
Ketika mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada manusia. Islam telah mensyariatkan hukum-hukum tersebut kepada pribadi. Dengan itu, hokum-hukum syara’ telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan primer tiap warga Negara Islam secara menyeluruh, sebagai sandang, pangan, dan papan. Jelaslah bahwa Islam tidak memisahkan antara manusia dan eksistensinya sebagai manusia, serta antara eksistensinya sebagai manusia dan pribadinya. Islam juga tidak perah memisahkan antara anggapan tentang jaminan pemenuhan kebutuhan primer yang dituntut oleh masyarakat dengan masalah mungkin-tidaknya terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Akan tetapi Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan apa yang dituntut oleh masyarakat sebagai dua hal yang seiring, yang tidak mungin dipisahkan antara satu dengan yang lain. Justru Islam menjandikan apa yang ditutuntut oleh masyarakat tersebut sebagai asa (dasar pijakan) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusaha. Bahkan Islam telah menjadikan hukum mencari rezeki tersebut. Adalah fardhu. Allah swt. Berfirman:
“Maka, berjalanlah di segala penjurunya, serta makanlah sebagian rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)
Banyak hadist yang mendorong agar mencari harta. Dalam sebuah hadist: Bahwa Rasulullah saw telah menyalami tangan Sa’ad bin Mu’adz r.a., dan ketika itu kedua tangan Sa’ad ngapal (bekas-bekas karena dipergunakan kerja). Kemudian hal itu ditanyakan oleh Nabi saw., lalu Sa’ad menjawab: “Saya selalu mengayunkan skrop dan kapak untuk mencari nafkah keluargaku.” Kemudian Rasulullah saw. menciumi tangan Sa’ad dengan bersabda: “ (Inilah) dua telapak tangan yang disukai oleh Allah swt.” Rasulullah saw juga bersabda: “Tidaklah seseorang makan sesuap saja yang ebih baik, selain ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”
Post a Comment