PAKDE JOKOWI, KITA DALAM BAHAYA

Malam, Pakde...

Banyak yang memuji langkah Pakde pada aksi tadi siang. Dan saya yakin tim pakde pasti tersenyum senang melihat keberhasilan membalikkan serangan lawan dengan gemilang.

Tapi Pakde, jika boleh saya ingatkan..

Keberhasilan2 itu sebenarnya sangat rentan. Salah langkah sedikit saja, maka kita akan terpecah menjadi beberapa bagian. Terlalu riskan jika selalu memakai pola bertahan..

Banyak orang bilang, bahwa pertahanan terbaik adalah menyerang.. Seharusnya Pakde mulai memikirkan strategi ini. Mumpung mereka mulai melemah dan masih sibuk membangun kekuatan..

Jika boleh, saya ingin sedikit sumbang saran...

Apa yang kita hadapi sekarang ini adalah akibat kebodohan. Ketidak-pahaman akan agama dengan benar, membuat banyak orang mudah sekali terprovokasi dengan baju kebanggaan. Sudah saatnya Pakde melawan ini. Dan untuk melawan kita harus melihat sisi mana yang harus segera dibereskan..

Sisi pertama adalah media mainstream. Begitu banyak ustad2 yang tidak layak tampil memenuhi layar televisi nasional. Mereka membangun persepsi tentang ajaran Islam sesuai versi mereka sendiri.

Kalau dicermati, banyaknya ustad karbitan ini sebenarnya bagian dari sebuah skenario besar dengan perjalanan panjang. Dengan uang besar, ada pemain utama yang membeli slot2 acara di stasiun televisi nasional khusus untuk acara agama Islam.

Dengan menguasai slot2 acara itu, mereka mudah melakukan proses cuci otak, mereka mengangkat ustad yang sepemikiran dengan mereka dan mengontrol pemahaman tentang Islam sesuai kehendak mereka.

Akhirnya masyarakat awam yang baru belajar - mau tidak mau - mempunyai idola baru. Mereka tunduk karena mereka memang tidak tahu. Dan disinilah proses mengarahkan pikiran dilakukan.

Akhirnya yang mereka kenal hanya kafir, bidah, musyrik dan sebagainya. Yang kalau tidak dipakai untuk menghantam non muslim, diarahkan kepada muslim yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka.

Proses ini sudah berlangsung lama dan sengaja dibiarkan, mungkin dipelihara.

Saran saya, Pakde pakai saja cara mereka...

Kerjasamalah dengan Nadhlatul Ulama. Berikan NU dana bantuan untuk membeli slot2 di acara tv nasional. Dengan begitu, NU bisa mengisi acara dan mengarahkan ajaran Islam kembali dalam bentuk nusantara yang ramah.

NU akan menghadirkan ustad2 muda, moderat dan intelektual seperti Prof Sumanto al Qurthuby atau Nadirsyah Husein, yang pola pikirnya sudah maju dan tidak sembarang berfatwa. Pasti banyak lagi kader2 muda NU yang seperti mereka, dengan pendidikan tinggi dan pemikiran segar yang akan mengangkat Islam pada sisi berbeda.

Dengan menampilkan kader muda dan pintar seperti mereka, NU akan tampil bukan lagi sebagai Islam buat wong ndeso, tetapi sudah bertransformasi menjadi kekinian.

Biar kader NU tidak ditampilkan hanya sebagai pembicara, tetapi mereka juga menjadi guru yang akan mengangkat intelektualitas awam yang sedang ingin belajar Islam, supaya tidak selalu sibuk dijejali dengan dogma...

Beri waktu 10 tahun biar NU menguasai media televisi nasional dalam siaran keagamaan, maka pola pikir masyarakat muslim di Indonesia akan terupgrade sehingga tidak mudah diprovokasi oleh kepentingan politik berbaju agama...

Maaf saya masih belum bisa memberikan saran ini untuk Muhammadiyah. Biar mereka belajar dulu untuk melindungi ulama cerdasnya seperti Buya, dari hinaan orang lain yang tidak sepaham pemikirannya..

Itu baru sisi pertama.. Dan masih banyak sisi lainnya, cuma nanti terlalu panjang jika harus saya paparkan dalam satu kotak tulisan. Tetapi sisi pertama itu cukup sebagai jalan keluar, karena sudah memecahkan lebih dari separuh masalah umat muslim di negara kita..

Pakde harus mulai menyerang dari sekarang, karena apa yang mereka lakukan dengan pembodohan terhadap umat Islam sudah sangat mengkhawatirkan.. Jangan sampai mereka yang niatnya mau belajar agama, malah dijadikan tunggangan untuk kepentingan politik beberapa golongan.

Bisa pecah perang saudara satu saat negara kita, jika muslim awam hanya memaknai Islam sebagai aksesoris kebanggaan saja..

Sekian dulu, Pakde Jokowi... Semoga sehat selalu. Revolusi mental harus mencakup segala bidang, termasuk dalam hal pengetahuan agama...

Kapan kita bisa seruput kopi bersama ?

Jangan di istana dan makan2 bersama, karena saya lebih suka duduk di halaman belakang rumah, dengan sarungan dan sebatang rokok ditangan... Kita ngobrol tentang masa depan kebhinekaan kita yang rentan dan mudah sekali pecah..

Malam, pakde..

Selamat istirahat sambil memeluk payung biru yang dicurigai orang sebagai simbol tertentu. Saya juga bingung kenapa mereka banyak berfikir begitu ?

Setahu saya, pakde sempat nelpon ke saya, "punya yang warna polkadot ?" Ya, gak ada lah... terlalu feminin nantinya di pakai di depan massa. Pakde ini ada2 aja...

Relevansi Pancasila dengan Keadaan Sekarang


            Relevansi pancasila dengan keadaan zaman sekarang adalah kita seharusnya menyadari, dan mengambil hikmah dari peristiwa – peristiwa yang telah lalu, bagaimana inkonsistensi dan subyektifitas pancasila karena ketidakjelasan konsep/kekaburan sehingga tidak mampu diideologisasi dan di sejajarkan dengan ideologi – ideologi besar dunia (Islam, sekulerisme dan sosialisme-komunisme),  kemudian ketidakmampuan demokrasi dan pancasila dalam menyelesaikan problematika multidimensional yang terjadi di Indonesia dan justru merupakan akar dari masalah dan semakin jelas kerusakan yang ditimbulkan tatkala semakin lama diterapkan.

Sesungguhnya demokrasi berdiri diatas dasar, bahwasanya kedaulatan ditangan rakyat, sehingga kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum berada ditangan rakyat dengan menafikkan segala paham yang berpotensi dan atau memang lebih tinggi kedudukannya dari pada rakyat. Kemudian dipilih representasi untuk mewakili aspirasi dari rakyat. Nantinya, apapun yang dihasilkan berdasarkan suara dan ketetapan mayoritas dari para representator. Disinilah kecacatan demokrasi terungkap. Ia berdasarkan suara mayoritas, dengan tanpa memperhitungkan bahwasanya pemikiran dan motif satu orang dengan yang lainnya pasti berbeda, kemudian kapabilitas/keahlian dalam bidang yang dimusyawarahkan, serta kadar dan isi kepala masing – masing orang yang tentunya berbeda pula, juga tanpa memperhitungkan apakah mayoritas tersebut benar atau salah. Bisa jadi, minoritas yang benar dikalahkan karena kepentingan mayoritas. “Bahwasanya jika kamu mengikuti kebanyakan orang, maka kebanyakan orang(mayoritas) itu akan menyesatkan kamu”. Demokrasi juga mempunyai aspek kebebasan, yaitu kebebasan beragama (liberty of religion), kebebasan kepemilikan (liberty of ownership), kebebasan berekspresi (freedom of expression), serta kebebasan berpendapat (freedom of speech) yang disandarkan pada ideologi sekulerisme yang memisahkan peranan agama dari kehidupan. Agama dan negara didikotomikan, agama hanya boleh bertempat ditempat peribadatan (red:masjid) sedangkan untuk urusan negara diatur dengan menggunakan undang – undang buatan manusia. Hal inilah yang mengawali pelecehan, pereduksian, penyelewengan, kriminalisasi terhadap ajaran agama (red:islam), serta munculnya paham – paham keagamaan yang baru, serta mudahnya orang berpindah agama (red:murtad). Ini baru dalam tataran kebebasan beragama. Belum lagi kebebasan kepemilikan yang berakibat pada berakibat jatuhnya kepemilikan – kepemilikan negara dan kepemilikan umum ke tangan kaum kapitalis domestik maupun asing. Tidak ada lagi batas – batas (borderless) kepemilikan yang di atur dengan undang – undang. PT Indosat, Blok Cepu, Blok Mahakam , Exxon Mobile, Freeport Mcmoran barulah segelintir ironi yang membuktikan ketidakberdayaan sistem demokrasi dan pancasila dalam menjaga kedaulatan negara. Kebebasan untuk berekspresi berakibat pada sistem budaya dan sosial kemasyarakatan yang amoral dan permissive tanpa adanya aturan yang mengikat. Gaya hidup hedonis dan apatis remaja, tawuran, pergaulan dan seks bebas, perselingkuhan dan banyak lagi gaya hidup amoral yang dilahirkan oleh Rahim liberalisme, di atas namakan kebebasan berekspresi. Sedangkan kebebasan berpendapat (freedom of speech) merupakan pangkal dari semua kebebasan tersebut. Orang menistakan agama dengan dalih kebebasan berpendapat. Orang membolehkan zina atas nama kebebasan berpendapat. Orang membolehkan LGBT atas nama kebebasan berpendapat.


Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya pancasila merupakan produk demokrasi yang berideologikan sekulerisme yang mendikotomikan agama dengan negara, ia dengan mudah dapat ditafsirkan sesuai dengan pendapat masing – masing atau kebanyakan orang. Ia bukanlah ideologi dan tidak sepatutnya dipakai.