Paparan di atas didukung oleh Quraish Shihab (2006: 296-297) memaparkan tidak berbeda yakni sebelum turunnya Al-Quran banyak peradaban besar, seperti Yunani, Romawi, India dan Cina. Juga agama-agama seperti Yahudi, Nasrani, Budha, Zoroaster dan sebagainya. Paparan Beliau Yuinani terkenal dengan pemikiran filsafatnya, tidak banyak membicarakan hak dan kewajiban wanita, di puncak peradabannya, wanita diberi kebebasan untuk memenuhi kebutuhan dan selera laki-laki.
Lanjutnya, di Romawi perempuan sepenuhnya di bawah kekuasaan ayahnya, setelah kawin berpindah kesuaminya. Kekuasaan itu mencakup menjual, mengusir, menganiaya bahkan membunuhnya berlangsung sampai abad ke-6 Masehi. Ada perbaikan di zaman Kaisar Constantine yaitu dengan diundangkannya hak kepemilikan bagi wanita bahwa setiap transaksi harus disetujui keluarganya.
Lanjut di Arab jahiliyah pun wanita sebagai alat pemuas laki-laki, wanita sangat tidak ada harganya pada waktu itu, kalau lahir anak perempuan langsung dikubur hidup-hidup. Di masa peradaban Hindu dan Cina juga begitu kejam terhadap wanita misalnya seperti yang terjadi di India, kaum perempuan hanya dijadikan sebagai sesajen bagi dewa mereka. Pepatah sejarah kuno mereka mengatakan, ”Racun, ular dan api tidaklah lebih jahat daripada perempuan”. Kondisi ini sampai abad ke-17 Masehi. Nasrani pun berpandangan bahwa wanita adalah senjata iblis untuk menyesatkan manusia.
Nasib perempuan tetap sangat memperihatinkan sepanjang abad pertengahan, di Inggris sampai tahun 1805 perundang-undangannya mengakui hak suami untuk menjual isteri, sampai tahun 1882 perempuan Inggris tidak memiliki hak pemilikan harta secara penuh dan hak menuntut ke pengadilan.
Nasib perempuan tetap sangat memperihatinkan sepanjang abad pertengahan, di Inggris sampai tahun 1805 perundang-undangannya mengakui hak suami untuk menjual isteri, sampai tahun 1882 perempuan Inggris tidak memiliki hak pemilikan harta secara penuh dan hak menuntut ke pengadilan.
Post a Comment