Pancasila
jika di pahami dalam konteks sosial politik maka perlu adanya penelaahan
terhadap gejolak politik yang terjadi pasca perumusan dan pengesahannya sebagai
dasar negara serta falsafah hidup bangsa. Pancasila inilah yang di
implementasikan ke dalam sistem pemerintahan yang di terapkan dalam mengatur
aspek kehidupan individu, berbangsa dan bernegara. Yang kini di sebut dengan
demokrasi pancasila, demokrasi pancasila di berasal dari dua kata. “demokrasi”
dan “Pancasila”. Demokrasi merupakan pemerintahan yang berasal dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi di anggap oleh UNESCO sebagai sistem
pemerintahan yang terbaik di karenakan rakyat turut serta dalam mempengaruhi
kebijakan yang di terapkan oleh pemerintah (1949), demokrasi dianggap sebagai
nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan
sosial yang di perjuangkan oleh pendukung – pendukung yang berpengaruh. Istilah
demokrasi telah sejak lama di perkenalkan oleh bangsa Yunani, berasal dari kata
demos (rakyat) dan cratos (pemerintahan), yang berarti pemerintahan rakyat.
Jadi secara etimologis, menurut Abraham Lincoln demokrasi merupakan
pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Oleh
karena kemustahilan untuk menampung keseluruhan aspirasi dari rakyat yang tidak
terhitung jumlahnya, maka dipilihlah wakil – wakil sebagai representasi dari
rakyat, yang mewakili rakyat dalam sistem pemerintahan yang nantinya menjadi penampung
bagi aspirasi – aspirasi rakyat untuk kemudian di saring/filter, di
konsolidasikan kemudian di terapkan dalam bentuk kebijakan publik. Kemudian
dari konsep “mengikutsertakan” rakyat di dalam pelaksanaan pemerintahan inilah
yang melahirkan bentuk pemerintahan seperti teori pembagian kekuasaan yang di
cetuskan oleh Adam Smith (Trias Politica) yang membagi kekuasaan menjadi tiga,
yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Dalam
memaknai demokrasi terdapat dua aspek, yaitu aspek formal dan aspek material.
Demokrasi dalam artian formal di maksudkan untuk memandang demokrasi dalam
wujud riil, misalnya adanya badan perwakilan rakyat, adanya sistem musyawarah,
kemudian pengambilan suara terbanyak, dsb. Sedangkan dalam aspek material
memandang demokrasi berkaitan dengan hak – hak demokrasi, nilai – nilainya,
dsb.
Sedangkan
demokrasi pancasila merupakan sistem yang di kembangkan di Indonesia menitik
beratkan pada sistem pemerintahan rakyat yang berdasarkan pada Undang – Undang
Dasar (UUD) ’45. UUD ’45 merupakan perwujudan dan penjabaran dari sila – sila
yang terkandung di dalam Pancasila. Istilah demokrasi pancasila pertama kali
tertuang di dalam TAP MPRS. NO. XXXVII/MPRS/1968 yaitu ketetapan tentang
pedoman pelaksanaan demokrasi pancasila. Demokrasi pancasila perwujudannya
bersumber dari dari pembukaan dan batang tubuh UUD ’45.
Bertolak
dari pemahaman bahwasanya demokrasi yang di terapkan di Indonesia berdasarkan
pancasila adalah di lihat dari sila ke-4, yaitu “kerakyatan yang di pimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sehingga dalam
pelaksanaannya, demokrasi pancasila mengutamakan pada musyawarah, serta
pengambilan suara terbanyak demi “kemaslahatan dan kesejahteraan” rakyat
banyak. Sehingga otomatis kedaulatan/ kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum
berada di tangan rakyat yang di integrasikan dan di laksanaan berdasarkan nilai
– nilai pancasila.

Dilihat
dari pengertian secara politis, kalimat “Kita bersama – sama mencari
weltenscahuung yang kita semua setujui” tidak lain dan tidak bukan adalah
kontrak sosial. Sehingga penghapusan tujuh kata “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari’at islam bagi pemeluk – pemeluknya” di hapuskan di karenakan
membutuhkan persetujuan semua pihak juga di karenakan memang adanya usaha –
usaha yang di lakukan oleh kelompok Kristen timur yang di prakarsai oleh
Latuharhary, Dr. Sam Ratulangi dan I Gusti Ketut Pudja untuk mengganti sila
tersebut dengan dalih kaum Kristen merasa sakit hati dan tertekan apabila sila
tersebut diterapkan, sehingga mereka sedari awal telah berusaha untuk melobby –
lobby mulai dari golongan tua hingga golongan muda (mahasiswa) sehingga dengan
liciknya mereka berhasil membuat Kasman Singodimejo untuk membujuk Ki Bagoes
Hadikoesoemo untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut. Dan
dikatakan, setiap malam Kasman Singodimejo selalu menangis menyesali apa yang
telah ia perbuat, di karenakan ia tahu itu akan berdampak buruk yang sangat
besar pada Indonesia kelak kedepannya. Dan itu terbukti sampai sekarang.
Kemudian
bung Karno sendiri dalam pidatonya 1 Juni 1945 kerap kali menyebutkan weltanschauung besar dunia seperti national-sozialistiche (Sosialis-Komunis) Jerman di bawah kekuasaan
Adolf Hitler atau Lenin yang mendirikan negara Soviet di atas satu weltanschauung, yaitu Marxistische.
Sehingga penjelasan – penjelasan Soekarno mengenai ideologi menggiring
beberapa/sekelompok orang pada pemahaman bahwa Pancasila juga merupakan
ideologi. Pemahaman tersebut menafikkan fakta bahwasanya Pancasila merupakan
consensus, sejumlah prinsip yang di tawarkan, di negosiasikan, di
konsolidasikan kemudian di ambil kesepakatan antara pihak – pihak yang terkait.
Hal tersebut tidak berlaku pada sebuah Ideologi, karena ia merupakan
seperangkat ide atau gagasan yang fundamental, merupakan seperangkat gagasan
yang menjadi pondasi dasar bagi peraturan – peraturan yang berdiri diatasnya
(Taqiyuddin Annabani). Ia bersifat rigid, tidak bisa dikompromikan dan
dinegosiasikan. Ideologi bukanlah sesuatu yang mampu dikompromikan melainkan ia
sesuatu yang harus di perjuangkan.
Yang
kedua adalah, pancasila bisa di interpretasikan sekehendak orang yang
memahaminya, sehingga sebuah keniscayaan apabila pancasila mudah di ombang –
ambingkan, di giring ke kanan dan ke kiri sesuai dengan ideologi yang di emban
serta kepentingan rezim yang berkuasa pada zamannya demi mengokohkan dan
melanggengkan kekuasaannya. Mulai dari era Soekarno, Soeharto, BJ. Habibie,
Megawati Soekarnopoetri, SBY, kemudian sekarang Jokowi, interpretasi pancasila
menjadi semakin subyektif dan kabur.
Pada masa demokrasi terpimpin yaitu era dimana Ir.Soekarno menjabat sebagai
presiden, arah sistem pemerintahan, politik, ekonomi, sosial budaya dsb di
giring kearah sosialisme-komunisme. Kedekatan antara Presiden Soekarno dengan
blok timur (Uni Soviet) yang berideologi sosialis-komunis memang tidak dapat
dipungkiri. Sehingga “demokrasi terpimpin” yang disebut Soekarno sebagai
pengejawantahan dari Pancasila secara normatif, tetapi pada hakikatnya bercorak
sosialis-komunis. Di karenakan sistem pemerintahan bersifat
sentralisasi/terpusat, kekuasaan mutlak terletak pada pemimpin negara, sama
halnya dengan ideologi sosialis-komunis. Dan tidak heran pula PKI (Partai
Komunis Indonesia) mampu melengang dengan leluasa, bahkan mampu mengikuti
pemilu dan mendapatkan tempat kedua setelah Masyumi. Bak jamur yang tumbuh di
waktu hujan, PKI seolah mendapatkan environment yang cocok bagi tumbuh-kembang
mereka. Menggerogoti setiap sendi – sendi pemerintahan dan TNI, hingga berakhir
dengan pemberontakan G30S PKI yang mengakibatkan trauma mendalam bagi rakyat
Indonesia.

1 komentar:
Terimakasih atas infonya
ReplyPost a Comment