PENGALAMAN ROHANI (FANA’, BAQA’, HULUL, DAN ITTIHAD)

PENGALAMAN ROHANI
(FANA’, BAQA’, HULUL, DAN ITTIHAD)


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak dan Tasawuf
Dosen Pengampu: Ibu Masturiyah




Disusun oleh,
Ardi Setiawan                 15650054;
Hasan Ma’ruf                15650031;
Fikri Wibowo                  15650044;
Annisa Solehatul J.         15650043.




JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Akhlak Tasawuf merupakan disiplin ilmu murni dalam Islam. Akhlak dan Tasawuf mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebelum bertasawuf, seseorang harus berakhlak sehingga bisa dikatakan bahwasanya At tashawwufu nihayatul akhlaq sedangkan al-akhlaqu bidayatut tashawwuf. Dalam tasawuf, digunakan pendekatan suprarasional yaitu dengan intuisi / wijdan. Intuisi di sini maksudnya adalah mengosongkan diri dari dosa. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Fana’, Baqa’, Hulul, dan Ittihad  yang merupakan salah satu komponen dari akhlak tasawuf.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan dari pembahasan makalah ini adalah,
1.      Apa pengertian Fana’, Baqa’, Hulul, dan Ittihad?
2.      Bagaimana pengalaman rohani Fana’, Baqa’, Hulul, dan Ittihad?

C.      Tujuan
1.      Dapat mengetahui pengertian Fana’, Baqa’, Hulul, dan Ittihad?
2.      Mengetahui pengalaman rohani Fana’, Baqa’, Hulul, dan Ittihad?

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Fana’
Dari segi bahasa Al-Fana’ berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana’ berbeda dengan Al-Fasad (rusak). Fana artinya tidak tampak sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain. Dalam hubungan ini Ibn Sina ketika membedakan antara benda-benda yang bersifat samawiyah dan benda –benda yang bersifat alam, mengatakan bahwa keberadaan benda alam itu atas dasar permulaannya, bukan atas dasar perubahan bentuk yang satu kepada bentuk yang lainnya, dan hilangnya benda alam itu dengan cara fana, bukan cara rusak!
Adapun artinya fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain, fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat yang tercela.
Dalam pada itu Mustafa Zahri mengatakan bahwa yang dimaksud fana adalah lenyapnya indrawi atau kebasyariahan, yakin sifat sebagai manusia biasa yang suka pada syahwat dan hawa nafsu. Orang yang telah diliputi hakikat ketuhanan, sehingga tiada lagi melihat daripada alam baharu, alam rupa dan alam wujud ini, maka dikatakan ia telah fana dari alam cipta atau dari alam makhluk. Selain itu fana juga dapat berarti hilangnya sifat-sifat buruk (maksiat) lahir batin.
B.      Tingkatan-Tingkatan Fana dan Hikmahnya

1.      Tingkat I. Fana Fi af-alillah |Fana pada tingkat pertama ini, seseorang telah mulai dalam situasi dimana akal pikiran mulai tidak berjalan lagi, melainkan terjadi sebagai “ilham” tiba-tibaNur Ilahy terbit dalam hati sanubari muhadara atau kehadiran hati beserta Allah dalam situasi mana, gerak dan diam telah lenyap menjadi gerak dan diamnya Allah.
2.      Tingkat II. Fana Fissifat |Fana pada tingkat II ini, seseorang mulai dalam situasi putusnya diri dari Alma Indrawi dan mulai lenyapnya segala sifat kebendaan, artinya dalam situasi menafikan diri dan meng-isbatkan sifat Allah, memfanakan sifat-sifat diri kedalam kebaqaan Allah yang mempunyai sifat sempurna.
3.      Tingkat III. Fana Fil-Asma | Fana pada tingkat III ini, seseorang telah dalam situasi fananya segala sifat-sifat keinsanannya. Lenyap dari Alam wujud yang gelap ini, masuk ke dalam Alam ghaib atau yang penuh dengan Nur Cahaya.
4.      Tingkat IV. Fana Fizzat | Fana pada tingkat IV ini, seorang telah beroleh perasaan bathin pada suatu keadaan yang tak berisi, tiada lagi kanan dan kiri, tiada lagi muka dan belakang, tiada lagi atas dan bawah, pada ruang yang tak terbatas tidak bertepi. Dia telah lenyap dari dirinya sama sekali, dalam keadaan mana hanya dalam kebaqaan Allah semata-mata. Dapat disimpulkan bahwa segala-galanya telah hancur lebur, kecuali wujud yang mutlak.
C.      Hubungan Fana’ dan Baqa’
Sebagai akibat dari Fana’ adalah Baqa’. Secara harfiah baqa berarti kekal, sedang menurut yang dimaksud para sufi, baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana) sifat-sifat basyariah, maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah. Dalam istilah tasawuf, fana dan baqa datang beriringan, sebagai mana dinyatakan oleh para ahli tasawuf :
“Apabila tampaklah nur kebaqaan, maka fanalah yang tiada, dan baqa’-lah yang kekal”
Tasawuf itu ialah mereka Fana’ dari dirinya dan Baqa’ dengan tuhannya, karena kehadiran hati mereka bersama Allah.
التصوف فانون عن انفسسهم و باقون بربهم بحضور قلوبهم مع الله
Tasawuf itu adalah mereka Fana’ dari dirinya, dan Baqa’ dengan Tuhannya, karena kehadiran hati mereka bersama Allah.[1]
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa yang dimaksud dengan Fana’ adalah lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak yang tercela, kebodohan dan perbuatan maksiat dari diri manusia. Sedangkan baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat. Untuk mencapai baqa ini perlu dilakukan usaha-usaha seperti bertobat, berzikir, beribadah, dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji.
Selanjutnya fana yang dicari oleh orang sufi adalah penghancuran diri (Al-Fana ‘an Al-Nafs), yaitu hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Menurut al-Qusyairi, fana yang dimaksud adalah:
“Fana seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan tentang makhluk lain itu, sebenarnya dirinya tetap ada dan demikian pula makhluk lain ada, tetapi ia tak sadar lagi pada mereka dan pada dirinya”.
Kalau seorang sufi telah mencapai Al-Fana’ Al-Nafs, yaitu kalau wujud jasmaniah tak ada lagi (dalam arti tak disadarinya lagi), maka yang akan tinggal ialah wujud rohaniah. Menurut Harun Nasution, kelihatannya persatuan dengan Tuhan ini terjadi langsung setelah tercapainya Al-Fana’ Al-Nafs. Tak ubahnya dengan Fana’ yang terjadi ketika hilangnya kejahilan, maksiat dan kelakuan buruk di atas. Dengan hancurnya hal-hal ini yang langsung tinggal (baqa) ialah pengetahuan, takwa dan kelakuan baik.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa yang dituju dengan Fana’ dan Baqa’ ini adalah mencapai persatuan secara rohaniah dan batiniah dengan Tuhan, sehingga yang didasari hanya Tuhan dalam dirinya.
Adapun kedudukannya adalah merupakan hal, karena hal yang demikian tidak terjadi terus-menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana merupakan keadaan di mana seorang hanya menyadari kehadiran tuhan dalam dirinya, dan kelihatan lebih merupakan alat jembatan atau maqam menuju Ittihad (penyatuan rohani dengan tuhan).
D.     Ittihad
Berbicara Fana’ dan Baqa’ ini erat hubungannya dengan Al-Ittihad, yakni penyatuan batin atau rohaniah dengan Tuhan, karena tujuan dari Fana’ dan Baqa’ itu sendiri adalah Ittihad itu. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat Mustafa Zahri yang mengatakan bahwa Fana’ dan Baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan pembicaraan paham Ittihad. Dalam ajaran Ittihad sebagai salah satu metode tasawuf sebagaimana dikatakan oleh Al-Badawi, yang dilihat hanya satu wujud sungguhpun sebenar-benarnya yang ada dua wujud yang berpisah dari yang lain karena yang dilihat dan yang dirasakan hanya satu wujud, maka dalam Ittihad ini bisa terjadi pertukaran peranan antara yang mencintai (manusia) dengan yang dicintai (Tuhan) atau tegasnya antara sufi dan Tuhan.
Dalam situasi Ittihad yang demikian itu, seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu dengan kata-kata: “Hai Aku”.
Dengan demikian jika seorang sufi mengatakan misalnya “maha suci aku”, maka yang dimaksud aku di situ bukanlah sufi sendiri, tetapi sufi yang telah bersatu batin dan rohaninya dengan Tuhan, melalui Fana’ dan Baqa’.
E.      Tokoh yang Mengembangkan Fana’
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami disebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana’ dan baqa. Nama kecinya adalah Thaifur. Nama beliau sangat istimewa dalam hati kaum sufi seluruhnya. Ketika Abu Yazid telah Fana’ dan mencapai Baqa’ maka dari mulutnya keluarlah kata-kata yang ganjil, yang jika tidak hati-hati memahami akan menimbulkan kesan seolah-olah Abu Yazid mengaku dirinya sebagai Tuhan padahal sesungguhnya ia tetap manusia  biasa, yaitu manusia yang mengalami pengalaman batin bersatu dengan tuhan. Di antara ucapan ganjilnya ialah; “tidak ada tuhan melainkan saya. Sembahlah saya, amat sucilah saya, alangkah besarnya kuasaku.” Selanjutnya Abu Yazid Mengatakan “Tidak ada tuhan selain aku, maka sembahlah aku, Maha Suci Aku, Maha Besar Aku.”
Selanjutnya diceritakan bahwa: seseorang lewat di rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu. Abu Yazid bertanya: “siapa yang engkau cari?” Jawabnya: “Abu Yazid”. Lalu Abu Yazid mengatakan: “pergilah”. Di rumah ini tidak ada kecuali Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi. “Ucapan yang keluar dari mulut abu Yazid itu, bukanlah kata-katanya sendiri tetapi kata-kata itu diucapkannya melalui diri Tuhan dalam Ittihad yang dicapainya dengan Tuhan. Dengan demikian sebenarnya Abu Yazid tidak mengaku dirinya sebagai Tuhan.
F.      Fana’, Baqa’, dan Ittihad dalam Pandangan Al-Qur’an dan Ulama
Fana’ dan Baqa’ merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan firman Allah surat Al-kahfi ayat 10 yang berbunyi:
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.”( Q. S. Al-Kahfi, 18: 110).
Paham Ittihad ini juga dapat dipahami dari keadaan ketika Nabi Musa ingin melihat Allah. Musa berkata: “Ya Tuhan, bagaimana supaya aku sampai kepada-Mu?” Tuhan berfirman: Tinggalah dirimu (lenyapkanlah dirimu) baru kamu kemari (bersatu).
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah swt. telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniah atau batiniah, yang caranya antara lain dengan beramal Shaleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk (Fana’), meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana’ dan Baqa, hal ini juga dapat dipahami dari isyarat ayat di bawah ini:
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S. Al-Rahman: 26-27).
Dalam pandangan ulama’ lain, seperti Ibnu Taimiyyah, ia menentang paham Hulul dan Ittihad, yang terjadi pada waktu Fana’, pada waktu lenyap dan hanyut dalam keadaan tidak sadar diri, disebabkan cinta pada Allah, sebagaimana golongan yang menamakan dirinya ahli hakikat, dalam islam hal demikian dianggap kufur, menurut Ibnu Taimiyah. Paham mengenai bentuk penyatuan atau mencintai Tuhanya seringkali mengundang berbagai pendapat hadir di alamnya, di antaranya, untuk mewujudkan wujud itu hanya satu dan bersatu antara khalik dan makhluk, namun bukan seperti paham yang di bawa oleh Ibnu Taimiyyah, menurutnya bersatu dengan Tuhan itu dalam arti tujuan dan keindahan, seperti mencintai apa yang dicintai Tuhan, membenci apa yang dibenci Tuhan, jadi Hulul atau Ittihad dapat bersatu dzatnya dengan Tuhan. Menurut Ibnu Taimiyyah memang ada perkataan Hulul yang dapat diterima pengertiannya oleh ahli sunah, jika dimaksudkan, ketinggalan bekas dan sari dalam hati seseorang sesudah ia mengetahui, jika sari ilmu itu kemudian berbekas pada lidahnya, maka hati itu menjadi baik, dan jika kemudian berbekas pada anggotanya, maka hal itu menjadi lebih baik, seorang mukmin yang percaya kepada Tuhannya dengan hati dan anggota badanya, iman itu berkumpul pada hatinya sebagai ilmu dan sebagai Ikhwal, membenarkan dengan hati, mentaati dengan hati, dengan demikian menjadi satu perkataan, lidahnya dengan amal anggota badanya, maka lalu terjadilah hulul, membenarkan adanya Allah, menyerahkan diri pada Allah, itu merupakan pandangan dari Ibnu Taimiyyah. Mungkin pandangan ini berbeda dengan yang lain, karena wajar saja, mereka memahami dari sisi yang berbeda pula, namun apa pun bentuk dan pandangan dari paham ini, yang jelas adalah salah satu  bentuk kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya, bentuk pengagungan atas nikmat yang telah diberikan-Nya.[2]
Kemudian di sisi lain Kaum mutakallimin menganggap bahwa fana’ adalah proses menghilangnya sifat syai, sedang baqa’ adalah keabadian sifat-sifat tertentu, Dalam pengertian lain dijelaskan pula bahwa pengertian fana’ adalah, meninggal dan musnah, dan baqa’ berarti hidup dan selamanya[3]. Mustafa Zahri berpendapat bahwa yang dimaksud Fana’ adalah lenyapnya indrawi atau kebasyariahan, yakni sifat sebagai manusia biasa yang suka pada syahwat dan hawa nafsu. Orang yang telah diliputi hakikat ketuhanan, sehingga tiada lagi melihat alam baharu, alam rupa dan alam wujud ini, maka ia akan dikatakan Fana’ dari alam cipta atau dari alam makhluk.[4]
G.     Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Hulul
Secara harfiah Hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui Fana’. Menurut keterangan Abu Nasr Al-Tusi dalam Al-Luma sebagai dikutip Harun Nasution, adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan dalam tubuh itu dilenyapkan.
Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, Ia hanya melihat diri-Nya sendiri. Allah melihat pada zatnya sendiri dan Ia pun cinta pada zatnya sendiri, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari banyaknya ini.
Al-hallaj berkesimpulan bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan (lahut) dan dalam diri Tuhan terdapat sifat ketuhanan (nasut). Jika sifat ketuhanan pada diri manusia menyatu dengan sifat kemanusian pada diri Tuhan maka terjadilah Hulul.
Berdasarkan uraian tersebut  di atas, maka Al-Hulu dapat dikatakan sebagai suatu tahap di mana manusia dan Tuhan menyatu secara Rohaniah. Dalam hal ini Hulul pada hakikatnya istilah lain dari Al-Ittihad sebagaimana telah disebutkan di atas.
            Tujuan dari hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma ke dalam diri insan (nasut) dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seseorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.
H.     Tokoh yang Mengembangkan Paham Al-Hulul
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tokoh yang mengembangkan paham Al-Hulul adalah Al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein Bin Mansur Al-Hallaj. Ia lahir tahun 244 H (858 M), di negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun ia sudah belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal bernama Sahl bin Ab-bashrah di Negri Ahwaz.
Dalam paham Al-Hulul yang dikemukakan Al-Hallaj tersebut ada dua hal yang dapat dicatat. Pertama, bahwa paham Al-Hulul merupakan pengembangan.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Fana’ adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses Fana’ dalam penghancuran diri untuk mencapai makrifat. Secara singkat, Fana’ adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji. Adapun tujuan Fana’ dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara rohaniah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Sedangkan kedudukan Fana’ dan Baqa merupakan hal. Dalam sejarah tasawuf, Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana’ dan Baqa adalah Abu Yazid al-Bustami. Ittihad adalah kondisi penyatuan hamba dengan tuhannya, setelah melalui peniadaan diri, penyaksian, penemuan zat dengan rasa kenikmatan yang luar biasa, maka ini juga yang disebut kebahagiaan yang tinggi atau kebahagiaan yang sempurna. Hulul diartikan sebagai penyatuan hamba dengan tuhannya, setelah zat-Nya melebur ke dalam tubuh hamba-Nya Wihdatu al-wujud yaitu kesatuan dari dua wujud yang berbeda yaitu wujud pencipta atau tuhan (al-khaliq)dan wujud ciptaan atau hamba (Al-Makhluq).

DAFTAR PUSTAKA
NATA, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Abu bakar, pengantar sejarah sufi dan tasawuf, solo, ramdhani, 1993, cet 7. Hlm 138-143
Khan shahib, Cakrawala Tasawuf, jakarta; rajawali, 1987, hlm 91
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/al-fana-al-baqa-al-ittihad.html, di akses pada tanggal 14 maret 2013, pukul 14:37
Abudin nata, Akhlak tasawuf, jakarta; PT raja grafindo persada, 2000,cet 3, hlm 233, dikutip dari mustafa zahri,kunci memahami ilmu tasawuf, surabaya; bina ilmu,1985, cet 1, hlm 234.





[1] Abudin nata, Akhlak tasawuf, jakarta; PT raja grafindo persada, 2000,cet 3, hlm 233, dikutip dari mustafa zahri,kunci memahami ilmu tasawuf, surabaya; bina ilmu,1985, cet 1, hlm 234.
[2] Abu bakar, pengantar sejarah sufi dan tasawuf, solo, ramdhani, 1993, cet 7. Hlm 138-143
[3] Khan shahib, Cakrawala Tasawuf, jakarta; rajawali, 1987, hlm 91
[4] http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/al-fana-al-baqa-al-ittihad.html, di akses pada tanggal 14 maret 2013, pukul 14:37

Bedah Buku karya Prof. Faisal Ismail “Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama”


“Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama”

Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 
Dalam rangka mensyukuri kelahiran ke 64 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengadakan kegiatan Bedah Buku “Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama” yang berlangsung pada hari Senin, 28 September 2015, dimulai pada pukul 09.00 s/d 11.30.00 WIB, bertempat di Ruang Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jl. Marsda Adisucipto, Sleman, Yogyakarta. Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Penerbit Rosdakarya. 

Dituturkan oleh Ketua Panitia, Drs. Bambang Heru Nurwoto bahwa tujuan kegiatan bedah buku ini adalah sebuah salah satu upaya Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk lebih mendekatkan perpustakaan dengan para pemustakanya, lewat buku. Menurut Kepala Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Hj. Sri Rohyanti Zulaikha, M.Si menambahkan bahwa bentuk dari kegiatan ini adalah bedah buku dan diskusi oleh penulisnya, Prof. Dr. Faisal Ismail MA, Pembedah Ahmad Salehuddin, S.TH. I., MA dan akan dimoderatori oleh Dr. Anis Masruri, S. Ag, SIP., M.Si dengan dihadiri oleh mahasiswa, dosen dan seluruh civitas akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dipilihnya buku ini untuk dibedah salah satu alasannya adalah buku ini sangat unik karena ditulis oleh seorang akademisi dan praktisi, karena beliau adalah Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Direktur Program PAsca Sarjana serta pernah menempati posisi sebagai Kepala Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Sekjen dan Staf Ahli Menter Agama bidang Hukum dan HAM di Kemenag RI Jakarta.

Kegiatan Bedah Buku ini mencoba mengeksplorasi buku karya Prof. Dr. H. Faisal Ismail, MA, dimana buku ini terdiri dari lima bab, yang isinya antara lain adalah membahas bahwa Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi dan mengapresiasi keberagaman, kebinekaan dan pluralism. Islam menentang segala bentuk kekerasan dan terror yang dilakukan atas nama agama.



Download Makalah Perkembangan Teknologi Informatika

HAKIKAT PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


Setiap negara di dunia ini mempunyai dasar negara yang dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pemerintah negara. Seperti Indonesia, Pancasila dijadikan sebagai dasar negara atau ideologi negara untuk mengatur penyelenggaraan negara. Hal tersebut sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 yang berbunyi : “Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara”

. Dengan demikian kedudukan pancasila sebagai dasar negara termaktub secara yuridis konstitusional dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan cita – cita hukum dan norma hukum yang menguasai hukum dasar negara RI dan dituangkan dalam pasal – pasal UUD 1945 dan diatur dalam peraturan perundangan.

Selain bersifat yuridis konstitusional, pancasila juga bersifat yuridis ketata negaraan yang artinya pancasila sebagai dasar negara, pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum. Artinya segala peraturan perundangan secara material harus berdasar dan bersumber pada pancasila. Apabila ada peraturan (termasuk di dalamnya UUD 1945) yang bertentangan dengan nilai – nilai luhur pancasila, maka sudah sepatutnya peraturan tersebut dicabut.

Berdasarkan uraian tersebut pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperatif atau memaksa, artinya mengikat dan memaksa setiap warga negara untuk tunduk kepada pancasila dan bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran harus ditindak sesuai hukum yang berlaku di Indonesia serta bagi pelanggar dikenakan sanksi – sanksi hukum.

Nilai – nilai luhur yang terkandung dalam pancasila memiliki sifat obyektif – subyektif. Sifat subyektif maksudnya pancasila merupakan hasil perenungan dan pemikiran bangsa Indonesia, sedangkan bersifat obyektif artinya nilai pancasila sesuai dengan kenyataan dan bersifat universal yang diterima oleh bangsa – bangsa beradab. Oleh karena memiliki nilai obyektif – universal dan diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia maka pancasila selalu dipertahankan sebagai dasar negara.

Jadi berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pancasila sebagai dasar negara memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga cita – cita para pendiri bangsa Indonesi dapat terwujud.
Bagi bangsa indonesia hakikat yang sesungguhnya dari pancasila adalah sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara. Kedua pengertian tersebut sudah selayaknya kita pahami akan hakikatnya. 

Selain dari pengertian tersebut, pancasila memiliki beberapa sebutan berbeda, seperti :
1. Pancasila sebagai jiwa negara,
2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa,
3. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum,dll.

Walaupun begitu, banyaknya sebutan untuk pancasila bukanlah merupakan suatu kesalahan atau pelanggaran melainkan dapat di jadikan sebagai suatu kekayaan akan makna dari pancasila bagi bangsa indonesia. Karena hal yang terpenting adalah perbedaan penyebutan itu tidak mengaburkan hakikat pancasila yang sesungguhnya yaitu sebagai dasar negara. Tetapi pengertian pancasila tidak dapat di tafsirkan oleh sembarangan orang karena akan dapat mengaturkan maknanya dan pada akhirnya merongrong dasar negara.



PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN TERTUTUP


Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka.
Ciri-ciri ideologi terbuka dan ideologi tertutup adalah:

a. Ideologi Terbuka
1. Merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat
2. Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
3. Hasil musyawarah dan konsesus masyarakat.
4. Bersifat dinamis dan reformasi.

b. Ideologi Tertutup
1. Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat,
2. Bukan berupa nilai dan cita-cita
3. Kepercayaan dan kesetian ideologis yang kaku
4. Terdiri atas tuntutan kongkrit dan operational yang diajukan secara mutlak 

Nilai - nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila sebagai ideologi terbuka: 
  • Nilai dasar, yaitu hakekat kelima sila pancasila
  • Nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya
  • Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengalaman yang bersipat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat,berbangsa dan bernegara.


PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA


a. Pancasila sebagai ideologi bangsa

Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia 
Berdasarkan Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan MPR tentang P4. Ditegaskan bahwa pancasila adalah dasar NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Pancasila sebagai ideologi negara

Pengertian ideologi-ideologi berasal dari bahasa yunani yaitu iden yang berarti melihat, atau idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan buah pikiran dan kata logi yang berarti ajaran, dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau science des ideas (Marsudi, 2001).

Puspowardoyo (1992) menyebutkan bahwa ideologi dapat di rumuskan sebagai kompleks pengetahuan dan nilai secara keseluruhan menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya, serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang dapat menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.

Menurut pendapat Harol H.Titus defenisi dari ideologi adalah suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik ekonomi filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematis tentang suatu cita-cita yang dijalankan oleh sekelompok atau lapisan masyarakat.

1. Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut :
  • Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan 
  • Mewujudkan suatu asaz kerohanian, pandangan-pandangan hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
2. Fungsi ideologi menurut pakar dibidangnya :
  • Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual (cahyono,1986).
  • Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua dengan generasi muda, (setiardja,2001).
  • Sebagai kekuatan yang mampu memberi semangat dan motivasi individu, masyarakat,dan bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan. (hidayat,2001).


PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


Pancasila dalam kedudukanya ini sering disebut sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah negara (Philosofische Gronslag) dari Negara, ideologi negara atau Statsidee, dalam pengertian ini pancasila merupakan dasar nilai serta untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain perkataan. 

Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggara Negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai pancasila. Maka pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat wilayah, beserta Negara.

Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pancasila mempunyai kekuatan mengingat secara hukum. 

Sebagai sumber dari segala hukum atau sumber tertib hukum Indonesia maka pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongritiskan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongritiskan atau dijabarkan dari UUD 1945 serta hukum positif lainya, kedudukan pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat dirincikan sebagai berikut:

Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran. Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrud) dari UUD 1945.

Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum yang tertulis maupun tidak tertulis). Mengandung norma yang mengharuskan undang-undang dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan golongan fungsional). Memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggara negara, karena masyarakat dan negara indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerohanian negara. Dasar formal kedudukan pancasila dasar Negara Republik Indonesia tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi sebagai berikut:” maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial seluruh rakyat indonesia”.

Pengertian kata” Dengan Berdasarkan Kepada” Hal ini secara yuridis memiliki makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir pembukaan UUD 1945 tidak tercantum kata ‘pancasila’ secara eksplisit namun anak kalimat “ dengan berdasar kepada” ini memiliki makna dasar negara adalah pancasila.

Hal ini didasarkan atas interpretasi historis sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istila pancasila. Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok pancasila adalah sebagai dasar Negara Republik Indonesia. 

Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, ketetapan No. XX/MPRS/1966. (Jo ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan ketetapan No. IX/MPR/1978). Dijelaskan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum indonesia yang ada pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta dari bangsa indonesia. Selanjutnya dikatakan bahwa cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa prikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawatan dari budi nurani manusia.

Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melaui sidang istimewa tahun 1998, mengembalikan kedudukan pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam Tap. No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi, meliputi berbagai bidang lain mendasarkan pada kenyataan aspirasi rakyat (Sila 1V) juga harus mendasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.



Dakwah dalam Keluarga


Menurut Nasir (2013), untuk membangun keluarga dakwah, setidaknya ada tiga pilar penting yang harus tegak dalam suatu rumah tangga. Tiga pilar tersebut adalah pilar ibadah, pilar ilmu, dan pilar ekonomi. Kegitapilar tersebut harus terpenuhi agar terciptanya keluarga dakwah. 

Pilar pertama adalah pilar ibadah. Keluarga harus menjadi teladan dalam hal ibadah karena ibadah yang benar dan istiqomah merupakan kekuatan bagi para dai (orang yang berdakwah) dalam menjalankan misi dakwahnya. Bermula dari shalat lima waktu secara berjamaah di masjid bagi anggota keluarga pria, tepat waktu menunaikan zakat, membiasakan anggota keluarga untuk bersedekah, menghidupkan puasa sunnah kepada seluruh anggota keluarga, membudayakan zikir, doa, dan tilawah sebagai hiburan utama anggota keluarga.

Pilar yang kedua yaitu pilar ilmu. Ketika kita beribadah dan berdakwah haruslah didasari dengan ilmu. Ilmu yang paling penting diajarkan dalam rumah tangga adalah ilmu mengenal Allah dan jalan menuju Allah. Hal tersebut penting karena berdakwah mengajarkan orang lain kepada Allah dan jalan yang mengarah kepada-Nya. Di antara tanda keluarga yang akan menjadi keluarga dakwah adalah jika seisi rumah tangga diilhamkan kesenangan menuntut ilmu agama. Sebagaimana sabda Rosullullah SAW. “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi rumah tangga maka diberikan kecenderungan mempelajari agama, yang muda menghormati yang tua, dicukupkan rizkinya dalam kehidupan, sederhana dalam kehidupan, mampu melihat kekurangan, dan kemudian bertaubat. Jika Allah menghendaki yang sebaliknya maka dibiarkannya keluarga itu dalam kesesatan.” (HR Ad Dailami)

Pilar yang ketiga adalah pilar ekonomi. Banyak keluarga yang tercerai berai bahkan runtuh hanya karena alasan ekonomi yang tak tercukupi. Selain ibadah dan ilmu, bekal lain yang dibutuhkan oleh keluarga dakwah adalah kecukupan ekonomi demi kebutuhan fisik seluruh anggota keluarga. Kebutuhan di sini bukan hanya kebutuhan pokok keluarga, melainkan juga kemampuan untuk menabung demi menghadapi masa-masa sulit sehingga ketahanan keluarga secara lahir dan batin tetap terjaga. 

Sistem Otomasi Kantor (Office Automatic System)


Otomatisasi dalam bahasa Inggris disebut automation memiliki padanan kata mechanization dan computerization (Lernout & Hauspie Speech Products N.V., 1993). Automation memiliki dua makna yaitu;
  • the use of automatic equipment to save mental and manual labour (penggunaan peralatan otomatis untuk menghemat pikiran dan tenaga)
  • the automatic control of the manufacture of a product through its successive stages (kendali otomatis dalam pembuatan suatu produk dengan tahapan yang sistematis).
Mechanization yang memiliki kata kerja mechanize memiliki arti give a mechanical caracter to (menerapkan sistem mekanis), dan compurization dengan kata kerja computerize mengandung makna yaitu;
  • equip with a computer, install a computer in (menggunakan komputer)
  • store, perform, or produce by computer (menyimpan, melaksanakan, atau menghasilkan dengan komputer) (AND Complex for Windows, 1993).
Uraian definisi otomatisasi di atas, menunjukkan esensi makna otomatisasi yaitu proses penggunaan peralatan otomatis yang memiliki sistem kerja sistematis. Otomatisasi akan berdampak pada pengurangan penggunaan tenaga manusia, yang tentu saja akan menimbulkan masalah tersendiri dan akan kita bahas dalam sub bab yang akan datang.

Otomatisasi sangat berkaitan erat dengan mekanisasi dan komputerisasi. Hal ini mengisyaratkan bahwa otomatisasi berarti penggunaan alat-alat mekanis dan lebih khususnya komputer. Dengan kata lain, membahas otomatisasi berarti mengupas berbagai peralatan mekanis dan komputer, tentu saja dengan tetap memperhatikan relevansinya dengan objek yang diotomatisasi, dalam hal ini perkantoran. Terkait kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan (services) dalam perolehan, pencatatan, penyimpanan, penganalisaan, dan pengkomunikasian informasi. Cakupan aktivitas perkantoran meliputi kegiatan-kegiatan seperti pencatatan, pembuatan dan pengolahan naskah (word processing); penyajian/display, pengelompokan/sortir, dan kalkulasi data (spreadsheet); pengelolaan database; melakukan perjanjian, pertemuan, dan penjadwalan (appointment); presentasi; korespondensi; dokumentasi; dan sebagainya.

Otomatisasi perkantoran berarti pengalihan fungsi manual peralatan kantor yang banyak menggunakan tenaga manusia kepada fungsi-fungsi otomatis dengan menggunakan peralatan mekanis khususnya komputer. Waluyo (2000) menegaskan bahwa era otomatisasi perkantoran dimulai bersamaan dengan berkembangnya teknologi informasi, penggunaan perangkat komputer untuk keperluan perkantoran.

Otomatisasi penting dilakukan dalam upaya meraih efektivitas dan efisiensi proses/kegiatan perkantoran. Seiring dengan desakan global dan perkembangan teknologi informasi yang menuntut terselesaikan proses pengolahan informasi secara cepat dan akurat, kebutuahn peralihan metode dari manual ke otomatis sudah menjadi keniscayaan untuk segera dipenuhi. Namun, bukan berarti dengan serta merta meninggalkan seluruh proses manual dan memangkas tenaga kerja, sebab banyak aspek-aspek lain yang harus menjadi pertimbangan dalam melakukan otomatisasi

System otomasi kantor ini merupakan system komunikasi. Komunikasi dalam perusahaan dan kantor pada masa ini memanfaatkan jaringan computer untuk melakukan komunikasi satu sama lain melalui computer yang terkoneksi melalui jaringan tertentu. Dianatar system aplikasi ini adalah :

1. System Pemprosesan Kata(Word Processing System), yaitu system untuk mengirimkan pesan-pesan kepada pegawai-pegawai

2. Sistem Surat Elektronik(E-mail System), yaitu system untuk melakukan komunikasi secara langsung kepada staf lain sekalipun berbeda ruangan atau tempat.

3. Sistem Penjadwalan Depeartemen(Departement Scheduling System), yaitu system untuk melakukan penjadwalan pertemuan dan berbagai aktivitas dalam sebuah perusahaan.

4. Telepon Seluler(Celuler Phone), yaitu jasa pemakaina telepon yang bias digunakan dan dihubungkan dimanapun seseornag berada.

5. Sistem Peranta (Pager System), yaitu jasa pengiriman pesan singkat melalui operator tertentu.

Pengenalan Algoritma


Algoritma adalah urutan langkah langkah untuk memecahkan suatu masalah,algoritma juga didefinisikan sebagai urutan langkah langkah komputasi yang mentransformasikan data masukan menjadi keluaran. Dalam kehidupan sehari hari kita banyak menemukan langkah langkah pengerjaan sesuatu meskipun kita tidak menyebutnya sebagai algoritma:”Itu bukan algoritma,tapi cara melakukan sesuatu”. Contohnya resep membuat masakan(terdapat di tabloid,majalah, atau buku resp masakan ),panduan praktikum(terdapat di buku modul praktikum).
Contoh langkah langkah pengerjaan didalam resep makanan:
  1. Tuangkan satu gelas santan ke dalam wajan
  2. Masukan bumbu bumbu yang sudah dihaluskan,aduk hingga rata.
  3. Tambahkan garam,merica,dan kecap.
  4. Masak dengan api sedang sambil diaduk.
Meskipun kita tidak menyebutkan langkah langkah pengerjaan itu sebagai algoritma,tetapi dalam konteks ini langkah diatas adalah algoritma.Dari contoh diatas bisa dipahami bahwa sebuah algoritma mengerjakan sebuah proses.Secara umum,benda yang mengerjakan proses disebut pemroses. Pemroses melakukan suatu proses dengan melaksanakan atau mengeksekusi algoritma yang menjabarkan proses tersebut.

Algoritma Merupakan Jantung dan Ilmu Informatika


Algoritma adalah jantung ilmu komputer atau informatika. Banyak cabang ilmu komputer yang diacu dalam terminologi algoritma. Namun, jangan beranggapan algoritma selalu identik dengan ilmu komputer saja. Dalam kehidupan sehari-hari pun banyak terdapat proses yang dinyatakan dalam suatu algoritma. Cara-cara membuat kue atau masakan yang dinyatakan dalam suatu resep juga dapat disebut sebagai algoritma. Pada setiap resep selalu ada urutan langkah-lankah membuat masakan. Bila langkah-langkahnya tidak logis, tidak dapat dihasilkan masakan yang diinginkan. Ibu-ibu yang mencoba suatu resep masakan akan membaca satu per satu langkah-langkah pembuatannya lalu ia mengerjakan proses sesuai yang ia baca.

Secara umum, pihak (benda) yang mengerjakan proses disebut pemroses (processor). Pemroses tersebut dapat berupa manusia, komputer, robot atau alat-alat elektronik lainnya. Pemroses melakukan suatu proses dengan melaksanakan atau “mengeksekusi” algoritma yang menjabarkan proses tersebut. Melaksanakan Algoritma berarti mengerjakan langkah-langkah di dalam Algoritma. Pemroses mengerjakan proses sesuai dengan algoritma yang diberikan kepadanya. Juru masak membuat kue berdasarkan resep yang diberikan kepadanya, pianis memainkan lagu berdasarkan papan not balok. Karena itu suatu Algoritma harus dinyatakan dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh pemroses. Jadi suatu pemroses harus :

1. Mengerti setiap langkah dalam Algoritma

2. Mengerjakan operasi yang bersesuaian dengan langkah tersebut.

Cara Penyebaran Virus


Virus layaknya virus biologi harus memiliki media untuk dapat menyebar,virus computer dapat menyebar keberbagai komputer/mesin lainnya juga melalui berbagai cara, diantaranya:
  • Disket, media storage R/W : Media penyimpanan eksternal dapat menjadi sasaran empuk bagi virus untuk dijadikan media. Baik sebagai tempat menetap ataupun sebagai media penyebarannya. Media yang bias melakukan operasi R/W (read dan Write) sangat memungkinkan untuk ditumpangi virus dan dijadikan sebagai media penyebaran.
  • Jaringan ( LAN, WAN,dsb) : Hubungan antara beberapa computer secara langsung sangat memungkinkan suatu virus ikut berpindah saat terjadi pertukaran/pengeksekusian file/program yang mengandung virus.
  • WWW (internet) : Sangat mungkin suatu situs sengaja di tanamkan suatu ‘virus’ yang akan menginfeksi komputer-komputer yang mengaksesnya.
  • Software yang Freeware, Shareware atau bahkan Bajakan : Banyak sekali virus yang sengaja di tanamkan dalam suatu program yang di sebarluaskan baik secara gratis, atau trial version yang tentunya sudah tertanam virus didalamnya.
  • Attachment pada Email, transferring file : Hampir semua jenis penyebaran virus akhir-akhir ini menggunakan email attachment dikarenakan semua pemakai jasa internet pastilah menggunakan email untuk berkomunikasi, file-file ini sengaja dibuat mencolok/menarik perhatian, bahkan seringkali memiliki ekstensi ganda pada penamaan filenya.

Keamanan Data

Semakin beragamnya media penyimpanan data saat ini masih belum bisa mencapai tingkat keamanan yang maksimal. Sistem pengaman yang didukung oleh software yang bisa digunakan untuk mengamankan dan mengunci folder/file pun belum cukup karena peristiwa pencurian data masih saja terus terjadi. Pengguna komputer yang biasa menggunakan komputer ataupun jaringan internet sebagai penyimpanan data harus mempunyai proteksi data yang lebih tinggi.

“Black hat hacker merupakan salah satu hacker yang menggunakan kemampuan mereka untuk melakukan hal-hal yang dianggap melanggar hukum dan merusak. Salah satu kemampuannya adalah mengambil data/file yang sangat penting secara ilegal walaupun data tersebut dilindungi dengan sistem keamanan yang sangat canggih. Hacker ini adalah tipe peretas yang selalu digambarkan jahat dan sering menjadi berita di media massa karena ulah mereka. Kelompok ini disebut juga sebagai Cracker(sebutan untuk seseorang yang sangat menguasai komputer dan jaringan internet). ’’(Elcom,2011)

Dalam bukunya, (Madfrog, 2011) lemahnya perlindungan data yang ada pada server pemerintahan, sekolah-sekolah, institusi perguruan tinggi dan perusahaan kecil sangat mudah untuk dimasuki oleh para hacker. Dalam setiap menitnya sekitar seribu situs atau server pemerintahan yang bisa dimasuki oleh para hacker, bahkan server dinas pendidikan yang berisi mengenai soal-soal ujian nasional beserta kunci jawabannya dapat dimasuki oleh para hacker.

Begitu rentannya tingkat keamanan data yang ada pada server pemerintahan tidak bisa dianggap sebagai suatu hal yang sepele. “ dampak yang sebenarnya bisa terjadi adalah pencurian e-mail dan password secara besar-besaran. Salah satu Tim Macan (Tiger Team atau tim yang biasa melakukan pembobolan server secara legal karena mempunyai sertifikasi internasional) di Indonesia pun sudah mengklaim bahwa dalam satu malam bisa memperoleh user dan password sebanyak 500.000 akun.’’(M adfrog, 2011)

Cara Memperoleh dan Kehilangan Kewarganegaraan

Ada beberapa cara orang memperoleh status kewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraan. Cara memperoleh kewarganegaraan adalah:

Citizenship by birth, memperoleh kewarganegaraan karena kelahiran. Jadi setiap orang yang lahir diwilayah negara dianggap sah sebagai warga negara karena suatu negara menganut asas ius sanguinis.

1. Citizenship by descent, memperoleh kewarganegaraan karena keturunan. Jadi orang yang lahir diluar wilayah negara dianggap sebagai warga negara apabila orangtuanya adalah warga negara dari negara tersebut karena negaranya menganut asas ius sanguinis.

2. Citizenship by naturalization, pewarganegaraan orang asing atas kehendak sendiri atas permohonan menjadi warga negara suatu negara dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

3. Citizenship by registration, pewarganegaraan bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dianggap cukup dilakukan melalui prosedur asministrasi yang lebih sederhana dibandingkan naturalisasi.

4. Citizenship by incorporation of territory, proses kewarganegaraan karena terjadi perluasan wilayah negara.

Selanjutnya orang dapat kehilangan kewarganegaraan karena tiga kemungkinan/cara, yaitu:

1. Renunciation, tindakan sukarela seseorang untuk meninggalkan status kewarganegaraan yang diperoleh di dua negara atau lebih.

2. Termination, penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan hukum karena yang bersangkutan mendapat kewarganegaraan negara lain.

3. Deprivation, pencabutan secara paksa status kewarganegaraan karena yang bersangkutan dianggap telah melakukan kesalahan, pelanggaran atau terbukti tidak setia kepada negara berdasar undang-undang.

Penentuan Kewarganegaraan

Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis.

Asas ius adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau negara tempat dimana orang tersebut dilahirkan.Asas ius soli disebut juga asas daerah kelahiran. Sedang asas ius sanguinis ialah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut pertalian daerah atau keturunan dari orang yang bersangkutan.

Asas ius solidan asas ius sanguinis dianggap sebagai asas yang utama dalam menentukan status hukum kewarganegaraan. Pada sekarang ini umumnya negara menganut kedua asas tersebut secara simultan.

Negara-negara imigran yaitu negara yang sebagian besar warganya merupakan kaum pendatang atau cenderung didatangi orang asing, maka kecenderungannya menggunakan asas ius soli sebagai asas kewarganegaraannya. Adapun dasar pertimbangannya adalah negara menghendaki warga baru segera melebur diri sebagai warga negara di negara tersebut. Contoh: Amerika Serikat menerapkan asas ius soli , yaitu menentukan kewarganegaraan berdasarkan faktor tanah kelahiran.

Sebaliknya negara-negara emigran yaitu negara yang warganya cenderung keluar dari negara, maka kecenderungannya lebih menggunakan asas ius sanguinis. Penentuan asas kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap warga negara dapat menimbulkan masalah kewarganegaraan bagi seorang warga. Masalah kewarganegaraan tersebut adalah timbulnya apatride dan bipatride.

Apatride berasal dari kata a yang artinya tidak dan patride yang artinya kewarganegaraan. Jadi patride adalah orang-orang yang tidak memiliki kenegaraan. Apatride ini bisa dialami oleh orang yang dilahirkan dari orang tua yang negaranya menganut asas ius soli dinegara atau dalam wilayah negara yang menganut asas ius sanguinis. Kemudian Bipatride berasal dari kata bi yang artinya dua dan patride yang berarti kewarganegaraan. Jadi bipatride adalah orang-orang yang memiliki kewarganegaraan rangkap (ganda). Bipatride ini bisa dialami pada orang yang dilahirkan dari orang tua yang negaranya menganut asas ius sanguinis didalam wilayah negara yang menganut asas ius soli. Oleh negara asal orang tuanya orang itu dianggap sebagai warga negara karena ia adalah keturunan dari warga negaranya.