Pendekatan Psikologis Pengantar Studi Islam

Psikologi atau Ilmu Jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorabg melalui gejala perilaku yang dapat diamati. Menurut Zakiah Dradjat, bahwa perilaku seseoranh yang nampak lahirnya terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang yang berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagai mana dikemukakan Zakiah Deradjat tidak akan mempersoalkan benar atau tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.

Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertakwa kepada Allah, sebagai orang saleh, orang yang berbuat baik, orang yang shiddiq (jujur) dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.

Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkah keagamaan yang dihayati, dipahami, dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkah usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.



sumber

Perilaku Halusinasi

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurangperhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapatmembedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins danHeacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskanatas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangunatas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapatdilihat dari lima dimensi yaitu :

Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapirangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya.Halusinasi dapatditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luarbiasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasialkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidakdapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi darihalusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.Klien tidaksanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisitersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individudengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untukmelawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yangmenimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatianklien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.

Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkanadanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik denganhalusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhikebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidakdidapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem controloleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupaancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Olehkarena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatanklien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkanpengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klientidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi denganlingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehinggainteraksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yangmendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga prosesdiatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya danhalusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saathalusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupandirinya.




sumber

Pengertian Psikopatologi Halusinasi

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguanpersepsi.Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising ataumendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalambentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakanmengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu,akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-bicarasendiri atau bibirnya bergerak-gerak.

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teoriyang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjagayang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang daridalam tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsiyang lebih dari munculnya ke alam sadar.

Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis,maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconsciousbisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknyakepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadidiproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.



sumber

Pengertian Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalamanpanca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yangsalah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsisensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjaditanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua systempenginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan ataupengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dariluar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saatkesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebutterjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dariindividu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidaknyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi padaklien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaandelirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaanalkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi denganepilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasijuga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yangmeliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasisama seperti pemberian obat diatas.



sumber

Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dandimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. Jadigangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakanantara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan,sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksudbahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan danmengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.

Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antarafantasi dan kenyataaan. Mereka dalap menggunakan proses pikir yanglogis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan sertamengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yangberat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu.

Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal.Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akanperasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsimelibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran,penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapatbersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987, hal725)



sumber

Implikasi Pendidikan Psikologi Humanis dalam Prose Pendidikan

Pandangan utama aliran filosofis pendidikan humanistic adalah proses pendidikan berpusat pada subyek didik. Roger dalam Dimyati dan Mudjiono (2002) berpendapat belajar akan optimal apabila siswa terlibat secara penuh dan sungguh serta berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar. Proses pendidikan berpusat pada subyek didik, dalam hal ini peran guru dalam proses pendidikan sebagai fasiltator dan proses pembelajaran dalam kontek proses penemuan yang bersifat mandiri (Hanurawan,2006). Searah dengan pandangan tersebut maka hakekat pendidik adalah fasilitator baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk itu seorang pendidik harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar mandiri. Proses belajar hendaknya merupakan kegiatan untuk mengeksploitasi diri yang memungkinkan pengembangan keterlibatan secara aktif subyek didik untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka system belajar yang cocok untuk pendidikan humanis ini adalah Enquiry Discovery yakni belajar penyelidikan dan penemuan. Dalam proses belajar mengajar system Enquiry Discovery ini guru tidak akan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk final, dengan kata lain guru hanya menyajikan sebagian, selebihnya siswa yang mencari atau menemukan sendiri.

Adapun tahapan dalam prosedur Enquiry Discovery adalah:

1. Stimulation (stimulasi/ pemberi rangsangan), yakni memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, aktifitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2. Problem statement (pernyataan / identifikasi masalah), yakni memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasikan sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian dipilih salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3. Data collection (pengumpulan data), yakni memberi kesempatan kepad para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.
4. Data prosesing (pengolahan data), yakni mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sabagainya lalu ditafsirkan.
5. Verification (pentahkikan), yakni melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dihubungkan dengan data prosesing.
6. Generalization (generalisasi), yakni menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum.( Syah, Muhibbin,2004)

Melalui pembelajaran Enquiry Discovery / penemuan menurut Hanurawan (2006) akan dapat membawa pengalaman pada diri pembelajar dalam mengidentifikasi, memahami masalah-masalah yang dihadapi sehingga menemukan sesuatu pengetahuan yang bermakna bagi dirinya.

Seperti telah dikemukakan diatas, dalam proses pembelajaran dengan enqiry discovery ini guru berperan sebagai fasilitator. Menurut Hanurawan (2006) fungsi tugas kefasilitatoran guru dalam KBM harus dapat menumbuhkan keyakinan dalam diri pebelajar dalam kegiatan yang dilakukan. Yang berarti guru harus dapat menstimulus pebelajar untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan kontek pembelajaran humanistic menurut Maslow bahwa guru adalah pembantu sekaligus mitra dalam melakukan aktualisasi diri.

Peran guru sebagai fasilitator menurut Abu dan Supriono,W (2004) dapat diwujudkan dengan memperhatiakan penciptaan suasana awal, situasi kelompok atau pengalaman kelas, memperjelas tujuan di dalam kelas. Menyediakan sumber-sumber belajar untuk dimanfaatkan pebelajar dalam rangka mencapai tujuannya, dan mengambil prakarsa untuk ikut dalam kelompok kelas.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran menurut pandangan psikologi humanistic yaitu:

1. Setiap individu mempunyai kemampuan bawaan untuk belajar.
2. Belajar akan bermanfaat bila siswa menyadari manfaatnya.
3. Belajar akan berarti bila dilakukan lewat pengalaman sendiri dan uji coba sendiri.
4. Belajar dengan prakarasa sendiri penuh kesadaran dan kemampuan dapat berlangsung lama.
5. Kreatifitas dan kepercayaan dari orang lain tumbuh dari suasana kebebasan.
6. Belajar akan berhasil bila siswa berpartisipasi secara aktif dan disiplin setiap kegiatan belajar.




sumber

Konsep Pemikiran Filsafat Psikologi Humanistik

Konsep pemikiran filsafat psikologi humanistic yang dikemukakan oleh filsuf humanis meliputi pandangan tentang hakeket manusia, pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia, konsep diri (self concept), dan diri individu serta aktualisasi diri (Hanurawan,2006). Konsep pemikiran tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Pandangan tentang hakekat manusia

Hakekat manusia dalam pandangan filosuf humanistic adalah manusia memilki hakekat kebaikan dalam dirinya. Dalam hal ini apabila manusia berada dalam lingkungan yang kondusif bagi perkembangan potensialitas dan diberi semacam kebebasan untuk berkembang maka mereka akan mampu untuk mengaktualisasikan atau merealisasikan sikap dan perilaku yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat pada umumnya (Hanurawan,2006).

Pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia

Penganut aliran humanistic memberikan pandangan bahwa setiap manusia memilki kebebasan dan otonomi memberikan konsekuensi langsung pada pandangan terhadap individualitas manusia dan potensialitas manusia. Individualitas manusia yang unik dalam diri setiap pribadi harus dihormati. Berdasarkan pandangan ini, salah satu upaya pengembangan sumber daya manusia yang perlu dilakukan dalam proses pendidikan untuk mencapai hasil yang maksimal adalah pemberian kesempatan kepada berkembangnya aspek-aspek yang ada dalam diri individu.

Pandangan tentang diri (the self) dan konsep diri (self concept)

Diri (the self) menurut penganut filsafat humanis merupakan pusat kepribadian yang pengembangannya dapat dipenuhi melalui proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki seseorang. Diri (the self) yang ada dalam diri seseorang digambarkan sebagai jumlah keseluruhan yang utuh dalam diri individu yang dapat membedakan diri seseorang dengan orang lain. (Ellias dan Meriam dalam Hanurawan, 2006).

Dalam diri (the self) seseorang terdapat perasaa, sikap, kecerdasan, intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan karakteristik fisik.Sedangkan konsep diri (self concept) menurut Kendler dalam Hanurawan 2006 merupakan keseluruhan presepsi dan penilaian subyektif yang memiliki fungsi menentukan tingkah laku dan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan perkembangan individu merupakan potensialitas individu untuk aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan kemampuan manusia menghadirkan diri secara nyata (menurut maslow dalam Hanurawan 2006). Aktualisasi diri terwujud dalam diri manusia untuk memperoleh pemenuhan diri (self fulfillment) sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Dengan aktualisasi diri, manusia mampu mengembang keunukan kemanusiaannya guna meningkat kualitas kehidupan serta dapat mengubah situasi kea rah yang lebih baik.




sumber

Pengertian Teori Nativisme

Pada hakekatnya aliran nativisme bersumber dari leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak, oleh karena itu faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orangtua.

Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.

Dalam teori ini dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Teori ini dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.

Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jatidiri).



sumber

Tugas Perkembangan pada Masa Remaja

Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa, tugas perkembangan pada masa dewasa menunbtut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak, akibatnya, hanya sedikit anak lak-laki yang mampu dan hanya anak perempuanlah yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja, apa lagi mereka yang matangnya terlambat.

Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan social. Namaun, hanya sedikit remaja yang mampu menggunakan ketrampilan dan konsep ini dalam situasi praktis. Mereka yang aktif dalam pelbagai aktifitas ekstra kurikuler menguasai praktek yang demikian ini, namun mereka yang tidak aktif karena harus bekerja setelah sekolah atau karena tidak diterima oleh teman-teman, akhirnya mereka tidak memperoleh kesempatan ini.



sumber

Cirri-ciri Masa Remaja

Masa remaja sebagai periode yang penting

Bagi sebagian besar anak muda, usia diantara dua belas dan enam vbelas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh dengan kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan ini perkembangan berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin lebih menentukan, tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan perkembangan atau kurangnya perkembangan dengan kagum, seang atau takut.

Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan sesuatu atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahup perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.

Masa remaja sebagai periode perubahan

Ada lima perubahan yang sama yang hamper bersifat unifersal. (1) meningginya emosi, yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. (2) perubahan tubuh, bagi remaja masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya. (3) perubahan minat. (4) perubahan perilaku. (5) ingin kebebasan dan takut bertanggung jaawab.



sumber

Psikologi Pada Masa Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa, bangsa primitive demikian pula orang-orang pada zaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak sudah tidak merasa lagi dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataanya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan ini.



sumber

PERBEDAAN WANITA DAN PRIA DALAM DUNIA KERJA

Cara Berpikir

Pola pikir pria cenderung didasari pada fakta, sementara wanita cenderung pada konsep dan jalinan hubungan. Semangat wanita sama halnya dengan sistem kereta api bawah tanah, yaitu saling berhubungan, sedangkan semangat pria seperti kapal di atas lautan yang berlayar dari titik A menuju titik B.

Cara Memerintah

Pria cenderung lebih tegas, sementara wanita lebih halus tetapi dengan penekanan di akhir kalimat. Di satu sisi mereka berusaha mempertahankan keharmonisan, tetapi di sisi lain mereka memberi penekanan seperti kata-kata yang diucapkan di akhir kalimat seperti, "Kamu bisa, kan?"

Pemilahan

Pria dapat bekerja sama dengan orang yang tidak disukainya. Wanita pada umumnya sulit untuk dapat bekerja sama dengan orang yang tidak disukainya. Hal ini dikarenakan pria dapat memilah-milah, "Pekerjaan, ya, pekerjaan." Sebaliknya, wanita dalam melakukan sesuatu selalu menghubungkan hal satu dan lainnya.

Mengekspresikan Perasaan

Bila seorang pria ingin mengutarakan perasaannya, mereka akan membicarakannya kepada istri atau kekasihnya. Paling tidak, pada orang terdekatnya. Sementara wanita dapat mengutarakan perasaannya kepada siapa saja, tidak selalu kepada orang yang dekat dengannya, baik kepada teman sekerja ataupun kepada sesama wanita.

Pendekatan

Saat ada masalah saat menghadapi masalah, pria akan berpikir untuk mencari jalan keluarnya. Bagi wanita, tidak cukup hanya dengan memikirkan permasalahan yang dihadapi. Wanita memerlukan seseorang untuk mendengarkan keluhannya walaupun orang tersebut tidak selalu harus memberi solusi. Pria memerlukan solusi. Pria senang memecahkan permasalahan, tidak hanya membicarakannya.

Tujuan

Baik pria maupun wanita ingin mencapai tujuannya, tetapi masing-masing punya cara yang berbeda. Pria cenderung memfokuskan hasil akhir dan tertarik pada cara pencapaian usaha. Wanita lebih memfokuskan pada pencapaian sasaran dan cenderung untuk mempertimbangkan penilaian orang lain. Bila di dalam suatu rapat terdapat dua orang pria yang saling berdebat dengan serunya, maka hal itu tidak berarti mereka saling membenci.

Komentar

Pria dapat memberikan komentar secara terus terang dan memotong pembicaraan orang lain bila ingin berkomentar, sementara wanita cenderung lebih peka dan berhati-hati. Oleh karena itu, bila Anda meminta pendapat kepada rekan pria, mereka akan langsung memberikan pendapatnya. Bila Anda tidak suka dan marah pada kejujuran mereka, sulit bagi mereka untuk dapat mengerti reaksi Anda. Jangan lupa, pendapat yang mereka berikan memang merupakan pendapat yang bukan ditujukan kepada pribadi karena pada dasarnya mereka tidak bermaksud untuk menyerang secara pribadi.

Mengajukan Pertanyaan

Pria jarang mengajukan pertanyaan. Dan bila mereka bertanya, biasanya untuk mendapatkan informasi. Wanita sering mengajukan pertanyaan tetapi untuk dua alasan, yaitu untuk memperoleh informasi dan untuk menjaga jalinan suatu hubungan. Itulah sebabnya wanita sering mengajukan pertanyaan yang sebetulnya jawabannya telah mereka ketahui.

TEORI JUNG TENTANG TIPE-TIPE WANITA


Teori Jung tentang tipe-tipe wanita ini mempunyai hubungan langsung dengan animus. Bahkan menurut Jung animus-lah yang menentukan watak atau kepribadian mereka. Jung mengemukakan bahwa setiap wanita mempunyai tipe-tipe khusus yaitu mempunyai 4 tipe wanita, yaitu Ibu, Hiteria, Amazon dan Perantara. Keempat tipe ini ada pada setiap wanita, namun hanya ada satu tipe yang paling kuat. Wanita akan nampak pada tipe yang paling kuat. Jadi, dari keempat hanya satu tipe lah yang mewarnai kepribadian setiap wanita.

Tipe Ibu

Seorang wanita mempunyai tipe sebagai ibu menemukan identitas dan kepuasan dalam mengasuh. Dia akan puas kalau dia melahirkan dan memperbesarkan anak-anak, kalau ia menikah, anak-anak akan lebih penting dari pada suaminya, dia amat berarti bagi setiap orang karena ia memberikan kehidupan bagi anak-anak. Walaupun ada juga unsur negatif, yaitu bahwa pada setiap saat dia terlalu memperlihatkan anak-anak, ia juga tak sadar menghalagi pertumbuhan mereka. Dia menekan dalam waktu lama, kadang-kadang ia memilih suami yang “pinjang” secara psikologis dengan maksud agar dia dapat memperlakukanya sebagai anak-anak. Padahal sebetulnya dalam perkembangan individuasinya, seorang wanita harus juga melepaskan dan membiarkan anak untuk berdiri sendiri.
Menurut Crisanto (1987) dalam kehidupan anak, ada waktunya dia disapih, anak harus dapat melakukan tugasnya sendiri, dia tidak boleh lagi tergantung pada ibunya. Seorang ibu mungkin tidak tega untuk membiarkan anaknya berdiri sendiri; dia harus berani menyuruh anaknya berdiri sendiri. Dia tidak akan selamanya berada bersama ibu, dia harus dapat berdiri sendiri.

Tipe Hetaira

Istilah ini adalah istilah Yunani kuno yang ditujukan kepada wanita yang mempunyai pendidikan khusus, sehingga secara psikologis mereka akan menjadi teman bagi pria. Wanita hetaira akan mendapatkan penemuan dan identitasnya kalau dia dapat berhubungan dengan pria. Hubungan dapat bersifat seksual, dapat juga tidak, namun yang jelas mereka pasti terlibat dalam hubnungan psikologis yang mendalam. Secara insting wanita hetaira berhubungan dengan pria, dengan maksud untuk menarik keluar eros dan cintanya. Namun wanita seperti ini juga dapat berbahagia juga, karena ia tidak pernah mengadakan hubungan yang kekal. Dia dengan mudah dapat berpindah dari pria satu ke pria lain. Dia berusaha untuk memperdalam hubungan-hubungan itu. Wanita seperti ini tak akan populer di kalangan wanita, namun akan populer di kalangan pria.

Tipe Amazon

Seorang wanita Amazon mendapat identitas primer dan kepuasan kalau berhubungan dengan dunia luar. Dalam istilah modern, mungkin dapat dikatakan sebagai wanita karier, dia akan melakukan apa yang dia buat oleh pria. Dia mampu, bahkan ahli dalam pekerjaannya, memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi kepentingan masyarakat, seperti dokter, ahli pendidikan, sekretaris atau apa saja yang diminta oleh mereka. Banyak wanita terkenal mempunyai tipe seperti ini. Bahaya yang mungkin timbul dalam tipe ini ialah bahwa mereka dapat menjadi maskulin dalam orientasinya dan kehilangan kontak dengan kodrat kewanitaanya.

Tipe Perantara Atau Medium

Ciri perantara tidak sulit untuk diberikan contoh atau penjelasan karena mudah ditemukan dalam masyarakat. Wanita seperti ini mendapatkan pemenuhan diri dengan menjalin hubungan dengan taraf tak sadar manusia secara kolektif ataupun personal. Dia akan menjadi perantara taraf tak sadar dengan masyarakat manusia, mereka yang seperti ini adalah ahli mistik, penyembuh, tukang obat, penyair, tukang ramal dan sebagainya. Biasanya kita memandang mereka dengan penuh curiga, karena dunia yang mereka gauli amat lain dari pada yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Wanita-wanita seperti ini akan menjadi dukun atau pemimpin upacara adat. Di zaman sekarang ini, dimana orang kurang memperhatikan unsur matafisis, peran mereka udah mulai berkurang, mereka mempunyai unsur positif bagi masyarakat yaitu membawakan kesembuhan bagi umat manusia.
Inilah ciri-ciri wanita menurut Jung. Seorang psikolog Juang Philip Zabriskie (Sanford,1980).


sumber

PERBEDAAN KERAKTER WANITA DAN PRIA


Banyak orang berusaha untuk menghilangkan perbedaan hakiki antara lelaki dan wanita, terutama orang berusaha memperjuangkan persaman hak dan kewajiban; yaitu sebagai manusia wanita yang kedudukannya sebagai warga negara. Perbedaan-perbedaan tersebut dinyatakan antara lain dalam peristiwa-peristiwa sebagai berikut :

1. Betapa pun baik dan cemerlangnya intelegensi wanita, namun pada intinya wanita itu hampir-hampir tidak pernah mempunyai interesse menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti kaum laki-laki. Hal ini antara lain bergantung pada struktur otaknya serta misi hidupnya. Jadi, wanita itu pada umumnya lebih tertarik pada hal-hal yang praktis daripada yang teoritis.

2. Kaum wanita itu lebih praktis, lebih langsung, dan lebih meminati segi-segi kehidupan yang konkrit, serta segera. Misalnya, ia sangat meminati masalah rumah tangga, kehidupan sehari-hari, dan kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitar rumah tangganya. Sedangkan kaum pria pada umumnya cuma mempunyai interesse, jika peristiwanya mengandung latar belakang teoritis untuk dipikirkan lebih lanjut, mempunyai tendensi tertentu. Ringkasanya wanita lebih dekat pada masalah-masalah kehidupan yang praktis konkrit; sedangkan kaum pria lebih tertarik pada segi-segi kejiwaan yang abstrak.

3. Wanita pada umumnya sangat bergairah, vivid dan penuh vitalitas hidup. Karena itu tampaknya wanita bersifat lebih spontan dan impulsif. Wanita juga sering disebut sebagai makhluk yang memiliki keremajaan dan penuh kelincahan hidup. Sehingga tepat kiranya bila manusia wanita berfungsi sebagai teman bergaul bagi kaum pria, karena pria pada umumnya selalu tertarik pada keremajaan dan kesegaraan sifat-sifat wanita. Pada umumnya kaum pria sifatnya lebih lamban, lebih berat mengendap, sehingga penampilan dirinya kurang tampak kurang lincah. Semua ciri wanita tersebut merupakan sifat-sifat yang kontras dengan sifat kaum laki-laki, namun jelas mereka saling melengkapi.

4. Wanita pada hakikatnya lebih bersifat hetero-sentris dan lebih sosial. Karena itu lebih ditonjolkan sifat kesosialannya. Sebaliknya kaum pria mereka bersifat lebih egosentris, dan lebih suka berfikir pada hal-hal yang zakelinjik. Mereka lebih objektif dan esensial.

5. Wanita lebih banyak mengarah keluar, kepada subyek lain. Pada setiap kecenderungan kewanitannya. Pada segi lain, wanita menganggap orang laki-laki atau suaminya sebagai anaknya yang harus dituntun dengan penuh rasa keibuan, dan diarahkan. Oleh karena itu, wanita senantiasa terbuka hatinya bagi orang lain dan lebih muda mengakseptir Aku lain. Sehubung dengan sosialitas ini, wanita cepat bersedia membuka diri bagi Aku-lain karena itu ia dikenal dengan sebutan “terminus terpercaya” (tempat pemberhentian akhir yang bisa dipercaya).

6. Wanita biasanya tidak agresif, sifat lebih pasif, lebih sopan, suka melindungi dan memelihara mempertahankan. Oleh fungsinya sebagai “pemelihara” itu, wanita dibekali oleh Alam dan sifat-sifat kelembutan dan keibuan, tanpa mementingkan diri sendiri, dan tidak mengharapkan balas jasa bagi segala perbuatanya. Sedangkan kaum pria cenderung berperan sebagai pengambil inisiatif untuk memberikan stimulasi dan pengarahan, khususnya bagi kemajuan. Kaum pria selalu mengejar cita-citanya dengan segala macam sarana baik luhur maupun yang jahat. Oleh karena itu hidupnya dianggap sebagai suatu substansi yang otonom.

7. Menurut profesor Heymans, perbedaan antara wanita dan laki-laki terletak pada sifat sekundarlitas, pada umumnya wanita mereagir dengan respon yang lebih kuat dan lebih intensif emosional dari kaum laki-laki. Jadi sifat wanita lebih emosional daripada kaum pria. Keadaan ini tampak pada pengekspsian lahiriahnya sebagai contoh, jika terjadi perselesihan diantara beberapa orang (yang belum dikenal), orang laki-laki lebih suka berdiri diluar “pagar”, dan tidak mencampuri permasalahannya. Sedangkan wanita pada umumnya membenci kehambaran dan kebancian, dan sering menyesali kaum laki-laki, karena kaum pria lebih sikap menunggu, nertral dan berdiri “diluar garis perselisihan”.

8. Kebanyakan wanita kurang berminat pada masalah-masalah politik, terlebih-lebih politik yang mengunakan cara-cara licik, munafik, dan kekerasan. Sikap tidak berminat ini disebabkan oleh tindak politik karena diangggap sesuai dengan nilai-nilai etis dan perasaan halus wanita. Karena itu, biasanya wanita memilih bidang dan pekerjaan yang banyak mengandung unsur relasi-emosional dan pembentukan perasan. Misalnya pekerjaan guru, juru rawat, pekerja sosial, bidan, dokter, seni dan lain-lain. Sehubugan dengan hal ini tampaknya seperti terdapat kontradiksi-kontradiksi pada kehidupan perasaan wanita. Yaitu ada kalahnya bersikap mudah tegang, cemas akan tetapi akan bisa tabah-pemberani, dan keras.

9. Wanita juga sangat peka terhadap nilai-nilai estetis. Hanya saja, pada umumnya mereka kurang produktif. Hal ini karena disebabkan oleh sangat kurangnya ketrampilan seni, banyak tugas-tugas rumah tangga, dan beratnya kewajiban mendidik anak-anaknya. Sehubung dengan perasaan halus dan unsur keibuan, kelembutan, pada umumnya wanita kurang berminat pada pelontaran kritik-kritik tajam dan bidang politik.

10. Wanita pada hakikatnya lebih spontan, dan lebih mempunyai kepastian jiwa terhadap keputusan-keputusan yang telah diambilnya. Pada umumnya juga wanita lebih entusias memperjuangkan pendirianya daripada kaum laki-laki yang selalu bimbang hati dan masih saja terombang-ambing oleh keputusanya sendiri.

11. Wanita memandang kehidupan ini sebagaimana adanya. Eksistensi hidupnya adalah satu (merupakan kesatuan) dengan hakikat Alam yang besar. Wanita tidak ingin melepaskan diri dari “tragedi” ikatan dengan dunia, ia lebih merasa bahagia dalam ikatan yang dianggap syahdu-manis ini. sedangkan kaum pria memandang kehidupan ini lebih otonom, bahkan seringkali ia bersikap agresif menghadapi konradiksi-kontradiksi dan nasib hidupnya.

12. Jika wanita tidak menyukai atau membenci seseorang, ia cenderung menolak, menghukum, dan mengadili semua tingkah laku serta pribadi orang yang dibencinya itu. Dari segala sesuatu yang keluar dari orang yang dibencinya itu baik atau buruk, pasti diterima dengan prasangka dan rasa antipati. Akan tetapi kadang-kadang wanita juga sering diminati sentimen-sentimen kuat dan sangat subjektif sifatnya, sehingga dugaan dan perhitungan menjadi keliru.

13. Wanita pada umumnya lebih akurat dan lebih mendetil. Contohnya: pada masalah-masalah ilmiah, wanita biasanya lebih konsekuen dan lebih akurat (presis) dari pada kaum laki-laki. Karya ilmiah itu lebih mencekam dari pribadi wanita secara totaliter. Segenap aktivitasnya banyak dipengaruhi dan dikuasahi secara menyeluruh oleh kesibukan ilmiah ini. Sedangkan kaum pria, biasanya lebih suka mengadakan distansi dengan kesibukan-kesibukan ilmiah.

14. Perbedaan kaum pria dan wanita itu bukan pada adanya perbedaan yang esensial dari temperan karakternya; tetapi pada perbedaan struktur jasmaniahnya. Perbedaan tersebut mengakibatkan adanya perbedaan dalam aktivitasnya sehari-harian. Dan hal ini menyebabkan timbulnya perbedaan pula pada fungsi-fungsi sosialnya ditengah masyarakat. Jadi, ada perbedaan dalam nuansa kualitatif, dan bukan perbedaan secara kuantitatif saja.



sumber

Definisi Psikologi Sosial

Definisi Psikologi Sosial
Psikologi merupakan kata yang diambil dari bahasa Belanda “psycologie” atau dari bahasa Inggris “psychology”. Ditinjau dari sudut asal katanya, kata psycologie dan psychology berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua buah kata, yaitu “psyce” dan “logos” yang berarti jiwa dan ilmu. Berdasarkan kedua pengertian itu, maka orang dengan mudah memberikan batasan atau pengertian psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau sering disebut dengan “ilmu jiwa”. (Walgito,2002:1)

Pada tahun 1930, di Amerika Serikat telah dikembangkan psikologi yang secara khusus mempelajari hubungan antar manusia. Akhirnya muncullah cabang ilmu baru dari ilmu jiwa ini yang kemudian dikenal dengan istilah psikologi sosial. Masalah-masalah yang menjadi fokus bahasannya adalah kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan kontek sosialnya. Diantara kegiatan-kegiatan tersebut adalah kelompok organisasi, kepemimpinannya, anggota atau pengikutnya, perilaku moralnya, kekuasaannya, komunikasinya, dan kebudayaannya (Ahmadi, 2002).

Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan diantara manusia tersebut ternyata tidak selamanya berjalan lancar. Adakalanya muncul kesalah pahaman, perselisihan, pertengkaran, permusuhan, bahkan peperangan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hubungan antar manusia tersebut mendorong para ahli untuk memberikan definisi operasional pada psikologi sosial karena dalam tatanan ilmu pengetahuan masih termasuk dalam ilmu yang baru terbentuk. Berikut ini adalah kutipan beberapa pendapat tokoh tentang psikologi sosial (Ahmadi, 2002).

  1. Kamus Paedagogik menyatakan bahwa : “Psikologi Sosial ialah ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala psikis pada massa,bangsa,golongan,masyarakat dan sebagainya. Lawannya : Psikologi individu (orang-orang).”
  2. Hubert Bonner dalam bukunya “Social Psychology” menyatakan “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.“ Definisi ini menunjukkan bahwa Bonner lebih menitikberatkan pada tingkah laku individu, bukan tingkah laku sosial. Tingkah laku inilah yang menjadi pokok atau sasaran utama.
  3. A.M. Chorus dalam bukunya “Gronslagen der sociale Psycologie” merumuskan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu manusia sebagai anggota suatu masyarakat.” Chorus memberikan definisi tersebut dengan kesadaran bahwa setiap manusia yang normal akan hidup dan berhubungan bersama dengan masyarakat.
  4. Sherif & Sherif dalam bukunya “An Outline of Social Psychology” memberikan definisi sebagai berikut : “ psokologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman dan tingkahlaku individu manusia dalam kaitannya dengan situasi-situasi perangsang sosial.” Dalam definisi ini, tingkahlaku telah dihubungkan dengan situasi-situasi perangsang sosial.
  5. Roueck and Warren dalam bukunya “Sociology” memberikan batasan bahwa :”Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segi-segi psikologi daripada tingkah laku manusia, yang dipengaruhi oleh interaksi sosial.” Dalalm definsi ini telah dinyatakan bahwa interaksi manusia telah nyata pengaruhnya pada tinghkah laku manusia.
  6. Boring, Langveld, and Weld dalam bukunya “ Foundations of Psychology” berpendapat bahwa: “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari individu manusia dalam kelompokknya dan hubungan antara manusia dengan manusia.”
  7. Kimball Young (1956) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah studi tentang proses interaksi individu manusia.”
  8. Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1962) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu di dalam masyarakat.”
  9. Joseph E. Mc. Grath (1965) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang menyelidiki tingkah laku manusia sebagaiman dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan, dan lambang-lambang dari orang lain.”
  10. Gordon W. Allport (1968) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengerti dan menerangkan bagaimanan pikiran, perasaan, dan tingkahlaku individu dipengaruhi oleh kenyataan, imajinasi, atau kehadiran orang lain.”
  11. Secord dann Backman (1974) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari individu dalam kontek sosial.”
  12. W.A. Gerunagn menyatakan bahwa : “Ilmu jiwa adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menyelidiki pengalaman dan tingkah laku individu manusia seperti yang dipengaruhi atau ditimbulkan oleh situasi-situasi sosial.”
Pendapat para tokoh tentang pengertian psikologi sosial di atas sangat beragam. Namun demikian tidaklah berarti antara yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan. Perpaduan diantara pendapat tersebut akan dapat saling melengkapi dan menyempurnakan.

Rangkuman pengertian dari berbagai pendapat tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : “Psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi sosial.”




Ruang Lingkup Psikologi Sosial

Ruang Lingkup Psikologi Sosial
Psikologi Sosial yang menjadi objek studinya adalah segala gerak gerik atau tingkah laku yang timbul dalam konteks sosial atau lingkungan sosialnya. Oleh karenanya masalah pokok yang dipelajari adalah pengaruh sosial. Hal ini terjadi karena pengaruh sosial inilah yang mempengaruhi tingkah laku individu. Berdasarkan inilah Psikologi Sosial membatasi diri dengan mempelajari dan menyelidiki tingkah laku individu dalam hubungannya dengan situasi perangsang sosial (Ahmadi, 2005)

Objek pembahasan dari Psikologi Sosial tidaklah berbeda dengan psikologi secara umumnya. Hal ini bisa dipahami karena Psikologi Sosial adalah salah satu cabang ilmu dari psikologi. Bila objek pembahasan psikologi dalah manusia dan kegiatannya, maka Psikologi Sosial adalah kegiatan-kegiatan sosialnya. Masalah yang dikupas dalam psikologi umum adalah gejala-gejala jiwa seperti perasaan, kemauan, dan berpikir yang terlepas dari alam sekitar.

Sedangkan dalam Psikologi Sosial masalah yang dikupas adalah manusia sebagai anggota masyarakat, seperti hubungan individu dengan individu yang lain dalam kelompoknya. Psikologi Sosial dalam membicarakan objek pembahasannya dapat pula bersamaan dengan sosiologi. Masalah-masalah sosial yang dibicarakan dalam sosiologi adalah kelompok-kelompok manusia dalam satu kesatuan seperti macam-macam kelompok, perubahan-perubahannya, dan macam-macam kepemimpinannya. Sedangkan dalam Psikologi Sosial adalah meninjau hubungan individu yang satu dengan yang lainnya seperti bagaimana pengaruh terhadap pimpinan, pengaruh terhadap anggota, pengaruh terhadap kelompok lainnya.

Persamaan-persamaan pembahasan sebagaimana penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembahasan Psikologi Sosial berada pada ruang antara psikologi dan sosiologi. Titik persinggungan inilah yang dalam sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan memunculkan ilmu baru dalam lapangan psikologi, yakni Psikologi Sosial. Psikologi Sosial merupakan bagian dari psikologi yang secara khusus mempelajari tingkah laku manusia atau kegiatan-kegiatan manuisa dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosialnya. (Ahmadi, 2002).





Konsep Dasar Psikologi Sosial

Konsep Dasar Psikologi Sosial
Sebagaimana ilmu-ilmu sosial, objek pembahasan psikologi sosial adalah terpusat kepada kehidupan manusia. Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki kecerdasan, kesadaran, dan kemauan yang tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhlukNya yang lain. Kelebihan inilah yang mendorong manusia mampu menguasai alam, menaklukkan makhluk yang lebih kuat, dan menciptakan segala sesuatu yang dapat menyempurnakan dirinya. Hal ini bisa tercapai karena dalam diri manusia terdapat potensi yang selalu mengalami proses perkembangan setelah individu tersebut berinteraksi dengan lingkungannya.

Potensi-potensi yang dimiliki manusia sehingga membedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya adalah sebagai berikut (Ahmadi,2002) :
  1. Kemampuan menggunakan bahasa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ini hanyalah semata-mata terdapat pada manusia dalam pengertian bisa merubah, menambah, dan mengembangkan bahasa yang dugunakan.
  2. Adanya sikap etik. Dalam setiap masyarakat pasti terdapat peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku anggota-anggotanya baik itu masyarakat modern maupun masyarakat yang masih terbelakang sekalipun dan norma tersebut merupakan ketentuan apakah sesuatu perbuatan itu dipandang baik atau buruk.
  3. Hidup dalam 3 dimensi waktu. Manusia memiliki kemampuan untuk hidup dalam 3 dimensi waktu. Manusia mampu mendasarkan tingkah lakunya pada pengalaman masa lalunya, kebutuhan-kebutuhan sekarang, dan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang.




Kedudukan Psikologi Sosial di Antara Ilmu-ilmu Sosial Lainnya

Kedudukan Psikologi Sosial di Antara Ilmu-ilmu Sosial Lainnya
Manusia, dimanapun dia berada, tidak dapat dipisahkan dari lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, sejak dahulu orang sudah menaruh minat yang besar pada tingkah laku manusia dalam lingkungan sosialnya. Minat yang besar ini tidak hanya timbul dari diri pengamat-pengamat awam, tetapi juga dikalangan para sarjana dan cerdik cendekiawan.

Sekalipun demikian, psikologi sosial, sebagai ilmu khusus yang mempelajari tingkah laku manusia dalam lingkungan sosialnya, baru timbul kurang dari 100 tahun yang lalu. Sebelum itu gejala perilaku manusia dalam masyarakatnya dipelajari oleh antropologi dan sosiologi.

Antropologi mempelajari manusia sebagai suatu keseluruhan. Objek material antropologi adalah umat manusia dan objek formalnya adalah studi tentang produk-produk budaya umat manusia. Antropologi mencoba menerangkan hakikat perilaku manusia dengan menggali nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan berbagai suku bangsa di dunia. Karena manusia tidak pernah bisa lepas dari pengaruh lingkungan budaya, maka antropologi penting sekali artinya untuk psikologi sosial.

Berbeda dari antropologi, sosiologi mempelajari tingkah laku manusia sebagai bagian dari lingkungan yang terbatas, seperti keluarga, desa, masyarakat di suatu wilayah tertentu dan sebagainya. Karena setiap manusia selalu terkait dengan lingkungan masyarakat tertentu, maka pengaruh sosiologi pun sangat besar dalam psikologi sosial.

Peranan antropologi dan sosiologi dalam psikologi sosial antara lain adalah untuk mengurangi atau setidaknya menjelaskan bias (penyimpangan) yang terdapat dalam hasil penelitian psikologi sosial sebagai akibat pengaruh kebudayaan atau kondisi masyarakat disekitar manusia yang sedang diteliti.
Sasaran penelitian psikologi sosial sendiri adalah tingkah laku manusia sebagai individu. Inilah yang membedakan psikologi sosial dari antropologi dan sosiologi yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai bagian dari masyarakatnya.

Perbedaan objek material antara psikologi sosial dan antropologi serta sosiologi membawa implikasipun dalam bentuk perbedaan objek formal atau metedologi yang digunakan dalam ilmu-ilmu tersebut. Jika antropologi dan sosiologi mengutamakan cara pendekatan deskriptif dan umumnya tidak melakukan generalisasi, maka psikologi sosial biasanya menggunakan metode eksperimental, yaitu metode dimana suatu gejala diamati dalam kondisi yang dikontrol (faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap timbulnya gejala dikendalikan oleh peneliti). Berdasarkan pengamatan-pengamatan dalam kondisi yang terkontrol ini, peneliti biasanya membuat formula-formula (rumus-rumus, dalil-dalil, hukum-hukum, teori-teori) yang berlaku umum.

Serge moscovici seorang psikolog sosial perancis menyatakan bahwa psikologi sosial adalah jembatan diantara cabang-cabang pengetahuan sosial lainnya. Sebab psikologi sosial mengakui pentingnya memandang individu dalam suatu sistem sosial yang lebih luas dan karena itu menarik kedalamnya sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan ekonomi. Selain itu psikologi sosial memiliki perspektif luas dengan berusaha memahami relevansi dari proses internal dari aktivitas manusia terhadap perilaku sosial. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ciri khas dari psikologi sosial adalah memfokuskan pada individu daripada kelompok atau unit.

Psikologi sosial lebih berpusat pada usaha memahami bagaimana seseorang bereaksi terhadap situasi sosial yang terjadi. Psikologi sosial mempelajari perasaan subyektif yang biasanya muncul dalam situasi sosial tertentu, dan bagaimana perasaan itu mempengaruhi perilaku.

Kesimpulan : “Pada dasarnya psikologi sosial sangat berhubungan dengan ilmu sosial lainnya, dimana psikologi sosial merupakan bagian dari semua cabang ilmu sosial lainnya”.




Perbedaan Psikologi Sumber Daya Manusia dengan Manajemen Sumber Daya Manusia

Perbedaan Psikologi Sumber Daya Manusia dengan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Manajemen Sumber Daya Manusia, disingkat MSDM merupakan suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh individu dapat digunakan secara maksimal sehingga tujuan (goal) menjadi maksimal. Manajemen SDM juga merupakan bidang ilmu manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi. Unsurnya adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada sebuah lembaga atau organisasi. Dengan demikian fokus yang dipelajari manajemen sumber daya manusia ini hanyalah masalah-masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja.

Manajemen SDM mempergunakan manusia sebagai kajian materi yang digunakan dalam disiplin ilmu ini. Manusia merupakan makhluk yang berperilaku sebab perilaku merupakan manifestasi kejiwaan diri manusia. Disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan hal tersebut yakni psikologi. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku yang merupakan manifestasi kejiwaan manusia.

Dengan demikian, kedua disiplin ilmu yakni Manajemen SDM dan Psikologi memiliki relevansi terkait keduanya sama-sama mengkaji manusia. Hanya saja, Manajemen SDM mempelajari manusia yang beraktivitas dalam suatu organisasi atau perusahaan terkait dengan pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Selain itu, kajian ilmu psikologi juga akan memberikan kontribusi terhadap disiplin ilmu Manajemen SDM dalam mempelajari tingkah laku manusia serta aktivitas di dalam mengelola SDM yang mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian, serta pengawasan dan pengarahan.
Proses perencanaan, pengorganisasian, serta pengawasan dan pengarahan sumber daya manusia merupakan hal yang kompleks sebab manusia mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan dan latar belakang yang berbeda atau berlainan yang dibawa ke dalam organisasi. Oleh sebab itu, perlu didukung dengan pengetahuan yang mengkaji komponen-komponen kejiwaan pada manusia sebagai makhluk yang unik. Pengetahuan yang dimaksud yakni terdapat dalam kajian ilmu psikologi.
Secara umum, berbagai teori, metode dan pendekatan Psikologi dapat dimanfaatkan di berbagai bidang dalam perusahaan. Salah satu hasil riset yang dilakukan terhadap para manager HRD menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden menyebutkan Psikologi Industri dan Organisasi memberikan peran penting pada area-area seperti pengembangan manajemen SDM (rekrutmen, seleksi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan), motivasi kerja, moral dan kepuasan kerja. 30% lagi memandang hubungan industrial sebagai area kontribusi dan yang lainnya menyebutkan peran penting PIO pada desain struktur organisasi dan desain pekerjaan.

Hasil riset tersebut di atas mungkin hanya menggambarkan sebagian besar area di mana Psikologi dapat berperan. Satu hal yang belum disebutkan di atas misalnya peran para psikolog dalam menangani individu-individu yang mengalami masalah-masalah psikologis melalui employees assistant program (EAP) atau pun klinik-klinik yang dimiliki oleh perusahaan. Penanganan individu yang mengalami masalah psikologis sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas dan kinerja perusahaan. Hal tersebut sangatlah wajar mengingat bahwa perusahaan digerakan oleh individu-individu yang saling berinteraksi di dalamnya.

Menurut John Miner dalam bukunya Industrial-Organizational Psychology (1992), peran psikologi dalam perusahaan dapat dirumuskan dalam 4 bagian, antara lain:
  1. Terlibat dalam proses input yakni melakukan rekrutmen, seleksi, dan penempatan karyawan.
  2. Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada produktivitas yakni melakukan pelatihan dan pengembangan, menciptakan manajemen keamanan kerja dan teknik-teknik pengawasan kinerja, meningkatkan motivasi dan moral kerja karyawan, menentukan sikap-sikap kerja yang baik dan mendorong munculnya kreativitas karyawan.
  3. Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada pemeliharaan yakni melakukan hubungan industrial (pengusaha-buruh-pemerintah), memastikan komunikasi internal perusahaan berlangsung dengan baik, ikut terlibat secara aktif dalam penentuan gaji pegawai dan bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkannya, pelayanan berupa bimbingan, konseling dan therapy bagi karyawan-karyawan yang mengalami masalah-masalah psikologis
  4. Terlibat dalam proses output yakni melakukan penilaian kinerja, mengukur produktivitas perusahaan, mengevaluasi jabatan dan kinerja karyawan.
Dari rumusan John Miner tersebut, dapat ditelaah bahwa psikologi sangat erat kaitannya dengan Manajemen sumber daya manusia. Hal-hal yang menyangkut penempatan tenaga kerja, pelatihan dan pengembangan tenaga kerja, pengawasan kinerja, pemeliharaan, serta evaluasi merupakan komponen-komponen prosedur dalam Manajemen SDM. Dengan demikian, dapat disimpulkan perbedaan PSDM dan MSDM bahwa Manajemen SDM mempelajari manusia yang beraktivitas dalam suatu organisasi atau perusahaan terkait dengan pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan dan Psikologi SDM memberikan kontribusi dalam berjalannya Manajemen SDM dalam suatu organisasi atau perusahaan.





Kajian Psikologi Sumber Daya Manusia

Kajian Psikologi Sumber Daya Manusia
Psikologi sumber daya manusia memberi perhatian terhadap semua spek dari penerapan berbagai perbedaan individu. Di antara hal-hal lain, para psikologi industry dan organisasi yang berorientasi pada :
  1. Psikologi sumber daya manusia untuk menemukan adanya potensi individu (kecerdasan, bakat, minat, karakteristik keprubadian, keahlian dan ketrampilan);
  2. Kompetensi yang dibutuhkan oleh jabatan-jabatan tertentu;
  3. Bagaimana cara menilai karyawan yang potensial;
  4. Bagaimana menemukan tingkat kinerja karyawan;
  5. Bagaimana melatih para karyawan untuk memperbaiki kinerja kerja.
Untuk dapat melakukan hal-hal tersebut di atas, psikologi sumber daya manusia menggantungkan diri secara khusus pada analisis hasil penelitian dan statistic. Suatu survey yang dilakukan oleh Rassenfoos & Kraut (1988) mendapati bahwa kegiatan yang terbaik dari peneliti sumber daya manusia adalah :

1. Mengembangkan, mengadministrasikan, dan mengnalisis hasil survey sikap karyawan;
2. Menyusun instrument penilaian kinerja;
3. Memvalidasi alat-alat tes;
4. Mengembangkan alat tes seleksi karyawan;
5. Memipin analisis kerja.

Selain itu, psikologi personalia atau sumber daya manusia (personnel psychology) mempunyai ruang mengantisipasi seluruh aspek individu dari berbagai aplikasi perbedaan-perbedaan individu yang meliputi :

1. Ketrampilan dam potensi diri yang dibutuhkan untuk setiap pekerjaan;
2. Bagaimana menilai pegawai yang potensial dan menilai tingkat kecakapan kinerjanya;
3. Bagaimana menyeleksi pegawai;
4. Bagaimana memotivasi atasan dan bawahan yang mengalami stress kerja;
5. Meningkatkan keputusan kerja dan prestasi kerja;
6. Mengatasi frustasi dan konflik dalam organisasi.

Kesemuanya itu bertujuan antara lain mengembangkan potensi sumber daya manusia, meningkatkan prestasi atau hasil kerja dan produktifitas kerja.