Maqam Dakwah dan Maqam Siyasah

Li kulli maqâm, maqâl. Wa li kulli maqâl, maqâm. Pada setiap kedudukan, ada standar dan etika pembicaraan. Dan untuk setiap pembicaraan, ada tempatnya sendiri-sendiri.

Pada maqâm dakwah, kita dianjurkan untuk berprasangka baik. Husn-u zhon. Bahkan, kepada pendosa besar sekalipun. Siapa tahu, suatu saat, sang pendosa akan menemukan jalannya kembali ke pangkuan Tuhan dan menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari kita yang hidup "secara biasa-biasa" saja.

Banyak contoh yang tercatat dalam sejarah panjang kehidupan kita. Sayyidinâ Umar ibn Khattâb adalah contoh sosok agung yang mengalami "shifting paradigm" dalam sejarah kita.

Bagaimana dengan maqâm siyâsah? Sependek yang saya tahu, rumusnya adalah rumus peperangan: al-harb khid'ah. Inti perang adalah adu strategi. Begitu pula jika kita masuk gelanggang politik alias maqâm siyâsah.

Pada maqâm ini, ber-husn-u zhon justru akan mencelakakan. Tapi, ber-sû'u zhon juga tidak dianjurkan. Yang harus dinyalakan adalah alarm kewaspadaan.

Hanya sedikit orang yang mampu berdakwah di maqâm siyâsah dan ber-siyâsah di maqâm dakwah. Di antara yang sedikit itu, ada Gus Dur.

Maqâm itu, tidak bisa diduduki oleh sembarang orang. Hanya mereka yang memiliki kalbu seluas samudera dan nyali sekokoh baja saja yang bisa mencapainya.

Jadi, kalau hati dan nyali kita masih ciut, jangan coba-coba meniru Gus Dur. Apalagi berbicara di depan publik seperti gaya Butet atau Gus Pur menirukan Gus Dur.

Jika Anda memaksakan diri meniru Gus Dur menggabungkan dua maqâm itu, pilihannya cuma dua: bakal ditertawakan atau dihujani makian...

#edisikangengusdur

Status FB Cak Dayat

Dakwah di Masyarakat


Menurut Anas (2005), adanya globalisasi menyebabkan dalam satu global village (desa buana) yang mensyaratkan adanya desa-desa yang “dikotakan”. Seluruh pelosok dunia menjadi kota atau metropolis karena efek arus komunikasi dan informasi. Kemajuan komunikasi dan informasi menjadikan suatu desa menjadi kota tidak secara geografis, tetapi secara antropologis-kultural yang mana masyarakatnya menjadi berbudaya kota.

Hal tersebut mengakibatkan pergeseran bahkan perubahan pemahaman dan persepsi masyarakat terhadap agama. Pada masyarakat Agraris, agama dipahami sebagai sumber moral, etika dan norma hidup serta menjadi motif dari seluruh gerakan. Namun sekarang, sumber dan motif tersebut dikacaukan oleh modernisasi dan industrialisasi. Saat ini, agama hanya dijadikan alat instrumen kehidupan, alat legitimasi dari apa yang diperbuat serta alat justifikasi kepentingan pribadi dan kelompok. Melihat kenyataan tersebut, seorang dai harus memiliki visi dan strategi pemahaman keagamaan di masa kini dan mendatang. Menurut Anas (2005) langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seorang dai adalah sebagai berikut. 
  1. Reinterpretasi ajaran-ajaran agama untuk mengkontekstualisasikan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern.
  2. Mengelola instansi-instansi dan institusi-institusi keagamaan serta dakwah islam secara profesionaldengan memperhatikan psikologi masyarakat modern.
  3. Memperkenalkan islam kepada masyarakat modern melalui berbagai media yagn memungkinkan secara arif dan persuatif, bukan hanya mengandalkan khutbah-khutbah di masjid.
  4. Meninggalkan struktur pemahaman masyarakat modern yang berpola pikir parsial, puritan-mutlak dan primordial menuju ke arah transformasi masyarakat berpola pikir kosmopolitan, egaliter dan universal.

Dakwah dalam Keluarga


Menurut Nasir (2013), untuk membangun keluarga dakwah, setidaknya ada tiga pilar penting yang harus tegak dalam suatu rumah tangga. Tiga pilar tersebut adalah pilar ibadah, pilar ilmu, dan pilar ekonomi. Kegitapilar tersebut harus terpenuhi agar terciptanya keluarga dakwah. 

Pilar pertama adalah pilar ibadah. Keluarga harus menjadi teladan dalam hal ibadah karena ibadah yang benar dan istiqomah merupakan kekuatan bagi para dai (orang yang berdakwah) dalam menjalankan misi dakwahnya. Bermula dari shalat lima waktu secara berjamaah di masjid bagi anggota keluarga pria, tepat waktu menunaikan zakat, membiasakan anggota keluarga untuk bersedekah, menghidupkan puasa sunnah kepada seluruh anggota keluarga, membudayakan zikir, doa, dan tilawah sebagai hiburan utama anggota keluarga.

Pilar yang kedua yaitu pilar ilmu. Ketika kita beribadah dan berdakwah haruslah didasari dengan ilmu. Ilmu yang paling penting diajarkan dalam rumah tangga adalah ilmu mengenal Allah dan jalan menuju Allah. Hal tersebut penting karena berdakwah mengajarkan orang lain kepada Allah dan jalan yang mengarah kepada-Nya. Di antara tanda keluarga yang akan menjadi keluarga dakwah adalah jika seisi rumah tangga diilhamkan kesenangan menuntut ilmu agama. Sebagaimana sabda Rosullullah SAW. “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi rumah tangga maka diberikan kecenderungan mempelajari agama, yang muda menghormati yang tua, dicukupkan rizkinya dalam kehidupan, sederhana dalam kehidupan, mampu melihat kekurangan, dan kemudian bertaubat. Jika Allah menghendaki yang sebaliknya maka dibiarkannya keluarga itu dalam kesesatan.” (HR Ad Dailami)

Pilar yang ketiga adalah pilar ekonomi. Banyak keluarga yang tercerai berai bahkan runtuh hanya karena alasan ekonomi yang tak tercukupi. Selain ibadah dan ilmu, bekal lain yang dibutuhkan oleh keluarga dakwah adalah kecukupan ekonomi demi kebutuhan fisik seluruh anggota keluarga. Kebutuhan di sini bukan hanya kebutuhan pokok keluarga, melainkan juga kemampuan untuk menabung demi menghadapi masa-masa sulit sehingga ketahanan keluarga secara lahir dan batin tetap terjaga. 

Karakter Dakwah

Apabila dikatakan “dakwah islamiah”, maka yang dimaksudkan adalah “Risalah terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu dari Allah dalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan di dalamnya, baik di depan atau belakangnya, dengan kalam-Nya yang bernilai mukjizat, dan yang ditulis di dalam mushaf yang diriwayatkan dari Nabi Saw dengan Sand yang mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah”.

Dengan penjabaran demikian, dakwah Islam memiliki beberapa karakter yang membedakannya dari dakwah-dakwah yang lain. Ada beberapa karakteristik di antaranya ialah:
  1. Rabaniyah, artinya bersumber dari wahyu Allah Swt.
  2. Wasathiyah, artinya tengah-tengah atau seimbang
  3. Ijabiyah, artinya positif dalam memandang alam, manusia, dan kehidupan
  4. Waqi’iyah, artinya realistis dalam memperlakukan individu dan masyarakat
  5. Akhlaqiyah, artinya sarat dengan nilai kebenaran, baik dalam sarana maupun tujuannya
  6. Syumuliyah, artinya utuh dan menyeluruh dalam manhajnya
  7. Alamiyah, bersifat mendunia
  8. Syuriyah, berpijak di atas prinsip musyawarah dalam menentukan segala sesuatunya
  9. Jihadiyah, artinya terus memerangi siapa saja yang berani menghalang-halangi Islam, dan mencegah tersebarnya dakwah.
  10. Salafiyah, artinya menjaga orisinalitas dalam pemahaman dan akidah[8].

[8]  Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011, hal 45-46

Dalil Dakwah

Dakwah merupakan kewajiban yang syar’i. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.

Beberapa Ayat Dakwah

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl [16]:125)


وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran [3]: 104)

Beberapa Hadits Dakwah

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
(رواه صحيح مسلم)

Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman”


اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
رواه البخارى

“Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah”

Pengertian Dakwah


Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : da’a – yad’u – da’watan yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil[1]. Di antara makna dakwah secara bahasa adalah:
  • An-Nida artinya memanggil; da’a filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang fulanah
  • Menyeru, ad-du’a ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu[2].
Dalam dunia dakwah, rang yang berdakwah biasa disebut Da’i dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut denganMad’u[3].

Dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai berikut:
  1. Prof. Toha Yaahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
  2. Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  3. Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
  4. Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.
  5. Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim[4].
Dari beberapa definisi di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh informan (da’i) untuk menyampaikan informasi kepada pendengar (mad’u) mengenai kebaikan dan mencegah keburukan. Aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan menyeru, mengajak atau kegiatan persuasif lainnya.

Dakwah menjadikan perilaku Muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin yang harus didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur: da’i (subyek), maaddah(materi), thoriqoh (metode), wasilah (media), dan mad’u (objek) dalam mencapai maqashid (tujuan) dakwah yang melekat dengan tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat[5].

Islam sebagai agama merupakan penerus dari risalah-risalah yang dibawa nabi terdahulu, terutama agama-agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani. Islam diturunkan karena terjadinya distorsi ajaran agama, baik karena hilangnya sumber ajaran agama sebelumnya ataupun pengubahan yang dilakukan pengikutnya. Dalam agama Nasrani misalnya, hingga saat ini belum ditemukan kitab suci yang asli.
Karena dakwah merupakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar, dakwah tidak selalu berkisar pada permasalahan agama seperti pengajian atau kegiatan yang dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya. Paling tidak ada tiga pola yang dapat dipahami mengenai dakwah.

a. Dakwah Kultural
Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang mendekatkan pendekatan Islam Kultural, yaitu: salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrinasi yang formal antara Islam dan negara. Dakwah kultural merupakan dakwah yang mendekati objek dakwah (mad’u) dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang berlaku pada masyarakat. Seperti yang telah dilaksanakan para muballigh dahulu (yang dikenal sebagai walisongo) di mana mereka mengajarkan Islam menggunakan adat istiadat dan tradisi lokal. Pendekatan dakwah melalui kultural ini yang menyebabkan banyak masyarakat yang tertarik masuk Islam. Hingga kini dakwah kultural ini masih dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesia.

b. Dakwah Politik
Dakwah politik adalah gerakan dakwah yang dilakukan dengan menggunakan kekuasaan (pemerintah); aktivis dakwah bergerak mendakwahkan ajaran Islam supaya Islam dapat dijadikan ideologi negara, atau paling tidak setiap kebijakan pemerintah atau negara selalu diwarnai dengan nilai-nilai ajaran Islam sehingga ajaran Islam melandasi kehidupan politik bangsa. Negara dipandang pula sebagai alat dakwah yang paling strategis.
Dakwah politik disebut pula sebagai dakwah struktural. Kekuatan dakwah struktural ini pada umumnya terletak pada doktrinasi yang dipropagandakannya. Beberapa kelompok Islam gigih memperjuangkan dakwah jenis ini menurut pemahamannya.

c. Dakwah Ekonomi
Dakwah ekonomi adalah aktivitas dakwah umat Islam yang berusaha mengimplementasikan ajaran Islam yang berhubungan dengan proses-proses ekonomi guna peningkatan kesejahteraan umat Islam. Dakwah ekonomi berusaha untuk mengajak umat Islam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraannya. Ajaran Islam dalam kategori ini antara lain; jual-beli, pesanan, zakat, infak dan lain sebagainya.

Makna “dakwah” juga berdekatan dengan konsep ta’lim, tadzkir, dantashwir. Ta’lim berarti mengajar, tujuannya menambah pengetahuan orang yang diajar, kegiatannya bersifat promotif yaitu meningkatkan pengetahuan, sedang objeknya adalah orang yang masih kurang pengetahuannya. Tadzkirberarti mengingatkan dengan tujuan memperbaiki dan mengingatkan pada orang yang lupa terhadap tugasnya sebagai serang muslim. Karena itu kegiatan ini bersifat reparatif atau memperbaiki sikap, dan perilaku yang rusak akibat pengaruh lingkungan keluarga dan sosial budaya yang kurang baik, objeknya jelas mereka yang sedang lupa akan tugas dan perannya sebagai muslim.
Tashwir berarti melukiskan sesuatu pada alam pikiran seorang, tujuannya membangkitkan pemahaman akan sesuatu melalui penggemaran atau penjelasan. Kegiatan ini bersifat propagatif, yaitu menanamkan ajaran agama kepada manusia, sehingga mereka terpengaruh untuk mengikutinya[6].

Dakwah yang diwajibkan tersebut berorientasi pada beberapa tujuan:
  1. Membangun masyarakat Islam, sebagaimana para rasul Allah yang memulai dakwahnya di kalangan masyarakat jahiliah. Mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Allah Swt, menyampaikan wahyu-Nyan kepada kaumnya, dan memperingatkan mereka dari syirik.
  2. Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang terkena musibah. Seperti penyimpangan dan berbagai kemungkaran, serta pengabaian masyarakat tersebut terhadap segenap kewajiban.
  3. Memelihara kelangsungan dakwah di kalangan masyarakat yang telah berpegang pada kebenaran, melalui pengajaran secara terus-menerus, pengingatan, penyucian jiwa, dan pendidikan[7].

[1] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, Jakarta, 2008 hal. 3
[2] Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011,
[3] Lihat Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal. 1
[4] Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal. 1-2
[5] Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011
[6] [6] Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011 hal 4-5
[7][7] Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011,