Relevansi pancasila dengan
keadaan zaman sekarang adalah kita seharusnya menyadari, dan mengambil hikmah
dari peristiwa – peristiwa yang telah lalu, bagaimana inkonsistensi dan
subyektifitas pancasila karena ketidakjelasan konsep/kekaburan sehingga tidak
mampu diideologisasi dan di sejajarkan dengan ideologi – ideologi besar dunia
(Islam, sekulerisme dan sosialisme-komunisme),
kemudian ketidakmampuan demokrasi dan pancasila dalam menyelesaikan
problematika multidimensional yang terjadi di Indonesia dan justru merupakan
akar dari masalah dan semakin jelas kerusakan yang ditimbulkan tatkala semakin
lama diterapkan.
Sesungguhnya demokrasi berdiri diatas dasar,
bahwasanya kedaulatan ditangan rakyat, sehingga kekuasaan tertinggi untuk
membuat hukum berada ditangan rakyat dengan menafikkan segala paham yang
berpotensi dan atau memang lebih tinggi kedudukannya dari pada rakyat. Kemudian
dipilih representasi untuk mewakili aspirasi dari rakyat. Nantinya, apapun yang
dihasilkan berdasarkan suara dan ketetapan mayoritas dari para representator.
Disinilah kecacatan demokrasi terungkap. Ia berdasarkan suara mayoritas, dengan
tanpa memperhitungkan bahwasanya pemikiran dan motif satu orang dengan yang
lainnya pasti berbeda, kemudian kapabilitas/keahlian dalam bidang yang
dimusyawarahkan, serta kadar dan isi kepala masing – masing orang yang tentunya
berbeda pula, juga tanpa memperhitungkan apakah mayoritas tersebut benar atau
salah. Bisa jadi, minoritas yang benar dikalahkan karena kepentingan mayoritas.
“Bahwasanya jika kamu mengikuti kebanyakan orang, maka kebanyakan
orang(mayoritas) itu akan menyesatkan kamu”. Demokrasi juga mempunyai aspek
kebebasan, yaitu kebebasan beragama (liberty of religion), kebebasan
kepemilikan (liberty of ownership), kebebasan berekspresi (freedom of
expression), serta kebebasan berpendapat (freedom of speech) yang disandarkan
pada ideologi sekulerisme yang memisahkan peranan agama dari kehidupan. Agama
dan negara didikotomikan, agama hanya boleh bertempat ditempat peribadatan
(red:masjid) sedangkan untuk urusan negara diatur dengan menggunakan undang –
undang buatan manusia. Hal inilah yang mengawali pelecehan, pereduksian,
penyelewengan, kriminalisasi terhadap ajaran agama (red:islam), serta munculnya
paham – paham keagamaan yang baru, serta mudahnya orang berpindah agama
(red:murtad). Ini baru dalam tataran kebebasan beragama. Belum lagi kebebasan
kepemilikan yang berakibat pada berakibat jatuhnya kepemilikan – kepemilikan
negara dan kepemilikan umum ke tangan kaum kapitalis domestik maupun asing.
Tidak ada lagi batas – batas (borderless) kepemilikan yang di atur dengan undang
– undang. PT Indosat, Blok Cepu, Blok Mahakam , Exxon Mobile, Freeport Mcmoran
barulah segelintir ironi yang membuktikan ketidakberdayaan sistem demokrasi dan
pancasila dalam menjaga kedaulatan negara. Kebebasan untuk berekspresi
berakibat pada sistem budaya dan sosial kemasyarakatan yang amoral dan
permissive tanpa adanya aturan yang mengikat. Gaya hidup hedonis dan apatis
remaja, tawuran, pergaulan dan seks bebas, perselingkuhan dan banyak lagi gaya
hidup amoral yang dilahirkan oleh Rahim liberalisme, di atas namakan kebebasan
berekspresi. Sedangkan kebebasan berpendapat (freedom of speech) merupakan
pangkal dari semua kebebasan tersebut. Orang menistakan agama dengan dalih
kebebasan berpendapat. Orang membolehkan zina atas nama kebebasan berpendapat.
Orang membolehkan LGBT atas nama kebebasan berpendapat.
Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya
pancasila merupakan produk demokrasi yang berideologikan sekulerisme yang
mendikotomikan agama dengan negara, ia dengan mudah dapat ditafsirkan sesuai
dengan pendapat masing – masing atau kebanyakan orang. Ia bukanlah ideologi dan
tidak sepatutnya dipakai.
Post a Comment