian syari’at baik pengertian secara menurut bahasa maupun menurut istilah beserta definisi syari’at menurut para ulama.
Banyak sekali buku yang membahas pengertian syari’at, yang pada intinya mengandung makna atau arti yang sama, dan berikut ini beberapa pengertian syari’at yang dapat ditemukan dalam beberapa sumber tertulis:
Kata syari’at merupakan mashdar dari kata syar’ yang berarti sesuatu yang dibuka untuk mengambil yang ada didalamnya. Syari’at adalah perintah Allah yang berhubungan dengan perbuatan manusia.[2]
Syari’at semula mempunyai arti “jalan kepada sumber air” atau “lembah yang menurun menuju air”. Secara harfiah, kata syara’a berarti “ menggambar jalan yang jelas menuju kepada sumber air”. Dalam penggunaan yang bersifat keagamaan, kata ini berarti “jalan kehidupan yang baik” yakni nilai-nilai keagamaan yang dinyatakan secara fungsional dan dalam makna yang konkret, yang bertujuan mengarahkan perilaku kehidupan manusia.[3]
 Syari’at adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial, maupun hubungan manusia dengan mahluk lainnya didalam lingkungan hidupnya.[4]
Sedangkan menurut istilah yang dikemukakan para ahli, syari’at memiliki beberapa pengetian, yaitu:
Pertama, syari’at menurut Syaltut, adalah hukum-hukum dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah yang ditujukan bagi segenap hamba-Nya untuk diikuti.
Kedua, syari’at menurut Muhammad Sa’id ash-Ashmawi, pada awalnya berarti “jalan Allah” pengertian itu mencakup aturan-aturan hukum yang diwahyukan dalam al-Qur’an dan aturan-aturan yang termuat dalam Hadits, dan selanjutnya tafsir, pendapat, ijtihad, fatwa ulama, serta keputusan hakim.
Ketiga, syari’ah, menurut Yusuf al-Qardlawi, adalah hukum-hukum yang tetap yang disyari’atkan oleh Allah melalui dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah, dan hal-hal yang merupakan cabang darinya seperti ijma, qiyas, dan dalil-dalil lain.
Keempat, syari’ah, menurut ilmu Taimiyah, adalah konsep yang komprehensif yang mencakup kebenaran spiritual sufi, kebenaran rasional para filsuf dan teolog, dan hukum.
Kelima, syari’ah, menurut Amir syarifuddin, adalah hukum atau aturan hukum yang ditetapkan Allah yang menyangkut tingkah laku manusia.[5]
Dari beberapa pengertian dan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa syari’at adalah sekumpulan aturan atau ketentuan yang berisi perintah, larangan hukum (syari’at) yang ditetapkan Allah di dalam al-Qur’an dan dijelaskan oleh rasul-Nya untuk mengatur dan membina serta membatasi tindakan mukallaf untuk mencapai tujuan kehidupan yang baik sehingga jauh dari kerugian bahkan kesesatan di dunia dan juga kerugian di akhirat.
Setelah kita mengetahhui apa itu syari’at, maka sekarang kita akan membahas salah satu hal yang berkaitan dengan syari’at, yaitu tentang shalat. Shalat adalah kewajiban bagi umat muslim, shalat ada yang sunnah seperti shalat tarawih, shalat malam, shalat dhuha dan masih banyak lagi. Sedangkan  untuk shalat wajib, hanya ada lima atau yang biasa kita sebut shalat lima waktu. Dalam pengerjaan shalat wajib, alangkah baiknya jika dilakukan secara berjamaah, karena kita akan mendapat pahala berlipat ganda dibandingkan shalat wajib sendirian.
Dalam shalat berjamaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari rukun-rukunnya, tata caranya, dan juga keutamaannya. Karena shalat bukanlah perkara yang dapat dianggap sepele. Shalat adalah menjadi penghubung kita kepada Allah, shalat sudah menjadi sesuatu yang disyari’atkan oleh Allah kepada kita hamba-Nya melalui Rasul-Nya.
Namun dalam mengerjakan shalat berjamaah harus sesuai apa yang telah disyari’atkan dan jangan mengerjakan shalat di luar syari’at atau dapat dikatakan shalatnya tidak memiliki landasan pengetahuan tentang shalat berjamah. Seperti shalatnya laki-laki yang mengimami wanita yang bukan mahramnya. Karena Islam menegaskan diharamkannya bagi laki-laki berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahramnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits, Nabi SAW bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang wanita melainkan ketiganya adalah setan”. (HR Tirmidzi dan Ahmad). Dan dalam hadits yang lain Nabi SAW bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berkhalwat (berduaan) dengan wanita kecuali bersama mahramnya...” (HR Bukhori:3006,523, Muslim 1341, lihat Mausu’ah al-Manahi Asy-Syari’ah 2/102)
Oleh karena itu, jika shalatnya seorang wanita sebagai makmum di belakang seorang laki-laki yang bukan mahram menjadikan mereka berdua-duaan (khalwat), hukumnya tidak boleh karena ini menjadi sebab kepada sesuatu yang haram. Dan dalam kaidah fiqih dijelaskan sesuatu yang menyebabkan kepada yang haram maka hukumnya adalah haram. (as-Syarh al-Mumthi’, 4/25)
Dalam kitab, (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 4/277). Imam Nawawi menyatakan makruh hukumnya seorang laki-laki shalat dengan seorang wanita yang asing (bukan mahramnya) yang mana hal ini berlandaskan hadits Nabi SAW di atas. Lalu Imam Nawawi menegaskan yang dimaksud dengan makruh di sini adalah makruh tahrim (yaitu perkara yang diharamkkan dalam syariat dan dosa adalah konsekuensi yang akan didapat jika melakukannya, tapi berdasarkan dalil yang bersifat dzanni), yaitu jika laki-laki itu menjadi berdua-duaan dengan wanita tersebut.
Imam Nawawi melanjutkan, “Ulama mazhab Syafi’i mengataakan”, jika seorang laki-laki mengimami istri atau mahramnya dan berdua-duaan dengannya, hukumnya boleh karena ia dibolehkan berdua-duaan dengannya diluar waktu shalat. Sedangkan jika ia mengimami seorang wanita asing dan berdua-duaan dengannya maka itu diharamkan bagi laki-laki dan wanita tersebut berdasarkan hadits Nabi SAW, Ibnu Abbas RA pernah meriwayatkan, Ia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan perempuan kecuali disertai seorang mahram, dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama mahramnya.” Lalu, ada seorang laki-laki berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya termasuk yang terdaftar dalam perang ini dan itu, sedangkan istriku keluar untuk menunaikan ibadah haji.” Maka, Beliau bersabda, “Pergilah berhaji bersama istrimu.” (HR. Muttafaq alaih).[6]
Tetapi jika seorang laki-laki mengimami seorang wanita yang bukan mahramnya dengan ditemani seorang laki-laki lain atau mahramnya, maka hukumnya tidak jatuh haram. Hal ini dikarenakan di dalam shalat berjamaah tersebut telah terdapat mahram yang menyertainya.
Mengapa hal semacam ini diharamkan. Selain karena dalil yang telah tercantum di dalam hadits Nabi SAW, tentu masih ada alasan lain, yaitu menghindari fitnah. Sekalipun dalam kondisi ibadah, kita diperintahkan untuk meknghindari segala macam bentuk fitnah. Tak terkecuali fitnah syahwat. Untuk itu alangkah baiknya jika seseorang ingin melakukan shalat berjamaah didampingi oleh mahramnya dan jangan berdua-duaan.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa, syari’at merupakan ketentuan hukum Allah yang pasti dan harus ditaati yang mana syari’at yang telah Allah tetapkan itu terdapat di dalam al-Qur’an. Termasuk juga syari’at-Nya mengenai perintah shalat yang menjadi kewajiban bagi hamba-hambaa-Nya.
            Beberapa hal yang telah dijelaskan di atas terdapat beberapa alasan ulama tentang mengapa mengimami shalat berjamaah seorang wanita yang bukan mahram itu haram. Seperti landasana Imam Syafi’i yang menilai haramnya shalat berjamaah semacam ini adalah karena adanya larangan untuk berduaan bagi laki-laki terhadap wanita yang bukan mahramnya.
Hukum haram dijatuhkan karena adanya kondisi berdua-duaan, yang mana hal itu terlarang secara syariat, sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat al-Israa’, (17: 32)  yang artinya: “Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah sesuatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”. Islam menutup rapat-rapat segala macam hal yang dapat menghantarkan seorang hamba kepada perbuatan yang keji, dan berdua-duaan bersama seseorang yang bukan muhrim adalah salah satu jalan itu dan harus dihindari baik dengan cara apapun.
Dalam shalat terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, karena jika shalat yang dikerjakan tidak sesuai apa yang telah disyari’atkan, maka kemungkinan besar ibadah kita yaitu shalat kita tidak akan diterima oleh Allah.
Shalat berjamaah yang dijatuhi hukum makruh tahrim adalah karena seorang laki-laki mengimami seoarang wanita yang bukan mahramnya. Sebenarnya hal semacam itu dapat dihindari dengan cara mengajak atau mengikut sertakan seorang mahram dalam shalat berjamaah.

Ali, Zainuddin. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar                 Grafika, 2006
Baits, Ammi Nur. Shalat Jamaah Berdua dengan Wanita yang Bukan Mahram, Diakses 05 September 2015, pukul 17.50 WIB. http://www.konsultasisyariah.com/shalat-jamaah-berdua-dengan-wanita-yang-bukan-mahram-hukumnya-haram/
Bahri, Syamsul. Metodologi Hukum Islam. Yogyakarta: Teras, 2008
Dahlan, Muhammad. Epistemologi Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009
Hanafi, Ahmad. Pengantar Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1984



[1] Ahmad Hanafi, Pengantar Sejarah Hukum Islam  (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal 10
[2] Syamsul Bahri, Metodologi Hukum Islam (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 79
[3] Muhammad Dahlan, Epistemologi Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal 84
[4] Zainuddin Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal 3
[5] Ibid., hal 85
[6] Ammi Nur Baits, Shalat Jamaah Berdua dengan Wanita yang Bukan Mahram, http://www.konsultasisyariah.com/shalat-jamaah-berdua-dengan-wanita-yang-bukan-mahram-hukumnya-haram/. Diakses 05 September 2015, pukul 17.50 WIB.

Oleh: Agus Hardiyanto
Nim : 14820061