Tiga doa yang janganlah kau lupakan dalam sujud

1. Mintalah diwafatkan dalam keadaan husnul khotimah :
Allahumma inni as'aluka husnal khotimah
Artinya : " Ya Allah aku meminta kepada-MU husnul khotimah "

2. Mintalah agar kita diberikan kesempatan Taubat sebelum wafat :
Allahummarzuqni taubatan nasuha qoblal maut
Artinya: " Ya Allah berilah aku rezeki taubat nasuha (atau sebenar-benarnya taubat) sebelum wafat "

3. Mintalah agar hati kita ditetapkan di atas Agamanya :
Allahumma yaa muqollibal quluub tsabbit qolbi 'ala diinika
Artinya: " Ya Allah wahai sang pembolak balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-MU "

Kemudian saya sampaikan,
jika kau sebarkan perkataan ini, dan kau berniat baik denganya, maka semoga menjadikan mudah urusan urusanmu di dunia dan akhirat.

Lakukanlah kebaikan walau sekecil apapun itu, karena tidaklah kau ketahui amal kebaikan apakah yang dapat menghantarkanmu ke Surga Allah.

Sumber Dari: http://www.kumpulankonsultasi.com/2016/08/syeikh-bin-baza-tiga-doa-yang-janganlah-kau-lupakan-dalam-sujud.html#ixzz4PzoXbkT6

Musabaqoh Hifzhil Quran Se- Asia Tenggara

Kerjasama ;
1. Organisasi Tahfizh International Jeddah.
2. International Islamic Charity Organization Kuwait
3. Ikatan Pesantren Tahfizh Indonesia
4. Pesantren Tahfizh Daarul Quran.
Hotel Siti& Pesantren Tahfzh Daarul Quran Ketapang Cipondoh Tangerang
Kamis- Ahad, 19-22 Januari 2017

Diikuti oleh 40 Peserta dari 10. Negara
Indonesia,  Malaysia,  Brunei,  Singapura,  Timor Leste,  Thailand,  Myanmar,  Burma,  Vietnam
Persyaratan peserta musabaqoh :
1. Peserta melewati seleksi untuk mengikuti perlombaan.
2. Peserta hanya diperbolehkan mengikuti satu kategori saja
3. Peserta tidak diperkenankan mengganti kategori lomba yang telah ia pilih sebelumnya.
4. Peserta tidak boleh mengundurkan diri apabila telah sampai di negara/tempat lokasi diadakannya perlombaan.
5. Peserta berjenis kelamin laki-laki dengan usia  tidak lebih dari 25 tahun.
6. Peserta mengirim biodata
- Nama lengkap, tempat tanggal lahir
- Alamat lengkap
- No hp/wa/ email
- Lembaga bernaung sekarang atau individu.
7. Bersedia hadir di tempat seleksi yang ditetapkan panitia.

Pendaftaran Seleksi untuk Indonesia melalui  :
1. Email : mhqsoutheast.asia@gmail.com
2. Whatsapp : +62 82111 128 772

Batas terakhir pendaftaran 10 Desember 2016
Seleksi akan dilaksanan dari tgl 12 sd 22 December 2016. Di 5 Zona:
1.Sumatera
2.Jawa
3.Kalimantan
4.Sulawesi
5.Bali, Lombok, Nusa Tenggara
Katagori Lomba
1. Hafalan al - Quran 30 Juz berikut Matan Aljazariyah
2. Hafalan al- Quran 30 Juz berikut tilawah dan tajwid
3. Hafalan Al- Quran 20 Juz berikut tilawah dan Tajwid
4. Hafalan Al- Quran 10 Juz berikut tilawah dan tajwid

Hadiah Musabaqoh
1.Katagori Pertama
-Juara I USD 4000
-Juara II USD 1700
-Juara III USD 1400
2.Katagori Kedua
-Juara IUSD 4000
-Juara II USD 1700
-Juara IIIUSD 1400
3.Katagori Ketiga
-Juara I USD 1800
-Juara II USD 1400
-Juara II USD 1200
4.Katagori Keempat
-Juara IUSD 1500
-Juara IIUSD 1200
-Juara IIIUSD 1000

sebarkan kalau bermanfaat
barangkali ada sanak famili atau kerabat yg mau ikut

Tata Cara Pergaulan Remaja

Semua agama dan tradisi telah mengatur tata cara pergaulan remaja. Ajaran islam sebagai pedoman hidup umatnya, juga telah mengatur tata cara pergaulan remaja yang dilandasi nilai-nilai agama. Tata cara itu meliputi :

Mengucapkan Salam

Ucapan salam ketika bertemu dengan teman atau orang lain sesama muslim, ucapan salam adalah do’a. Berarti dengan ucapan salam kita telah mendoakan teman tersebut.

Meminta Izin

Meminta izin di sini dalam artian kita tidak boleh meremehkan hak-hak atau milik teman apabila kita hendak menggunakan barang milik teman maka kita harus meminta izin terlebih dahulu

Menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda

Remaja sebagai orang yang lebih muda sebaiknya menghormati yang lebih tua dan mengambil pelajaran dari hidup mereka. Selain itu, remaja juga harus menyayangi kepada adik yang lebih muda darinya, dan yang paling penting adalah memberikan tuntunan dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang benar dan penuh kasih sayang.

Bersikap santun dan tidak sombong

Dalam bergaul, penekanan perilaku yang baik sangat ditekankan agar teman bisa merasa nyaman berteman dengan kita. Kemudian sikap dasar remaja yang biasanya ingin terlihat lebih dari temannya sungguh tidak diterapkan dalam islam bahkan sombong merupakan sifat tercela yang dibenci Allah.

Berbicara dengan perkataan yang sopan

Islam mengajarkan bahwa bila kita berkata, utamakanlah perkataan yang bermanfaat, dengan suara yang lembut, dengan gaya yang wajar .

Tidak boleh saling menghina

Menghina / mengumpat hukumnya dilarang dalam islam sehingga dalam pergaulan sebaiknya hindari saling menghina di antara teman.

Tak boleh saling membenci dan iri hati

Rasa iri akan berdampak dapat berkembang menjadi kebencian yang pada akhirnya mengakibatkan putusnya hubungan baik di antara teman. Iri hati merupakan penyakit hati yang membuat hati kita dapat merasakan ketenangan serta merupakan sifat tercela baik di hadapan Allah dan manusia.

Mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat

Masa remaja sebaiknya dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat remaja harus membagi waktunya efisien mungkin, dengan cara membagi waktu menjadi 3 bagian yaitu : sepertiga untuk beribadah kepada Allah, sepertiga untuk dirinya dan sepertiga lagi untuk orang lain.

Mengajak untuk berbuat kebaikan

Orang yang memberi petunjuk kepada teman ke jalan yang benar akan mendapatkan pahala seperti teman yang melakukan kebaikan itu, dan ajakan untuk berbuat kebajikan merupakan suatu bentuk kasih sayang terhadap teman.



sumber

Menjauhi Perbuatan Zina

Pergaulan antara laki-laki dengan perempuan di perbolehkan sampai pada batas tidak membuka peluang terjadinya perbuatan dosa dan maksiat. Islam adalah agama yang menjaga kesucian, pergaulan di dalam islam adalah pergaulan yang dilandasi oleh nilai-nilai kesucian. Dalam pergaulan dengan lawan jenis harus dijaga jarak sehingga tidak ada kesempatan terjadinya kejahatan seksual yang pada gilirannya akan merusak bagi pelaku maupun bagi masyarakat umum. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman dalam Surat Al-Isra’ ayat 32:

“Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”

Dalam rangka menjaga kesucian pergaulan remaja agar terhindar dari perbuatan zina, islam telah membuat batasan-batasan sebagai berikut :

1. Laki-laki tidak boleh berdua-duaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Jika laki-laki dan perempuan di tempat sepi maka yang ketiga adalah syetan, mula-mula saling berpandangan, lalu berpegangan, dan akhirnya menjurus pada perzinaan, itu semua adalah bujuk rayu syetan.

2. Laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh bersentuhan secara fisik. Saling bersentuhan yang dilarang dalam islam adalah sentuhan yang disengaja dan disertai nafsu birahi. Tetapi bersentuhan yang tidak disengaja tanpa disertai nafsu birahi tidaklah dilarang.



sumber

Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis

Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.

Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.

Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.

Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.

Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.

Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan orang lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran, agar jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi melakukannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:

Artinya: . ‘ –
‘jadi janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zinaitu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)

Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi:

إِذَا أَحَبَّ اَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْ (رواه ابوداود والترميدى)

Artinya:
“Jika salah seorang di antara kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia membuktikannya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah, bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal ini pernah diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan oleh Abu Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda,

Yang artinya: “Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada manusia yang bukan nabi-nabi, bukan pula para syuhada’,tetapi sangat tinggi kedudukan di sisi Allah. Para sahabat bertanya: “Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah”:Nabi saw menjawab: “itulah orang yang saling mencintai (menyayangi), karena harta. Demi Allah, maka wajah mereka bersinar-sinar, tiada merasa kekuatan dikala mereka dalam keadaan ketakutan” (HR. Abu Daud).
Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat:

اَلاَ اِنَّ اَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ

Artinya:
“Ketahuilah, bahwa wali-wali (penolong) Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak merasa bersedih ‘. (Sumber. Khuluqul Muslim”, karangan Muhammad Al-Ghazali)

Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman seseorang Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah nyaris sempurna keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ الله وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّاسَوَاهُهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ فِى اللهِ وَيَبْغَضَ فِى الله وَاَنْ تُوْقَدُ نَارٌ عَظِيْمَةٌ فَيَقَعُ فِيْهَا اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَنْ يُسْرِكَ بِااللهِ سَيِّئًا (رواه مسلم)

Artinya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan merasakan lezat (manisnya) iman: “Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”. (HR. Muslim)

Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda:

إِذَادَعَا الرَّجُلُ لاَِخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ اْلمَلَكُ: وَلَكَ مِثْلُ ذَالِكَ (رواه مسلم)

Artinya:
“Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)

Takaful (saling bertanggung jawab)

Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” Rasulullah saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ بَيْنَ اْلمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضَهُ بَعْضًا (رواه البخاري)

Artinya:
“Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan, yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)

TASAMUH (Saling Toleransi)

Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi pergaulan yang lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi kekurangan masing-masing, sehingga tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan atau disakiti oleh teman bergaul lainnya.



sumber

Model Pergaulan Dalam Perspektif Islam

Allah Swt menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan.Sementara itu, islam adalah agama yang sempurna, yang di dalamnya di atur seluk-beluk kehidupan manusia, termasuk di antaranya adalah bagaimana pergaulan laki-laki dan perempuan. Dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, islam telah menetapkan adab dan etika cara bergaul. Adap pergaulan laki-laki dan perempuan memang di butuhkan oleh setiap manusia demi meraih ridho dan kecintaan allah Swt. Di samping itu, karena hubungan antar lawan jenis bisa menjadi perangkap setan yang berbahaya apabila batasan-batasan yang berlaku didalamna tidak dihiraukan.

Terutama bagi laki-laki dan perempuan yang telah beranjak dewasa, diperlukan batasan-batasan yang harus dipahami. Seorang muslim yang beriman tidak mncintai selain karna Allah Swt dan Rasul-Nya.
Dalam islam etika pergaulan laki-laki dan perempuan ada aturanna da nada batas-batasnya. Misalnya dalam perjalanan seorang perempuan dengan seorang laki-laki yang bukan muhrimna tidak dibolehkan, dan hukumna haram. Di sana harus diikuti oleh muhrimnya, untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini. Dan agar seorang perempuan tidak dicap namana jelek.Perempuan dianggap lebih rendah dari pada laki-laki.Dari sini muncul doktrin ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.Perempuan tidak cocok memegang kekuasaan ataupun memiliki kemampuan ang dimiliki laki-laki, dan dianggap tidak setara dengan laki-laki.Laki-laki harus memiliki dan mendominasi perempuan, menjadi pemimpinna, menentukan masa depanna dengan brtindak baik bagai ayah, saudara laki-laki ataupun suami.Artinya demi kepentingannyalah dia tunduk kepada jenis kelamin yang lebih unggul.Dengan dibatasi dirumah, didapur dianggap tidak mampu untuk mengambil keputusan di luar wilaahna.Akan ada malapetaka yang sangat besar, demikian dikatakan apabila ada perempuan yang menjadi penguasa.

Dalam kesetaraan status laki-laki dan perempuan, terbagi dalam dua hal yaitu: pertama, dalam pengertianna yang umum, ini berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua, orang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak ang setara dalam bidang social, ekonomi dan politik.Artinya keduanya harus memiliki hak yang setara dalam mengatur harta miliknya tanpa campur tangan orang lain, keduanya harus bebas memilih profesi atau cara hidup, dan keduanya harus setara dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan.

Dalam al-Quran dinyatakan bahwa kedua jenis kelamin ini memiliki asal-usul dari satu makhluk hidup yang sama makanya memiliki hak yang sama.

Secara ilmu fiqhnya antara laki-laki dan perempuan juga mempunyai perbdaan.Terutama dalam hal pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan, juga dalam hal hokum sebagai saksi dalam suatu persoalan.Di mana kekuatan hukum seorang perempuan tidak bisa disamakan dengan kekuatan hukum seorang laki-laki.Artinya perbandingan seorang perempuan menjadi saksi hukum dengan laki-laki adalah, satu banding dua.Yaitu seorang laki-laki dengan dua orang perempuan.

Adab pergaulan antara laki-laki perempuan berguna agar kaum Muslim tidak tersat di dunia sehingga mereka merugi di akhirat. Adab-adab tersebut antara lain sebagai berikut:

Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis

Allah berfirman:

“Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30)
”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 31)

Tidak berdua-duaan

Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan.

Tidak berbicara berduaan dengan orang lain

Seorang muslim yang memahami agama memiliki perasaan dan kesadaran. Dia menghormati perasaan orang lain dan tidak melukai mereka. Oleh karenanya, dia memakai cara-cara yang baik ketika berbicara kepada mereka, dan diantara cara-cara yang baik adalah tidak berbicara berduaan ketika ada orang yang ketiga.

Tidak menyentuh lawan jenis

Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)



sumber

HUBUNGAN PANCASILA DAN AGAMA ISLAM


Semua agama memiliki ajaran-ajaran yang menjadi patokan norma dan keutamaan-keutamaan moral bagi setiap penganutnya. Setiap agama mengajarkan kebaikan dan keadilan yang patut dijalankan oleh setiap anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika dikaji lebih dalam, semua ajaran dari setiap agama sebenarnya terangkum jelas dan tegas dalam kelima sila Pancasila. Antara Pancasila dan agama secara tidak langsung terdapat sebuah hubungan teologis-dogmatis yang mesti diterjemahkan dalam praksis hubungan antar agama.

Negara Indonesia sering disebut sebagai Negara Islam karena mayoritas masyarakatnya menganut ajaran Islam. Namun saat ini yang menjadi permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Ada ormas-ormas yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila tersebut. Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila dengan menjual nama Syariat Islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis.

Mengapa itu bisa terjadi? Banyak orang yang meragukan Pancasila, mereka berfikir Pancasila bertentangan dengan Agama Islam, maka berikut ulasannya:

Dalam ajaran Islam, semua aturan-aturan kehidupan didasarkan pada kitab yang Allah SWT. turunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yaitu al-Quran. Pengertian al-Quran itu sendiri adalah dasar hidup yang luas bagi segenap golongan dalam keragaman dan kesatuan. al-Quran itu merupakan induk dari semua sila yang memberikan banyak nilai hidup yang menghidupkan sedangkan Pancasila adalah suatu perumusan dari lima cita-kebajikan sebagai hasil permusyawaratan antara pemimpin-pemimpin kita dalam satu taraf perjuangan sembilan tahun yang lalu. Pancasila sebagai perumusan, tidak bertentangan dengan al-Quran kecuali kalau diisi dengan apa yang memang bertentangan dengan isi al-Quran itu.

Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Kami sebagai umat Muslim mengharapkan Pancasila dalam perjalanannya tidaklah akan diisi dengan ajaran yang menentang kepada al-Quran, wahyu Ilahi yang semenjak berabad-abad telah menjadi darah daging dari sebagian terbesar dari bangsa kita ini.

Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun. Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya. Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah dimungkinkan. Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun, karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas – minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

Sekarang di beberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan moral dan budaya maka diterapkanlah aturan tersebut. Sebagai contoh, kini di sebuah provinsi semua wanita harus menggunakan jilbab. Mungkin bagi sebagian kecil orang yang tinggal di Indonesia merupakan keindahan namun bagai mana dengan budaya yang selama ini telah ada? Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun artinya dilarang dipakai oleh putri daerah. Bukankah ini merupakan pengkhianatan terhadap kebinekaan bangsa Indonesia yang begituheterogen. Jika anda masih ragu, silakan lihat apa yang terjadi di Saudi Arabia dengan aliran Salafy Wahabinya. Tidak ada pemilu, tidak ada kesetaraan gender dan lihat betapa tersisihnya kaum wanita dan penganut agama minoritas di sana. Jika memang Anda cinta dengan Adat, Budaya dan Toleransi umat beragama di Indonesia dukung dan jagalah kesucian Pancasila sebagai Ideologi pemersatu bangsa.




Butir-butir Penghayatan Pancasila yang berhubungan dengan Ideologi Agama Islam


Penghayatan Pancasila yang berhubungan dengan Ideologi Agama Islam adalah terdapat pada sila pertama pada Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, berarti negara kita didasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara dan bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan. Negara kita mengakui adanya Tuhan. Pengakuan itu juga dapat dilihat pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Pada kalimat tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bangsa yang bertuhan, bangsa yang religius, bangsa yang beragama. Dalam kehidupan sehari-hari memang nampak bahwa bangsa kita kehidupan keagamaannya cukup mendalam.

Dari penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa butir-butir yang terdapat pada sila pertama adalah:
  • Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Pondok Pesantren Al Barokah



Sejarah

Pada tahun 1988, Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Al-Maghfurlah KH. Ali Maksum meminta kepada santrinya, KH. Rosim Al Fatih, Lc untuk pulang ke tanah air setelah 11 tahun memperdalam ilmu agama di Arab Saudi. Beliau meminta sang santri untuk menyebarkan syiar Islam di wilayah Kota Yogyakarta bagian utara. Beliau juga memberikan nama “Al-Barokah” untuk pondok pesantren yang akan dirintis oleh sang santri. Tidak lama kemudian, berdirilah lembaga pengajian dan pendidikan keagamaan yang berma lengkap Pondok Pesantren Al-Barokah.

Pada awalnya, Pondok Pesantren Al-Barokah hanya berupa rumah kontrakan sederhana yang menjadi tempat pengajian untuk anak sekitar pondok. Atas berkat rahmat Allah, Pondok Pesantren Al-Barokah kini telah memiliki 5 komplek putra, satu komplek putri sekaligus tempat tinggal pengasuh, dan satu ruang serba guna (Aula). Sementara untuk peningkatan kualitas pengajaran, terhitung mulai tahun 1997 telah dirintis Madrasah Diniyah Al-Barokah melalui sistem pengajian berjenjang dengan pengajar dari dalam dan luar pondok pesantren.

Dakwah di Masyarakat


Menurut Anas (2005), adanya globalisasi menyebabkan dalam satu global village (desa buana) yang mensyaratkan adanya desa-desa yang “dikotakan”. Seluruh pelosok dunia menjadi kota atau metropolis karena efek arus komunikasi dan informasi. Kemajuan komunikasi dan informasi menjadikan suatu desa menjadi kota tidak secara geografis, tetapi secara antropologis-kultural yang mana masyarakatnya menjadi berbudaya kota.

Hal tersebut mengakibatkan pergeseran bahkan perubahan pemahaman dan persepsi masyarakat terhadap agama. Pada masyarakat Agraris, agama dipahami sebagai sumber moral, etika dan norma hidup serta menjadi motif dari seluruh gerakan. Namun sekarang, sumber dan motif tersebut dikacaukan oleh modernisasi dan industrialisasi. Saat ini, agama hanya dijadikan alat instrumen kehidupan, alat legitimasi dari apa yang diperbuat serta alat justifikasi kepentingan pribadi dan kelompok. Melihat kenyataan tersebut, seorang dai harus memiliki visi dan strategi pemahaman keagamaan di masa kini dan mendatang. Menurut Anas (2005) langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seorang dai adalah sebagai berikut. 
  1. Reinterpretasi ajaran-ajaran agama untuk mengkontekstualisasikan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern.
  2. Mengelola instansi-instansi dan institusi-institusi keagamaan serta dakwah islam secara profesionaldengan memperhatikan psikologi masyarakat modern.
  3. Memperkenalkan islam kepada masyarakat modern melalui berbagai media yagn memungkinkan secara arif dan persuatif, bukan hanya mengandalkan khutbah-khutbah di masjid.
  4. Meninggalkan struktur pemahaman masyarakat modern yang berpola pikir parsial, puritan-mutlak dan primordial menuju ke arah transformasi masyarakat berpola pikir kosmopolitan, egaliter dan universal.

Dakwah dalam Keluarga


Menurut Nasir (2013), untuk membangun keluarga dakwah, setidaknya ada tiga pilar penting yang harus tegak dalam suatu rumah tangga. Tiga pilar tersebut adalah pilar ibadah, pilar ilmu, dan pilar ekonomi. Kegitapilar tersebut harus terpenuhi agar terciptanya keluarga dakwah. 

Pilar pertama adalah pilar ibadah. Keluarga harus menjadi teladan dalam hal ibadah karena ibadah yang benar dan istiqomah merupakan kekuatan bagi para dai (orang yang berdakwah) dalam menjalankan misi dakwahnya. Bermula dari shalat lima waktu secara berjamaah di masjid bagi anggota keluarga pria, tepat waktu menunaikan zakat, membiasakan anggota keluarga untuk bersedekah, menghidupkan puasa sunnah kepada seluruh anggota keluarga, membudayakan zikir, doa, dan tilawah sebagai hiburan utama anggota keluarga.

Pilar yang kedua yaitu pilar ilmu. Ketika kita beribadah dan berdakwah haruslah didasari dengan ilmu. Ilmu yang paling penting diajarkan dalam rumah tangga adalah ilmu mengenal Allah dan jalan menuju Allah. Hal tersebut penting karena berdakwah mengajarkan orang lain kepada Allah dan jalan yang mengarah kepada-Nya. Di antara tanda keluarga yang akan menjadi keluarga dakwah adalah jika seisi rumah tangga diilhamkan kesenangan menuntut ilmu agama. Sebagaimana sabda Rosullullah SAW. “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi rumah tangga maka diberikan kecenderungan mempelajari agama, yang muda menghormati yang tua, dicukupkan rizkinya dalam kehidupan, sederhana dalam kehidupan, mampu melihat kekurangan, dan kemudian bertaubat. Jika Allah menghendaki yang sebaliknya maka dibiarkannya keluarga itu dalam kesesatan.” (HR Ad Dailami)

Pilar yang ketiga adalah pilar ekonomi. Banyak keluarga yang tercerai berai bahkan runtuh hanya karena alasan ekonomi yang tak tercukupi. Selain ibadah dan ilmu, bekal lain yang dibutuhkan oleh keluarga dakwah adalah kecukupan ekonomi demi kebutuhan fisik seluruh anggota keluarga. Kebutuhan di sini bukan hanya kebutuhan pokok keluarga, melainkan juga kemampuan untuk menabung demi menghadapi masa-masa sulit sehingga ketahanan keluarga secara lahir dan batin tetap terjaga. 

Karakter Dakwah

Apabila dikatakan “dakwah islamiah”, maka yang dimaksudkan adalah “Risalah terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu dari Allah dalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan di dalamnya, baik di depan atau belakangnya, dengan kalam-Nya yang bernilai mukjizat, dan yang ditulis di dalam mushaf yang diriwayatkan dari Nabi Saw dengan Sand yang mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah”.

Dengan penjabaran demikian, dakwah Islam memiliki beberapa karakter yang membedakannya dari dakwah-dakwah yang lain. Ada beberapa karakteristik di antaranya ialah:
  1. Rabaniyah, artinya bersumber dari wahyu Allah Swt.
  2. Wasathiyah, artinya tengah-tengah atau seimbang
  3. Ijabiyah, artinya positif dalam memandang alam, manusia, dan kehidupan
  4. Waqi’iyah, artinya realistis dalam memperlakukan individu dan masyarakat
  5. Akhlaqiyah, artinya sarat dengan nilai kebenaran, baik dalam sarana maupun tujuannya
  6. Syumuliyah, artinya utuh dan menyeluruh dalam manhajnya
  7. Alamiyah, bersifat mendunia
  8. Syuriyah, berpijak di atas prinsip musyawarah dalam menentukan segala sesuatunya
  9. Jihadiyah, artinya terus memerangi siapa saja yang berani menghalang-halangi Islam, dan mencegah tersebarnya dakwah.
  10. Salafiyah, artinya menjaga orisinalitas dalam pemahaman dan akidah[8].

[8]  Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011, hal 45-46

Dalil Dakwah

Dakwah merupakan kewajiban yang syar’i. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.

Beberapa Ayat Dakwah

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl [16]:125)


وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran [3]: 104)

Beberapa Hadits Dakwah

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
(رواه صحيح مسلم)

Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman”


اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
رواه البخارى

“Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah”

Pengertian Dakwah


Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : da’a – yad’u – da’watan yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil[1]. Di antara makna dakwah secara bahasa adalah:
  • An-Nida artinya memanggil; da’a filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang fulanah
  • Menyeru, ad-du’a ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu[2].
Dalam dunia dakwah, rang yang berdakwah biasa disebut Da’i dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut denganMad’u[3].

Dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai berikut:
  1. Prof. Toha Yaahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
  2. Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  3. Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
  4. Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.
  5. Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim[4].
Dari beberapa definisi di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh informan (da’i) untuk menyampaikan informasi kepada pendengar (mad’u) mengenai kebaikan dan mencegah keburukan. Aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan menyeru, mengajak atau kegiatan persuasif lainnya.

Dakwah menjadikan perilaku Muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin yang harus didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur: da’i (subyek), maaddah(materi), thoriqoh (metode), wasilah (media), dan mad’u (objek) dalam mencapai maqashid (tujuan) dakwah yang melekat dengan tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat[5].

Islam sebagai agama merupakan penerus dari risalah-risalah yang dibawa nabi terdahulu, terutama agama-agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani. Islam diturunkan karena terjadinya distorsi ajaran agama, baik karena hilangnya sumber ajaran agama sebelumnya ataupun pengubahan yang dilakukan pengikutnya. Dalam agama Nasrani misalnya, hingga saat ini belum ditemukan kitab suci yang asli.
Karena dakwah merupakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar, dakwah tidak selalu berkisar pada permasalahan agama seperti pengajian atau kegiatan yang dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya. Paling tidak ada tiga pola yang dapat dipahami mengenai dakwah.

a. Dakwah Kultural
Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang mendekatkan pendekatan Islam Kultural, yaitu: salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrinasi yang formal antara Islam dan negara. Dakwah kultural merupakan dakwah yang mendekati objek dakwah (mad’u) dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang berlaku pada masyarakat. Seperti yang telah dilaksanakan para muballigh dahulu (yang dikenal sebagai walisongo) di mana mereka mengajarkan Islam menggunakan adat istiadat dan tradisi lokal. Pendekatan dakwah melalui kultural ini yang menyebabkan banyak masyarakat yang tertarik masuk Islam. Hingga kini dakwah kultural ini masih dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesia.

b. Dakwah Politik
Dakwah politik adalah gerakan dakwah yang dilakukan dengan menggunakan kekuasaan (pemerintah); aktivis dakwah bergerak mendakwahkan ajaran Islam supaya Islam dapat dijadikan ideologi negara, atau paling tidak setiap kebijakan pemerintah atau negara selalu diwarnai dengan nilai-nilai ajaran Islam sehingga ajaran Islam melandasi kehidupan politik bangsa. Negara dipandang pula sebagai alat dakwah yang paling strategis.
Dakwah politik disebut pula sebagai dakwah struktural. Kekuatan dakwah struktural ini pada umumnya terletak pada doktrinasi yang dipropagandakannya. Beberapa kelompok Islam gigih memperjuangkan dakwah jenis ini menurut pemahamannya.

c. Dakwah Ekonomi
Dakwah ekonomi adalah aktivitas dakwah umat Islam yang berusaha mengimplementasikan ajaran Islam yang berhubungan dengan proses-proses ekonomi guna peningkatan kesejahteraan umat Islam. Dakwah ekonomi berusaha untuk mengajak umat Islam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraannya. Ajaran Islam dalam kategori ini antara lain; jual-beli, pesanan, zakat, infak dan lain sebagainya.

Makna “dakwah” juga berdekatan dengan konsep ta’lim, tadzkir, dantashwir. Ta’lim berarti mengajar, tujuannya menambah pengetahuan orang yang diajar, kegiatannya bersifat promotif yaitu meningkatkan pengetahuan, sedang objeknya adalah orang yang masih kurang pengetahuannya. Tadzkirberarti mengingatkan dengan tujuan memperbaiki dan mengingatkan pada orang yang lupa terhadap tugasnya sebagai serang muslim. Karena itu kegiatan ini bersifat reparatif atau memperbaiki sikap, dan perilaku yang rusak akibat pengaruh lingkungan keluarga dan sosial budaya yang kurang baik, objeknya jelas mereka yang sedang lupa akan tugas dan perannya sebagai muslim.
Tashwir berarti melukiskan sesuatu pada alam pikiran seorang, tujuannya membangkitkan pemahaman akan sesuatu melalui penggemaran atau penjelasan. Kegiatan ini bersifat propagatif, yaitu menanamkan ajaran agama kepada manusia, sehingga mereka terpengaruh untuk mengikutinya[6].

Dakwah yang diwajibkan tersebut berorientasi pada beberapa tujuan:
  1. Membangun masyarakat Islam, sebagaimana para rasul Allah yang memulai dakwahnya di kalangan masyarakat jahiliah. Mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Allah Swt, menyampaikan wahyu-Nyan kepada kaumnya, dan memperingatkan mereka dari syirik.
  2. Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang terkena musibah. Seperti penyimpangan dan berbagai kemungkaran, serta pengabaian masyarakat tersebut terhadap segenap kewajiban.
  3. Memelihara kelangsungan dakwah di kalangan masyarakat yang telah berpegang pada kebenaran, melalui pengajaran secara terus-menerus, pengingatan, penyucian jiwa, dan pendidikan[7].

[1] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, Jakarta, 2008 hal. 3
[2] Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011,
[3] Lihat Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal. 1
[4] Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal. 1-2
[5] Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011
[6] [6] Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal 4-5
[7][7] Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011,

Pengertian Hutang Piutang dalam Islam

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardhu. Makna Al-Qardhu secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qardhu yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardhu, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang.

Hutang (qardhu) adalah harta yang diberikan oleh kreditor (pemberi hutang), agar debitor mengembalikan yang serupa dengannya kepada kreditor ketika telah mampu.[1] Sedangkan dalam terminologi fiqh mu’amalah, utang piutang disebut dengan “dain” Istilah “dain” ini juga sangat terkait dengan istilah “qardhu” (قشض ) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pinjaman. Dari sini nampak bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara “dain” dan “qardhu” (قشض) dalam bahasa fiqh mu’amalah dengan istilah utang piutang dan pinjaman dalam bahasa Indonesia.

Pertama, dalam terminologi fiqh mu’amalah, pinjaman yang mengakibatkan adanya utang disebut dengan “qardhu” (قشض ). Qardhu (قشض ) dalam pengertian fiqh diartikan sebagai perbuatan memberikan hak milik untuk sementara waktu oleh seseorang pada pihak lain dan pihak yang menerima pemilikan itu diperbolehkan memanfaatkan serta mengambil manfaat dari harta yang diberikan tanpa mengambil imbalan, dan pada waktu tertentu penerima harta itu wajib mengembalikan harta yang diterimanya kepada pihak pemberi pinjaman.[2]

Kedua, dalam bahasa perbankan pemberian utang atau pembiayaan disebut dengan “kredit”. Kata “kredit” secara kebahasaan berasal dari kata credo yang dalam pengertian keagamaan berarti kepercayaan. Adapun pengertian kata credo yang terkait dengan masalah financial adalah memberikan pinjaman uang atas dasar kepercayaan.[3]

Utang dalam pengertian masyarakat berarti menerima pinjaman dari pihak lain yang harus dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang dilakukan ketika transaksi. Secara umum, ketiga istilah di atas tidak mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Adanya perbedaan istilah antara utang, kerdit, dan dain hanya perbedaan bahasa saja yang dalam pengertian umum masyarakat tidak berbeda.

Utang piutang juga dikatakan penyerahan harta berbentuk uang untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama. Utang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian bahwa ia (orang yang meminjam) akan mengembalikan sesuatu tadi sejumlah yang diterimanya dalam jangka waktu tertentu.


[1] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, (Jakarta : PT Pena Pundi Aksara, 2009), h. 115.
[2] http://bmtzkapatuk.wordpress.com.
[3] Ibid

Abu Ubaidah bin Jarrah


Abu Ubaidah bin Jarrah lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah, adapun Abu Ubaidah adalah nama laqab fiulukan) baginya. Abu Ubaidah berperawakan tinggi, kurus, berjenggot tipis, berwajah ceria namun berwibawa, serta bersifat rendah hati, zuhud, sangat pemalu, namun pemberani sehingga dia sangat disenangi kawan-kawannya sekaligus disegani lawan-lawannya.

Abu Ubaidah termasuk orang yang pertama-tama masuk lslam. Keislamannya selang sehari setelah Abu Bakar atau sehari sebelum Abdurrahman bin Auf memeluk lslam. Abu Bakarlah yang membawanya menemui Rasulullah saw. untuk menyatakan syahadat di hadapan beliau. Sejak menyatakan keislamannya, Abu Ubaidah menjadi sahabat kesayangan dan kepercayaan Rasulullah saw. Bahkan dia termasuk satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga dalam sebuah hadis Nabi saw.

Sejak berbaiat kepada Rasulullah saw. untuk membaktikan seluruh hidupnya di jalan Allah, Abu Ubaidah tidak lagi memerhatikan dirinya dan masa depannya. Seluruh hidupnya dia habiskan untuk mengemban amanat yang dititipkan Allah kepadanya, untuk mencapai rida-Nya. Amanat yang diembannya selalu dipenuhi dengan penuh tanggung jawab. lnilah yang membuat Rasulullah kagum kepadanya, sehingga beliau berkata, “Setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.” Sungguh predikat yang mengagumkan! Kehidupan Abu Ubaidah tidak jauh berbeda dengan kebanyakan sahabat lainnya, yakni diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan agama lslam. Saat kaum muslimin mendapat tekanan, penindasan, ancaman, dan bahkan siksaan dari kaum kafir Quraisy, Abu Ubaidah salah satu di antara mereka. Dia termasuk di antara kaum muslimin yang berhijrah ke Habsyi pada gelombang kedua demi menyelamatkan akidahnya.

Di Habsyi, Abu Ubaidah bersama para sahabat yang lain diterima dan dilayani dengan baik oleh Raja Najasyi dan penduduk Habsyi. Namun demikian, penerimaan serta pelayanan Raja Najasyi yang sangat baik dan menyenangkan itu tidak membuatnya betah berlama-lama di sana. Nyatanya, tetap saja dia memutuskan kembali ke Mekah untuk menyertai perjuangan Rasulullah saw. Baginya tidak mungkin menikmati kehidupan yans enak dan menyenangkan sementara orang yang paling dicintainya, Rasulullah saw., berada dalam penderitaan yang tak terperi.

Abu Ubaidah tetap teguh keimanannya meskipun tekanan demi tekanan dia terima dari kaum kafir Quraisy, termasuk permusuhan yang amat nyata dari sang ayah yang masih musyrik. Keteguhan iman itu dibawanya sampai tiba saat hijrah ke Madinah bersama sahabat-sahabat yang lain. Bahkan mempertahankan iman itulah yang menjadi motivasi utamanya dalam berhijrah. Sejak menginjakkan kakinya di Madinah, Abu Ubaidah menganggap bumi Yatsrib sebagai tanah air bagi agama dan dirinya, yang harus dipertahankan mati-matian. Dia melakukan tugas dan kewajibannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, sebagaimana terlihat dari kehadirannya di semua peperangan bersama Rasulullah saw. Perang pertama antara kaum muslimin dan kaum kafir, perang Badar, menjadi ujian pertama bagi kualitas keimanannya. Selaku tentara, tentu saja dia harus senantiasa patuh kepada perintah panglimanya, yaitu Rasulullah saw. Sementara sebagai seorang mukmin, dia berkeyakinan bahwa semua yang berperang di bawah panji Rasulullah adalah saudara dan keluarganya, meskipun mereka berbeda asal-usul dan warna kulitnya.

Sebaliknya, semua yang berperang di bawah bendera Quraisy atau sekutu mereka adalah musuhnya, meskipun mereka adalah keluarga terdekatnya. Maka ketika dilihatnya sang ayah yang kafir berada dalam barisan tentara Quraisy, jiwanya bergejolak. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat ayahnya memerangi dan membunuhi saudara-saudaranya seiman. Pergolakan batin antara dirinya sebagaiseoranganakdan dirinya sebagaiseorang mukmin memaksanya untuk memutuskan sikap. Maka majulah ia menghampiri ayahnya, dan menghadapinya sebagai seorang musuh yang patut diperangi. Dengan keyakinannya, dia mengambil sikap sebagai seorang mukmin sejati yang memandang tali persaudaraan dan kekerabatan dari sudut pandang yang benar.

“Wahai ayah,” seru Abu Ubaidah begitu kudanya mendekati kuda ayahnya.”Bertobatlah. Sadarilah bahwa jalan yang engkau tempuh itu adalah jalan yang sesat. lkutlah bersamaku, dan jadilah keluargaku dalam iman.” ‘Anak kurang ajar! Bukan untuk ini kau kubesarkan. Sungguh, jika aku tahu akan begini jadinya, sudah sejak dulu kau kubunuh. Dasar anak durhaka!” Teriak ayahnya sambil terus menghantamkanpedangnya. “Kalau ayah tidak mau menuruti nasihatku, maka maafkan saya jika terpaksa melawan ayah.” Kata Abu Ubaidah masih dengan nada yang lembut. ‘Apa?! Kamu menantangku? Dasar anak tak tahu diuntung! Ayo maju, biar sekalian kupenggal kepalamu seperti teman-temanmu!”

Maka Abu Ubaidah pun menerjang bagai banteng terluka. Dihantamkannya pedang di tangannya tanpa ragu-ragu. Ayah dan anak itu bertempur layaknya dua orang musuh yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Keduanya saling memukul, menangkis, dan kadang menusukkan pedang masing-masing. Pelan tapi pasti, Abu Ubaidah dapat mendesak ayahnya. Akhirnya, setelah pertempuran itu berlangsung beberapa saat, Abu Ubaidah berhasil merobohkan ayahnya. “Maafkan saya, ayah.” Kata Abu Ubaidah Iirih sambil menatap tubuh ayahnya yang terkapar bersimbah darah. Sedih, pasti. Sebab, bagaimanapun juga laki-laki yang baru saja dirobohkannya itu ayahnya, orang yang pernah mengasuh dan membesarkannya. Tetapi apa mau dikata, peperangan ini adalah Perang akidah, dan ayahnya berada di pihak musuh yang memerangi saudara-saudaranya seiman. Tindakan Abu ubaidah yang luar biasa itu mengundang turunnya wahyu dari langit, sebagaimana tersurat di dalam Al-Qur’an:

“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Altah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. lngatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (Q.S. al-Mujadilah [58]: 22)

cerita Abu Ubaidah – Pada peperangan berikutnya, perang Uhud, Abu Ubaidah semakin menunjukkan kualitas imannya. Dialah orang yang merelakan tubuhnya dijadikan sebagai perisai untuk melindungi Nabi saw. dari senjata musuh. Ketika pasukan muslimin kocar-kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, Abu Ubaidah justru berlari menghampiri Nabi saw. karena melihat beliau dalam bahaya. Abu Ubaidah tidak memedulikan keselamatan dirinya, dan sama sekali tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun terhadap banyaknya lawan dan rintangan, Nabi saw. sendiri memang dalam bahaya. Bahkan beliau terluka parah. Di pipinya terhunjam dua rantai besi penutup kepala beliau yang melesak terhantam senjata lawan. Melihat itu, Abu Ubaidah segera berusaha untuk mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi saw. dengan menggunakan giginya. Digigitnya rantai itu sampai akhirnya terlepas dari pipi Nabi saw. Namun, bersamaan dengan itu, satu gigi seri Abu Ubaidah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap di pipi Rasulullah hingga terlepas. Kali ini pun satu gigi serinya harus lepas, sehingga dua gigi seri Abu Ubaidah ompong karenanya. Tindakannya itu membuat Rasulullah sangat terharu dan merasa bangga kepadanya.

Sejak itu, Abu Ubaidah kerap mendapat kepercayaan Rasulullah memimpin pasukan mulimin di beberapa peperangan. Pernah suatu ketika, Nabi saw. menugasi Abu Ubaidah memimpin 4O tentara muslim memerangi kaum kafir di Zil Qassah yang jaraknya 1 kilometer dari Madinah. Misi berakhir dengan kemenangan di pihak pasukan muslimin. Juga sewaktu dia memimpin pasukan yang terdiri atas orang-orang Muhajirin pertama, termasuk di dalamnya Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Suna membantu Amr bin Ash pada perang Zatus Salasil.

Manfaat Tasawuf

Tasawuf memiliki banyak manfaat dalam kehidupan, di bawah ini adalah beberapa manfaat tasawuf yaitu:  

1. Dalam bidang kecerdasan emosional
Apabila dapat mengamalkan tasawuf dengan baik maka dapat mengendalikan emosionalnya dengan baik pula.

2. Dalam bidang kecerdasan spiritual
Tasawuf mengingatkan manusia tentang kemaitian, agar umat manusia selalu beribadah, beramal shaleh, serta menjauhi perbuatan maksiat dan kejahatan.

3. Dalam bidang Agama
Tasawuf diperlukan untuk mengamalkan Islam secara kaffah serta untuk mengembangkan kerukunan hidup beragama dan integrasi sosial.

4. Dalam bidang etos kerja
Tasawuf dapat memperkuat etos kerja karena dalam ajaran Islam bekerja itu wajib untuk memenuhi keperluan diri sendiri, keluarga dan umat.

5. Dalam bidang Pendidikan
Tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diajarkan di Madrasah dan mata kuliah di Perguruan Islam untuk mengembangkan kehidupan agama yang komprehensif dan utuh serta untuk mengembangkan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju.

6. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan
Tasawuf mendidik anggota masyarakat untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional serta mendidik untuk memiliki tanggung jawab sosial.

Pengertian Tasawuf

Terdapat beragam pendapat mengenai akar kata tasawuf . Ada yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shufah (kain dari bulu), karena kepasrahan seorang sufi kepada Allah ibarat kain wol yang dibentangkan. Ada yang berpendapat shifah (sifat) sebab, seorang sufi adalah orang yang menghiasi diri dengan segala sifat terpuji dan meninggalkan setiap sifat tercela. 

Pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shuffah (sufah) sebab, seorang sufi mengikuti ahli sufah dalam sifat yang telah ditetapkan Allah bagi mereka. Al-Qusyari berpendapat bahwa tasawuf berasal dari shafwah (orang pilihan atau suci). shaf (saf), seolah para sufi berada di saf pertama dalam menghadapkan diri kepada Allah dan berlomba-lomba untuk melakukan ketaatan. 
Sebagian kalangan mengatakan, kata tasawuf dinisbatkan pada kain wol yang kasar (shuf khasyin). Sebab, para sufi gemar memakainya sebagai simbol zuhud dan kehidupan yang keras. 

Jadi Tasawuf adalah usaha untuk membersihkan jiwa, memperbaiki akhlak dan mencapai maqam ihsan. Dengan kata lain yaitu usaha menaklukan dimensi jasmani manusia agar tunduk dimensi rohani. 

Tasawuf oleh kaum orientalis disebut dengan sufisme. Sufisme dipakai untuk mistisisme Islam dan tidak dipakai untuk mistisisme agama-agama lain. Orang yang pertama kali memakai kata sufi adalah Abu Hasyim al-kufi di Irak (150 H).

Fase dalam Perkembangan Tasawuf

  1. Pada masa awal era Islam dakwah kepada tasawuf itu belum diperlukan, karena pada era itu, semua orang adalah ahli takwa, waraa dan ahli ibadah. Mereka semua berlomba mengikuti dan meneladani Rasulullah dalam setiap aspek. Oleh karena itu, mereka belum membutuhkan tasawuf karena segala sesuatunya didasarkan pada perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah.
  2. Pada masa sahabat dan tabi’in sudah menggunakan tasawuf, tetapi belum mengggunakan istilah tasawuf, karena para sahabat dan tabiin merupakan sufi yang sesungguhnya. Tasawuf merupakan sifat-sifat umum yang terdapat pada hampir seluruh sahabat Nabi tanpa terkecuali dan adanya perasaan takut dan cintanya mereka kepada Allah dan Rasulullah melebihi dirinya sendiri. 
  3. Setelah masa Sahabat dan Tabiin beragam bangsa mulai memeluk Islam. Bidang ilmu pengetahuan semakin meluas dan terspesialisasi, muncullah ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu hadits, ilmu ushul fiqih, ilmu faraid dan ilmu-ilmu lainnya.
  4. Setelah fase tersebut pengaruh spiritual Islam sedikit demi sedikit melemah. Manusia mulai lupa akan kewajibannya kepada Allah, sehingga ahli uhud terdorong untuk mengkodifikasikan ilmu tasawuf serta menerangkan kemuliaan dan keutamaannya diantara ilmu-ilmu lainnya. Mulai dari fase inilah ilmu tasawuf berkembang.

Istilah dalam Tasawuf

  1. Fana: hilangnya sifat-sifat buruk (maksiat lahir dan maksiat batin). Bahwa fana itu ialah lenyapnya segala-galanya.
  2. Itihad: satu tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Yaitu pertukaran peranan antara yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu atau tegasnya antara sufi dengan Tuhan.
  3. Baqa: kekal, tetap, terus hidup.  
  4. Hulul: Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh itu dilenyapkan. 
  5. Maqamat: Pada Istilah Maqam atau arti jamak adalah maqamat , sebagaimana juga ahwal, yang dipahami berbeda menurut para sufi. Namun semuanya sepakat dalam memahami maqamat yang berarti kedudukan seorang pejalan spiritual atau sufi di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras dalam beribadah kepadaNya, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (mujahadah), serta latihan-latihan keruhanian budi-pekerti (adab) yang dapat membuatnya memiliki syarat - syarat dalam melakukan usaha - usaha untuk menjalankan berbagai kewajiban dengan baik dan mendekati sempurna.
  6. Ahwal: hal atau arti jamak adalah ahwal adalah suasana atau keadaan yang menyelimuti kalbu, yang diciptakan sebagai hak prerogatif pada Allah dalam hati setiap hambanNya, tidak ada sufi yang mampu merubah keadaan tersebut apabila datang saatnya, atau memperhatikannya apabila pergi.