Kisah Al Habib Kadzim As Saqqaf Hafizahullahuta'ala

Seorang ulama besar Imam Khalid Hussain,Leicester, UK

"Aku bertanya pada Habib Umar bin Hafidz, beritahu kami tentang Habib Kadzim Asseqqaf. Ada sesuatu tentang dirinya, sesuatu yang istimewa..?

Habib Umar menjawab, "Tahukah anda tentang beliau? Beliau (habib Kadzim) sudah menjadi mudir rubat kota shihr sementara beliau masih lg berusia dua puluhan. Ada lebih dari 700 penuntut di sana tetapi apakah anda tahu bagaimana itu terjadi, mudir Rubat ini ketika malam pelajar sedang tidur di Rubat, beliau akan mencuci pakaian mereka, membersihkan toilet, beliau akan memasak makanan mereka, mencuci pinggan mereka, membersihkan bilik mereka, dia akan melayani murid-muridnya.

Dan ketika turun untuk mengajar pada siang hari, dia mengajar Shihah Sittah, dia mengajar kitab Tazkiya, dia mengajar Tafsir, dia mengajar Ulum Ul Hadis, (kitab kitab tersebut beliau hafal di luar kepala dan sudah jadi darah daging dengan semua tindakan dan amalan beliau) dia mengajar mereka semuanya.

Jadi beliau benar-benar melayani mereka, menjadi guru secara fisik dan rohani (zahir batin) Oleh kerana itu Allah S.W.T telah mengangkat darjatnya di tempat yang sangat-sangat istimewa. "

Kisah warkudara mencari ilmu makrifat

Kisah warkudara mencari ilmu makrifat, dia masuk ke dasar laut tapi tidak mati di dasar laut ketemu dewa ruci,

diceritakan dalam kisah Dewa Ruci, di mana diceritakan perjalanan Bima (mahluk Tuhan) mencari “air kehidupan” yakni sejatinya hidup. Air kehidupan atau
tirta maya , dalam bahasa Arab disebut
sajaratul makrifat . Bima harus melalui berbagai rintangan baru kemudia bertemu dengan Dewa Ruci (Dzat Tuhan) untuk mendapatkan “ngelmu”.
Bima yang tidak lain adalah Wrekudara/AryaBima, masuk tubuh Dewa Ruci menerima ajaran tentang Kenyataan “Segeralah kemari Wrekudara, masuklah ke dalam tubuhku”, kata Dewa Ruci. Sambil tertawa Bima bertanya :”Tuan ini bertubuh kecil, saya bertubuh besar, dari mana jalanku masuk, kelingking pun tidak mungkin masuk”. Dewa Ruci tersenyum dan berkata lirih:”besar mana dirimu dengan dunia ini, semua isi dunia, hutan dengan gunung, samudera dengan semua isinya, tak sarat masuk ke dalam tubuhku”.
Atas petunjuk Dewa Ruci, Bima masuk ke dalam tubuhnya melalui telinga kiri.
Dan tampaklah laut luas tanpa tepi, langit luas, tak tahu mana utara dan selatan, tidak tahu timur dan barat, bawah dan atas, depan dan belakang. Kemudian, terang, tampaklah Dewa Ruci, memancarkan sinar, dan diketahui lah arah, lalu matahari, nyaman rasa hati.
Ada empat macam benda yang tampak oleh Bima, yaitu hitam, merah kuning dan putih. Lalu berkatalah Dewa Ruci:”Yang pertama kau lihat cahaya, menyala tidak tahu namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya ada di dalam hatimu, yang memimpin dirimu, maksudnya hati, disebut muka sifat, yang menuntun kepada sifat lebih, merupakan hakikat sifat itu sendiri. Lekas pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu jangan ragu, untuk hati tinggal, mata hati itulah, menandai pada hakikatmu, sedangkan yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih, itu adalah penghalang hati.
Yang hitam kerjanya marah terhadap segala hal, murka, yang menghalangi dan menutupi tindakan yang baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang baik, segala keinginan keluar dari situ, panas hati, menutupi hati yang sadar kepada kewaspadaan. Yang kuning hanya suka merusak. Sedangkan yang putih berarti nyata, hati yang tenang suci tanpa berpikiran ini dan itu, perwira dalam kedamaian. Sehingga hitam, merah dan kuning adalah penghalang pikiran dan kehendak yang abadi, persatuan Suksma Mulia.
Lalu Bima melihat, cahaya memancar berkilat, berpelangi melengkung, bentuk zat yang dicari, apakah gerangan itu ?! Menurut Dewa Ruci, itu bukan yang dicari (air suci), yang dilihat itu yang tampak berkilat cahayanya, memancar bernyala-nyala, yang menguasai segala hal, tanpa bentuk dan tanpa warna, tidak berwujud dan tidak tampak, tanpa tempat tinggal, hanya terdapat pada orang-orang yang awas, hanya berupa firasat di dunia ini, dipegang tidak dapat, adalah Pramana, yang menyatu dengan diri tetapi tidak ikut merasakan gembira dan prihatin, bertempat tinggal di tubuh, tidak ikut makan dan minum, tidak ikut merasakan sakit dan menderita, jika berpisah dari tempatnya, raga yang tinggal, badan tanpa daya. Itulah yang mampu merasakan penderitaannya, dihidupi oleh suksma, ialah yang berhak menikmati hidup, mengakui rahasia zat.
Kehidupan Pramana dihidupi oleh suksma yang menguasai segalanya, Pramana bila mati ikut lesu, namun bila hilang, kehidupan suksma ada. Sirna itulah yang ditemui, kehidupan suksma yang sesungguhnya, Pramana Anresandani.
Jika ingin mempelajari dan sudah didapatkan, jangan punya kegemaran, bersungguh-sungguh dan waspada dalam segala tingkah laku, jangan bicara gaduh, jangan bicarakan hal ini secara sembunyi-sembunyi, tapi lekaslah mengalah jika berselisih, jangan memanjakan diri, jangan lekat dengan nafsu kehidupan tapi kuasailah.
Tentang keinginan untuk mati agar tidak mengantuk dan tidak lapar, tidak mengalami hambatan dan kesulitan, tidak sakit, hanya enak dan bermanfaat, peganglah dalam pemusatan pikiran, disimpan dalam buana, keberadaannya melekat pada diri, menyatu padu dan sudah menjadi kawan akrab.
Sedangkan Suksma Sejati, ada pada diri manusia, tak dapat dipisahkan, tak berbeda dengan kedatangannya waktu dahulu, menyatu dengan kesejahteraan dunia, mendapat anugerah yang benar, persatuan manusia/kawula dan pencipta/Gusti.

Maaf ngambil contohnya dari wayang kulit

SEORANG IBU DAN ANAKNYA

Dikisahkan pula bahwasanya ada seorang wanita yang memiliki anak yang sangat jahat dan hari-harinya pun dilalui dengan lumuran dosa. Si ibu yang merupakan sosok wanita shalihah yang menyadari anaknya seperti itu, tentu saja menyuruh si anak untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya dan kemudian berbuat kebajikan serta tidak berpindah lagi kepada kebiasaan buruknya tersebut. Tetapi, anaknya tetap membandel, ia tidak mau berpindah dari kelakuan jahatnya yang telah dilakukannya selama ini. Perbuatan maksiat itu terus dilakukannya sampai ia menemui ajalnya. Maka bersedihlah sang ibu demi melihat anaknya yang mati tanpa tobat, dimana ia tidak melihat satu sisi pun dari kehidupan anaknya yang akan menyelamatkannya di hadapan Tuhan Penguasa Akhirat. Sang ibu tampaknya pasrah dengan nasib buruk yang akan dialami oleh sang anak di dalam kubur dan lebih-lebih di neraka.

Di suatu malam, ketika wanita itu tertidur, ia bermimpi tentang anaknya disiksa oleh malaikat penjaga kubur di dalam kuburnya. Akibatnya, semakin bertambah kedukaan sang ibu tersebut manakala bayangannya selama ini dilihatnya secara langsung sekali pun hanya dalam mimpi. Tetapi benarkah sang anak disiksa? Ternyata, ketika sang ibu memimpikan lagi anaknya di lain kesempatan, ia melihat anaknya dalam rupa dan kondisi yang sebaliknya dalam mimpi sebelumnya. Ia melihat anaknya saat itu diperlakukan dengan perlakuan yang sangat elok, yang berada dalam keadaan suka dan bahagia. Sehingga, ibunya pun terheran-heran dan bertanya pada sang anak, “Apa gerangan yang membuatmu bisa diperlakukan seperti ini, padahal dulu semasa engkau hidup engkau penuh dengan lumuran dosa?” Sang anak menjawab, “Wahai ibunda, di suatu ketika telah lewat di hadapanku sekelompok orang yang sedang mengusung jenazah yang hendak dikuburkan.

Mayat itu kukenal, dan ia semasa hidupnya ternyata lebih jahat daripada diriku. Kemudian aku ikut mengiringi pemakamanny, dan disana aku sempat menyaksikan makam-makam lainnya. Ketika itulah aku berpikir bahwa laki-laki sial itu sudah pasti ditimpa oleh huru-hara akhirat akibat perbuatan maksiatnya. Secara tidak sadar aku menangis dan membayangkan kalau diriku juga bakal ditimpa peristiwa yang mengerikan yang sama. Pada saat itulah aku menyesali segala kesalahan dan dosa yang telah kuperbuat, dan bertobat dengan sebenar-benarnya tobat di hadapan Ilahi.

Kemudian, aku membaca Al-quran dan shalawat Nabi SAW sebanyak sepuluh kali dan membacakan shalawat kesebelas kalinya dan pahalanya kuhadiahkan kepad ahli kubur yang naas tersebut, sehingga disitulah Allah SWT menunjukkan kemahapengampunanNya. Dia mengampuni dosa-dosaku. Jadi apa yang telah engkau lihat wahai ibunda, itulah nikmat yang telah diberikan Allah SWT atasku. Ketahuilah ibunda, bahwa shalawat atas Nabi SAW itu menjadi cahaya di dalam kuburku, menghapuskan dosa-dosaku dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang hidup maupun yang sudah meninggal.”

Bersama Para Pencinta.
Ommis, Aaeboy Claludckiti, Imdrie Vinoura, R Ali Nugraha, Aiman Kusnanto, Supriyadi Basya Al-Bashri,

PESAN BAPAK UNTUK ANAKNYA DI FACEBOOK

Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya. Login facebook. Pertama kali yang dicek adalah inbox.

Hari ini dia melihat sesuatu yang tidak pernah dia pedulikan selama ini. Ada 2 dua pesan yang selama ini ia abaikan. Pesan pertama, spam. Pesan kedua…..dia membukanya. Ternyata ada sebuah pesan beberapa bulan yang lalu.

Diapun mulai membaca isinya:

“Assalamu’alaikum. Ini kali pertama Bapak mencoba menggunakan facebook. Bapak mencoba menambah kamu sebagai teman sekalipun Bapak tidak terlalu paham dengan itu. Lalu bapak mencoba mengirim pesan ini kepadamu. Maaf, Bapak tidak pandai mengetik. Ini pun kawan Bapak yang mengajarkan.

Bapak hanya sekedar ingin mengenang. Bacalah !

Saat kamu kecil dulu, Bapak masih ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik memanggil : Bapak, Bapak, Bapak. Bapak Bahagia sekali rasanya anak lelaki Bapak sudah bisa me-manggil2 Bapak, sudah bisa me-manggil2 Ibunya”.

Bapak sangat senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak paham apa yang Bapak ucapkan ketika umurmu 4 atau 5 tahun. Tapi, percayalah. Bapak dan Ibumu bicara dengan kamu sangat banyak sekali. Kamulah penghibur kami setiap saat.walaupun hanya dengan mendengar gelak tawamu.

Saat kamu masuk SD, bapak masih ingat kamu selalu bercerita dengan Bapak ketika membonceng motor tentang apapun yang kamu lihat di kiri kananmu dalam perjalanan.

Ayah mana yang tidak gembira melihat anaknya telah mengetahui banyak hal di luar rumahnya.

Bapak jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan. Bapak sangat mengiginkan kamu menjadi anak yang pandai dan taat beribadah.

Masih ingat jugakah kamu, saat pertama kali kamu punya HP? Diam2 waktu itu Bapak menabung karena kasihan melihatmu belum punya HP sementara kawan2mu sudah memiliki.

Ketika kamu masuk SMP kamu sudah mulai punya banyak kawan-kawan baru. Ketika pulang dari sekolah kamu langsung masuk kamar. Mungkin kamu lelah setelah mengayuh sepeda, begitu pikir Bapak. Kamu keluar kamar hanya pada waktu makan saja setelah itu masuk lagi, dan keluarnya lagi ketika akan pergi bersama kawan-kawanmu.

Kamu sudah mulai jarang bercerita dengan Bapak. Tahu2 kamu sudah mulai melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi. Kamu mencari kami saat perlu2 saja serta membiarkan kami saat kamu tidak perlu.

Ketika mulai kuliah di luar kotapun sikap kamu sama saja dengan sebelumnya. Jarang menghubungi kami kecuali disaat mendapatkan kesulitan. Sewaktu pulang liburanpun kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.

Bapak bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan2mu itu lebih penting dari Bapak dan Ibumu? Adakah Bapak dan Ibumu ini cuma diperlukan saat nanti kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?

Kamu semakin jarang berbicara dengan Bapak lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari saja lewat sms. Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, malah menjadi-jadi.

Malam ini, Bapak sebenarnya rindu sekali pada kamu.

Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma Bapak sudah merasa terlalu tua. Usia Bapak sudah diatas 60 an. Kekuatan Bapak tidak sekuat dulu lagi.

Bapak tidak minta banyak…

Kadang-kadang, Bapak cuma mau kamu berada di sisi bapak. Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu. Menangis pada Bapak. Mengadu pada Bapak.Bercerita pada Bapak seperti saat kamu kecil dulu.

Andaipun kamu sudah tidak punya waktu samasekali berbicara dengan Bapak, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Allah.
Jangan letakkan cintamu pada seseorang didalam hati melebihi cintamu kepada Allah.
Mungkin kamu mengabaikan Bapak, namun jangan kamu sekali2 mengabaikan Allah.

Maafkan Bapak atas segalanya. Maafkan Bapak atas curhat Bapak ini. Jagalah solat. Jagalah hati. Jagalah iman. ”

Pemuda itu meneteskan air mata, terisak. Dalam hati terasa perih tidak terkira...................
Bagaimana tidak ?
Sebab tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya.

KISAH KESETIAAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

Hiduplah seorang laki2 yg sangat miskin bersama istrinya.

Suatu sore, sang istri meminta dibelikan sisir untuk rambutnya
yg panjang agar terlihat anggun.

Sang suami memandangnya dengan sedih, dan berkata: "Aku belum bisa memenuhi permintaanmu. Bahkan untuk jam tanganku saja aku belum bisa membeli talinya".

Istrinya tidak membantah, bahkan tampak senyum diwajahnya.

Keesokan harinya, setelah selesai dari pekerjaannya, sang suami pergi ke pasar dan menjual jam tangannya, yang tanpa tali itu dengan harga murah. Kemudian membeli sisir permintaan istrinya.

Ketika sampai di rumah sore hari sambil membawa sisir yang
dibelinya itu, ia melihat rambut istrinya sudah sangat pendek sekali,
Dan dilihat tangan istrinya memegang tali jam tangan
(rupanya sang istri memotong rambutnya dan menjualnya untuk membeli tali jam tangan).

Lalu keduanya saling memandang dengan air mata yg bercucuran.
Bukan karena apa yg mereka lakukan sia-sia!! Tapi karena keduanya merasa saling mencintai. Keduanya sama-sama ingin memenuhi apa yg diinginkan satu sama lain.

Subhanallah...
__

Ingatlah selalu..
Bahwa mencintai atau dicintai seseorang itu harus berusaha
membahagiakannya dengan banyak cara,
Bahkan jika hal itu berharga mahal..
Karena cinta sejati bukanlah pada kata-kata, tapi pada perbuatan.

Semoga kita selalu taat dan setia terhadap suami/istri (yang sudah berkeluarga). Dan yg belum berkeluarga, Semoga Allah memberikan jodoh yg terbaik buat sahabat semua.

Aamiin ya robbal'alamiin.

Abu Ubaidah bin Jarrah


Abu Ubaidah bin Jarrah lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah, adapun Abu Ubaidah adalah nama laqab fiulukan) baginya. Abu Ubaidah berperawakan tinggi, kurus, berjenggot tipis, berwajah ceria namun berwibawa, serta bersifat rendah hati, zuhud, sangat pemalu, namun pemberani sehingga dia sangat disenangi kawan-kawannya sekaligus disegani lawan-lawannya.

Abu Ubaidah termasuk orang yang pertama-tama masuk lslam. Keislamannya selang sehari setelah Abu Bakar atau sehari sebelum Abdurrahman bin Auf memeluk lslam. Abu Bakarlah yang membawanya menemui Rasulullah saw. untuk menyatakan syahadat di hadapan beliau. Sejak menyatakan keislamannya, Abu Ubaidah menjadi sahabat kesayangan dan kepercayaan Rasulullah saw. Bahkan dia termasuk satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga dalam sebuah hadis Nabi saw.

Sejak berbaiat kepada Rasulullah saw. untuk membaktikan seluruh hidupnya di jalan Allah, Abu Ubaidah tidak lagi memerhatikan dirinya dan masa depannya. Seluruh hidupnya dia habiskan untuk mengemban amanat yang dititipkan Allah kepadanya, untuk mencapai rida-Nya. Amanat yang diembannya selalu dipenuhi dengan penuh tanggung jawab. lnilah yang membuat Rasulullah kagum kepadanya, sehingga beliau berkata, “Setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.” Sungguh predikat yang mengagumkan! Kehidupan Abu Ubaidah tidak jauh berbeda dengan kebanyakan sahabat lainnya, yakni diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan agama lslam. Saat kaum muslimin mendapat tekanan, penindasan, ancaman, dan bahkan siksaan dari kaum kafir Quraisy, Abu Ubaidah salah satu di antara mereka. Dia termasuk di antara kaum muslimin yang berhijrah ke Habsyi pada gelombang kedua demi menyelamatkan akidahnya.

Di Habsyi, Abu Ubaidah bersama para sahabat yang lain diterima dan dilayani dengan baik oleh Raja Najasyi dan penduduk Habsyi. Namun demikian, penerimaan serta pelayanan Raja Najasyi yang sangat baik dan menyenangkan itu tidak membuatnya betah berlama-lama di sana. Nyatanya, tetap saja dia memutuskan kembali ke Mekah untuk menyertai perjuangan Rasulullah saw. Baginya tidak mungkin menikmati kehidupan yans enak dan menyenangkan sementara orang yang paling dicintainya, Rasulullah saw., berada dalam penderitaan yang tak terperi.

Abu Ubaidah tetap teguh keimanannya meskipun tekanan demi tekanan dia terima dari kaum kafir Quraisy, termasuk permusuhan yang amat nyata dari sang ayah yang masih musyrik. Keteguhan iman itu dibawanya sampai tiba saat hijrah ke Madinah bersama sahabat-sahabat yang lain. Bahkan mempertahankan iman itulah yang menjadi motivasi utamanya dalam berhijrah. Sejak menginjakkan kakinya di Madinah, Abu Ubaidah menganggap bumi Yatsrib sebagai tanah air bagi agama dan dirinya, yang harus dipertahankan mati-matian. Dia melakukan tugas dan kewajibannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, sebagaimana terlihat dari kehadirannya di semua peperangan bersama Rasulullah saw. Perang pertama antara kaum muslimin dan kaum kafir, perang Badar, menjadi ujian pertama bagi kualitas keimanannya. Selaku tentara, tentu saja dia harus senantiasa patuh kepada perintah panglimanya, yaitu Rasulullah saw. Sementara sebagai seorang mukmin, dia berkeyakinan bahwa semua yang berperang di bawah panji Rasulullah adalah saudara dan keluarganya, meskipun mereka berbeda asal-usul dan warna kulitnya.

Sebaliknya, semua yang berperang di bawah bendera Quraisy atau sekutu mereka adalah musuhnya, meskipun mereka adalah keluarga terdekatnya. Maka ketika dilihatnya sang ayah yang kafir berada dalam barisan tentara Quraisy, jiwanya bergejolak. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat ayahnya memerangi dan membunuhi saudara-saudaranya seiman. Pergolakan batin antara dirinya sebagaiseoranganakdan dirinya sebagaiseorang mukmin memaksanya untuk memutuskan sikap. Maka majulah ia menghampiri ayahnya, dan menghadapinya sebagai seorang musuh yang patut diperangi. Dengan keyakinannya, dia mengambil sikap sebagai seorang mukmin sejati yang memandang tali persaudaraan dan kekerabatan dari sudut pandang yang benar.

“Wahai ayah,” seru Abu Ubaidah begitu kudanya mendekati kuda ayahnya.”Bertobatlah. Sadarilah bahwa jalan yang engkau tempuh itu adalah jalan yang sesat. lkutlah bersamaku, dan jadilah keluargaku dalam iman.” ‘Anak kurang ajar! Bukan untuk ini kau kubesarkan. Sungguh, jika aku tahu akan begini jadinya, sudah sejak dulu kau kubunuh. Dasar anak durhaka!” Teriak ayahnya sambil terus menghantamkanpedangnya. “Kalau ayah tidak mau menuruti nasihatku, maka maafkan saya jika terpaksa melawan ayah.” Kata Abu Ubaidah masih dengan nada yang lembut. ‘Apa?! Kamu menantangku? Dasar anak tak tahu diuntung! Ayo maju, biar sekalian kupenggal kepalamu seperti teman-temanmu!”

Maka Abu Ubaidah pun menerjang bagai banteng terluka. Dihantamkannya pedang di tangannya tanpa ragu-ragu. Ayah dan anak itu bertempur layaknya dua orang musuh yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Keduanya saling memukul, menangkis, dan kadang menusukkan pedang masing-masing. Pelan tapi pasti, Abu Ubaidah dapat mendesak ayahnya. Akhirnya, setelah pertempuran itu berlangsung beberapa saat, Abu Ubaidah berhasil merobohkan ayahnya. “Maafkan saya, ayah.” Kata Abu Ubaidah Iirih sambil menatap tubuh ayahnya yang terkapar bersimbah darah. Sedih, pasti. Sebab, bagaimanapun juga laki-laki yang baru saja dirobohkannya itu ayahnya, orang yang pernah mengasuh dan membesarkannya. Tetapi apa mau dikata, peperangan ini adalah Perang akidah, dan ayahnya berada di pihak musuh yang memerangi saudara-saudaranya seiman. Tindakan Abu ubaidah yang luar biasa itu mengundang turunnya wahyu dari langit, sebagaimana tersurat di dalam Al-Qur’an:

“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Altah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. lngatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (Q.S. al-Mujadilah [58]: 22)

cerita Abu Ubaidah – Pada peperangan berikutnya, perang Uhud, Abu Ubaidah semakin menunjukkan kualitas imannya. Dialah orang yang merelakan tubuhnya dijadikan sebagai perisai untuk melindungi Nabi saw. dari senjata musuh. Ketika pasukan muslimin kocar-kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, Abu Ubaidah justru berlari menghampiri Nabi saw. karena melihat beliau dalam bahaya. Abu Ubaidah tidak memedulikan keselamatan dirinya, dan sama sekali tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun terhadap banyaknya lawan dan rintangan, Nabi saw. sendiri memang dalam bahaya. Bahkan beliau terluka parah. Di pipinya terhunjam dua rantai besi penutup kepala beliau yang melesak terhantam senjata lawan. Melihat itu, Abu Ubaidah segera berusaha untuk mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi saw. dengan menggunakan giginya. Digigitnya rantai itu sampai akhirnya terlepas dari pipi Nabi saw. Namun, bersamaan dengan itu, satu gigi seri Abu Ubaidah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap di pipi Rasulullah hingga terlepas. Kali ini pun satu gigi serinya harus lepas, sehingga dua gigi seri Abu Ubaidah ompong karenanya. Tindakannya itu membuat Rasulullah sangat terharu dan merasa bangga kepadanya.

Sejak itu, Abu Ubaidah kerap mendapat kepercayaan Rasulullah memimpin pasukan mulimin di beberapa peperangan. Pernah suatu ketika, Nabi saw. menugasi Abu Ubaidah memimpin 4O tentara muslim memerangi kaum kafir di Zil Qassah yang jaraknya 1 kilometer dari Madinah. Misi berakhir dengan kemenangan di pihak pasukan muslimin. Juga sewaktu dia memimpin pasukan yang terdiri atas orang-orang Muhajirin pertama, termasuk di dalamnya Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Suna membantu Amr bin Ash pada perang Zatus Salasil.