Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardhu. Makna Al-Qardhu secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qardhu yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardhu, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang.
Hutang (qardhu) adalah harta yang diberikan oleh kreditor (pemberi hutang), agar debitor mengembalikan yang serupa dengannya kepada kreditor ketika telah mampu.[1] Sedangkan dalam terminologi fiqh mu’amalah, utang piutang disebut dengan “dain” Istilah “dain” ini juga sangat terkait dengan istilah “qardhu” (قشض ) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pinjaman. Dari sini nampak bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara “dain” dan “qardhu” (قشض) dalam bahasa fiqh mu’amalah dengan istilah utang piutang dan pinjaman dalam bahasa Indonesia.
Pertama, dalam terminologi fiqh mu’amalah, pinjaman yang mengakibatkan adanya utang disebut dengan “qardhu” (قشض ). Qardhu (قشض ) dalam pengertian fiqh diartikan sebagai perbuatan memberikan hak milik untuk sementara waktu oleh seseorang pada pihak lain dan pihak yang menerima pemilikan itu diperbolehkan memanfaatkan serta mengambil manfaat dari harta yang diberikan tanpa mengambil imbalan, dan pada waktu tertentu penerima harta itu wajib mengembalikan harta yang diterimanya kepada pihak pemberi pinjaman.[2]
Kedua, dalam bahasa perbankan pemberian utang atau pembiayaan disebut dengan “kredit”. Kata “kredit” secara kebahasaan berasal dari kata credo yang dalam pengertian keagamaan berarti kepercayaan. Adapun pengertian kata credo yang terkait dengan masalah financial adalah memberikan pinjaman uang atas dasar kepercayaan.[3]
Utang dalam pengertian masyarakat berarti menerima pinjaman dari pihak lain yang harus dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang dilakukan ketika transaksi. Secara umum, ketiga istilah di atas tidak mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Adanya perbedaan istilah antara utang, kerdit, dan dain hanya perbedaan bahasa saja yang dalam pengertian umum masyarakat tidak berbeda.
Utang piutang juga dikatakan penyerahan harta berbentuk uang untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama. Utang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian bahwa ia (orang yang meminjam) akan mengembalikan sesuatu tadi sejumlah yang diterimanya dalam jangka waktu tertentu.
[1] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, (Jakarta : PT Pena Pundi Aksara, 2009), h. 115.
[2] http://bmtzkapatuk.wordpress.com.
[3] Ibid
Post a Comment