Menurut Anas (2005), adanya globalisasi menyebabkan dalam satu global village (desa buana) yang mensyaratkan adanya desa-desa yang “dikotakan”. Seluruh pelosok dunia menjadi kota atau metropolis karena efek arus komunikasi dan informasi. Kemajuan komunikasi dan informasi menjadikan suatu desa menjadi kota tidak secara geografis, tetapi secara antropologis-kultural yang mana masyarakatnya menjadi berbudaya kota.
Hal tersebut mengakibatkan pergeseran bahkan perubahan pemahaman dan persepsi masyarakat terhadap agama. Pada masyarakat Agraris, agama dipahami sebagai sumber moral, etika dan norma hidup serta menjadi motif dari seluruh gerakan. Namun sekarang, sumber dan motif tersebut dikacaukan oleh modernisasi dan industrialisasi. Saat ini, agama hanya dijadikan alat instrumen kehidupan, alat legitimasi dari apa yang diperbuat serta alat justifikasi kepentingan pribadi dan kelompok. Melihat kenyataan tersebut, seorang dai harus memiliki visi dan strategi pemahaman keagamaan di masa kini dan mendatang. Menurut Anas (2005) langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seorang dai adalah sebagai berikut.
- Reinterpretasi ajaran-ajaran agama untuk mengkontekstualisasikan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern.
- Mengelola instansi-instansi dan institusi-institusi keagamaan serta dakwah islam secara profesionaldengan memperhatikan psikologi masyarakat modern.
- Memperkenalkan islam kepada masyarakat modern melalui berbagai media yagn memungkinkan secara arif dan persuatif, bukan hanya mengandalkan khutbah-khutbah di masjid.
- Meninggalkan struktur pemahaman masyarakat modern yang berpola pikir parsial, puritan-mutlak dan primordial menuju ke arah transformasi masyarakat berpola pikir kosmopolitan, egaliter dan universal.
Post a Comment