Apa Itu Ilmu Filsafat? |
Filsafat secara etimologi menurut tim dosen filsafat ilmu UGM (2012: 18) menjelaskan bahwa istilah “Filsafat” dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophy (Inggris), philosophia (Latin), philosophie (Jerman, Belanda, Perancis). Semua istilah itu bersumber pada istilah Yunani philosophia. Istilah Yunani Philein berarti “mencintai”, sedangkan philos berarti “teman”. Selanjutnya istilah sophos berarti “bijaksana”, sedangkan Sophia berarti “kebijaksanaan”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Filsafat adalah cinta terhadap kebijaksanaan.
Menurut Plato (dalam Soegiono dan Tamsil, 2012: 5) bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli. Sementara Poedjawijatna (dalam Soegiono dan Tamsil, 2012: 6 ) mengartikan filsafat sebagai ingin mengerti dengan mendalam atau cinta kepada kebenaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai segala yang ada, sebab, asal, dan hukumanya.
2. Ilmu
Menurut Plato (dalam Soegiono dan Tamsil, 2012: 5) bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli. Sementara Poedjawijatna (dalam Soegiono dan Tamsil, 2012: 6 ) mengartikan filsafat sebagai ingin mengerti dengan mendalam atau cinta kepada kebenaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai segala yang ada, sebab, asal, dan hukumanya.
2. Ilmu
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang tersistematis dan menggunakan metode tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu dan pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dsb). Ilmu dan pengetahuan berbeda, semua ilmu adalah pengetahuan dan tidak semua pengetahuan adalah ilmu. Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai.
Mustansyir dan Misnal Munir (2013: 23-24) menjelaskan bahwa ada empat jenis pengetahuan yaitu
- Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk kehidupan sehari-hari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
- Pengetahuan ilmiah atau ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus, bukan hanya untuk digunakan saja, tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas untuk mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
- Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai di luar dan di atas pengalaman biasa.
- Pengetahuan Agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Dari penjelasan di atas tentang filsafat dan ilmu maka dapat disimpulkan bahwa Filsafat Ilmu ingin mencari sedalam-dalamnya tentang hakikat pengetahuan ilmiah (ilmu). Jadi, Penulis perlu menegaskan bahwa yang dicari adalah hakikat pengetahuan ilmiah bukan pengetahuan biasa, filsafat maupun agama yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam memahami hakikat sebuah ilmu maka ada tiga landasannya, yaitu Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
a. Ontologi (hakikat apa yang dikaji)
a. Ontologi (hakikat apa yang dikaji)
Menurut bahasa ontologi berasal dari bahasa yunani yaitu, on/ontos yang berarti ada dan logos berarti ilmu. Jadi, ontology adalah ilmu tentang yang ada. Dalam kamus istilah filsafat yang ditulis oleh Surahman (2012: 247) menguraikan bahwa ontology berasal dari bahasa ontos yang berarti pertisipium kata kerja einai, yaitu sedang berada. Menurut singgih iswara, Pandangan ontologis dalam filsafat berkaitan dengan objek yang dikaji. Objek filsafat adalah sesuatu yang diketahui, artinya yang pertama berperan adalah sistem indra kita yaitu mata karena sifat objek yang dibahas dalam landasan ontologis adalah nyata (realitas) dan kenampakan (appearance).
Suria Sumantri (2003: 91) menjelaskan bahwa ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Maka dapat dikatakan dalam ilmu tidak mengkaji sebelum hidup kita maupun setelah kematian kita, akan tetapi mengkaji di tengah-tengah antara keduanya distulah letak kajian ilmu. Objek materinya seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan zat kebendaan. Jadi, dapat dikatakan landasan ontologi dalam filsafat ilmu itu berbicara tentang objek kajian ilmu.
b. Epistemologi (cara mendapatkan pengetahuan)
Suria Sumantri (2003: 91) menjelaskan bahwa ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Maka dapat dikatakan dalam ilmu tidak mengkaji sebelum hidup kita maupun setelah kematian kita, akan tetapi mengkaji di tengah-tengah antara keduanya distulah letak kajian ilmu. Objek materinya seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan zat kebendaan. Jadi, dapat dikatakan landasan ontologi dalam filsafat ilmu itu berbicara tentang objek kajian ilmu.
b. Epistemologi (cara mendapatkan pengetahuan)
Epistemologi berasal dari bahasa yunani ”episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan, “logos” berarti teori. Jadi, epistemologi secara etimologi berarti teori pengetahuan. Objek material epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan. Mustansyir dan Misnal Munir (2013: 17) mengemukakan bahwa persoalan-persoalan yang penting dikaji dalam epistemologi berkisar pada masalah asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan antara pengetahuan dengan kebenaran, kemungkinan skeptisisme universal, dan bentuk-bentuk perubahan pengetahuan yang berasal dari konseptualisasi baru mengenai dunia.
Epistemologi dalam filsafat ilmu disebut juga sebagai metode ilmiah. Mundiri (2012: 203) menjelaskan bahwa Metode ilmiah adalah cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara ilmiah . Dan untuk menemukan atau mendapatkan pengetahuan menurut Mundiri (2012: 204-206) ada beberapa langkah sebagai berikut:
- Penemuan atau penentuan masalah. Pada tahap ini, kita secara sadar mengetahui masalah yang akan kita telaah dengan ruang lingkup dan batas-batasnya.
- Perumusan masalah merupakan usaha untuk mendeskripksikan masalah yang dihadapi dengan lebih jelas. Pada tahap ini, kita mengidentifikasi semua faktor-faktor yang terlibat dalam masalah yang dihadapi.
- Pengajuan hipotesis. Pada tahap ini, kita berusaha untuk memberikan penjelasan sementara mengenai hubungan sebab akibat dari faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah yang sedang kita hadapi.
- Deduksi dari hipotesis. Tahap ini merupakan langkah perantara untuk pengujian hipotesis yang kita ajukan. Deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam hubungannya dengan hipotesis yang diajukan.
- Pembuktian hipotesis. Pada tahap ini, kita mengumpulkan fakta-fakta untuk membuktikan hipotesis yang telah kita ajukan. Kalau fakta-fakta itu memang ada maka hipotesis yang diajukan itu benar
- Penerimaan hipotesis menjadi teori ilmiah. Hipotesis yang telah terbukti kebenarannya diterima sebagai pengetahuan baru dan dianggap sebagai bagian dari ilmu.
c. Aksiologi (nilai kegunaan ilmu)
Istilah aksiologi berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Aksiologi berarti teori tentang nilai. Dalam aksiologi inilah yang mengkaji tentang apakah manfaat ilmu itu baik atau buruk (etika), indah atau jelek (estetika) dalam suatu masyarakat. Aksiologi membahas bahwa ilmu itu tidak bebas nilai tapi diikat oleh aturan-aturan nilai yang ada. Segala sesuatu yang diciptakan mampu membantu kebutuhan manusia tidak sebaliknya membawa celaka bagi manusia. Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan serta memberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan. Bencana dan malapetaka akan terjadi jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai. Tanggung jawab seorang ilmuwan harus dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab moral untuk kepentingan masyarakat tanpa membawa kepentingan pribadi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa landasan ontologi, epistemologi dan landasan aksiologi seperti mata rantai yang saling berhubungan. Ontology berbicara tentang “apa”, epistemologi berbicara tentang “bagaimana” dan aksiologi berbicara tentang “untuk apa”.
d. Etika
d. Etika
Etika merupakan cabang dari Aksiologi. Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani, yaitu dari kata Ethos yang berarti watak. Sedang moral berasal dari kata latin mos, bentuk tunggal dan mores yang berarti kebiasaan. Dalam KBBI dijelaskan bahwa etika memiliki tiga arti, yaitu: ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Objek materialnya adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedangkan objek formalnya adalah kebaikan dan keburukan atau bermoral dan tidak bermoral. Tiga macam pendekatan etika (Mustansyir dan Misnal Munir, 2013: 30) yaitu etika deskriptif (melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas), etika normative (mendasarkan pendiriannya atas norma), metaetika (kajian etika yang ditujukan kepada ungkapan-ungkapan etis).
Hubungan filsafat ilmu dengan etika dapat mengarahkan ilmu agar tidak mencelakakan manusia, melainkan membimbing ilmu agar dapat menjadi sarana mensejahterakan manusia. Tim dosen filsafat ilmu UGM (2012: 182) menjelaskan bahwa di dalam perkembangan pembangunan bangsa etika pancasila atau moral pancasila seyogyanya dipertimbangkan sebagai landasan moral bagi para ilmuwan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membangun bangsa dan negaranya. Sesungguhnya ini merupakan moral khusus namun amat penting agar pembangunan tidak menyimpang dari tujuan luhur keilmuan (objektivitas) dan kepentingan kemanusiaan agar dapat selalu berdampingan dengan alam yang lestari dan harmoni.
e. Positivisme
e. Positivisme
Aliran positivisme dalam filsafat ilmu merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling pertama muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Upaya penelitian dalam hal ini adalah untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan. Positivisme muncul pada abad ke-19 tokohnya adalah Auguste comte yang dikenal juga sebagai bapak sosiologi.
Atang abdul hakim (dalam Soegiono dan Tamsil Muis, 2012: 13) menjelaskan bahwa aliran positivisme mirip dengan aliran empirisme, hakikat sesuatu adalah benar-benar pengalaman indra, tidak ada campur tangan yang bersifat batiniah. Hal senada juga disampaikan oleh tim dosen filsafat ilmu UGM (2012: 40) yang menjelaskan bahwa positivisme berpendirian bahwa kepercayaan-kepercayaan yang dogmatis harus digantikan dengan pengetahuan faktawi. Apa pun yang berada di luar dunia pengalaman tidak perlu diperhatikan. Manusia harus menaruh perhatian pada dunia ini.
Maka dapat disimpulkan bahwa aliran positivism menekankan hal-hal yang berfokus kepada data yang empiris, sehingga apabila menyatakan sesuatu atau ilmu pelajaran harus disesuaikan dengan fakta yang sebenar-benarnya terjadi.
f. Postpositivisme
f. Postpositivisme
Setelah positivisme ini berjasa dalam waktu yang cukup lama (± 400 tahun), kemudian berkembanglah sejumlah aliran paradigma baru yang menjadi landasan pengembangan ilmu dalam berbagai bidang kehidupan salah satunya adalah Postpositivisme.Munculnya gugatan terhadap positivisme dimulai tahun 1970-1980an. Pemikiranya dinamai “post positivisme”. Tokohnya Karl R Popper, Thomas Khun, para filusuf mazhab Frankfurt (Feyerabend Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam karena tindakan manusia tidak dapat diprediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti sebab manusia selalu berubah.
Postpositivisme ini lahir untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Postpositivisme lebih mempercayai proses verifikasi melalui berbagai macam metode. Creswell (2014: 9) menjelaskan bahwa pengetahuan yang berkembang melalui kacamata kaum post-positivisme selalu didasarkan pada observasi dan pengujian yang sangat cermat terhadap realitas objektif yang muncul di dunia “luar sana.” Untuk itulah, melakukan observasi dan meneliti perilaku individu-individu dengan berlandaskan pada ukuran angka-angka dianggap sebagai aktivitas yang amat penting. Akibatnya, muncul hukum-hukum atau teori-teori yang mengatur dunia, yang menuntut adanya pengujian dan verifikasi atas kebenaran teori-teori tersebut agar dunia ini dapat dipahami oleh manusia.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Jakarta: Balai Pustaka.
Creswell, John W. 2014. Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mundiri. 2012. Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. 2013. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soegiono, dan Tamsil Muis. 2012. Filsafat Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surahman, Arif. 2012. Kamus Istilah Filsafat. Yogyakarta: Matahari.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. 2012. Filsafat Ilmu.Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Alwi, Hasan, dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Jakarta: Balai Pustaka.
Creswell, John W. 2014. Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mundiri. 2012. Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. 2013. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soegiono, dan Tamsil Muis. 2012. Filsafat Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surahman, Arif. 2012. Kamus Istilah Filsafat. Yogyakarta: Matahari.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. 2012. Filsafat Ilmu.Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Post a Comment