Dalam perkembangannya, penerapan Pemolisian Masyarakat dalam kegiatan kepolisian mengalami banyak hambatan, terutama timbul dari sebagian kecil internal lembaga Polisi sendiri yang masih belum bulat hati menerapkannya atau masih belum jelas bagaimana penerapannya. Permasalahan diatas muncul karena berbagai sebab, diantaranya adanya warisan model birokrasi kepolisian yang masih bersifat semi otokratis sehingga menciptakan budaya organisasi yang tertutup, sehingga Polisi masih cenderung ragu-ragu bekerjasama dengan masyarakat dalam menjalankan tugasnya (meskipun percepatan proses keterbukaan Kepolisian saat ini dinilai termasuk yang paling cepat bila dibandingkan dengan organisasi pemerintahan lain di Indonesia).
Permaslahan lain yang juga menjadi tantangan dalam menerapkan Pemolisian Masyarakat secara optimal berkaitan dengan model organisasi kepolisian yang “Top Down”, dimana pelaksanaan tugas kepolisian banyak dipengaruhi oleh adanya komando dari atas, sedangkan disisi lain, kinerja Pemolisian Masyarakat hanya berhasil manakala partispasi dari bawah dapat terakomodir dengan baik. Oleh karenanya banyak muncul kesan bahwa polisi bekerja tidak fleksibel (takut salah), sehinggap apabila tidak dikendalikan oleh atasannya, maka Polisi cenderung menghindar melakukan pekerjaannya.
Fungsi Polisi sangat berbeda dengan fungsi militer, dimana Polisi selalu berada ditengah-tengah masyarakat dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban bagi kehidupan masyarakat, sedangkan militer berfungsi membela dan mempertahankan Negara serta keutuhannya. Dalam hal ini militer terlihat lebih banyak berkaitan dengan Negara lain, ataupun kekuatan kelompok riil yang mengancam kelangsungan hidup suatu Negara.
Pada kenyataannya, meskipun Polisi lebih banyak berurusan dengan permasalahan keamanan dalam negeri yaitu menyangkut penegakkan hukum dan mengatasi berbagai permasalahan keamanan dan ketertiban yang muncul ditengah-tengah masyarakat, namun para anggota Polisi dituntut untuk memiliki disiplin dan garis komando yang jelas dalam kehidupan organisasinya (semi militeristik). Disisi lain, kehidupan internal organisasi yang semi militeristik itu harus berhadapan dengan gaya pemolisian sipil secara universal yang selalu mengacu kepada nilai-nilai dan harkat martabat kemanusiaan, manakala berhadapan dengan masyarakat (kondisi eksternal organsasi).
sumber
Post a Comment