Psikologi Awal Masa Kanak-kanak

Awal masa kanak-kanak yang berlangsung dari dua sampai enam tahun, oleh orang tua disebut sebagai usia yang problematic, menyulitkan atau masa bermain, oleh para pendidik dinamakan sebagai usia prasekola, dan oleh ahli psikoligi disebut dengan prakelompok, penjajah atau usia bertanya. Perkembangan fisik berjalan lambat tetapi kebiasaan fisiologis yang dasarnya diletakan pada masa bayi, menjadi cukup baik. Berbagai hubungan keluarga, orang tua anak, antar saudara dan lingkungan sangat berperan dalam dalam sosialisasi anak dan perkembangan konsep diri dalam tingkat kepentingan yang berbeda.

Kebahagiaan pada awal masa kanak-kanak bergantung lebih kepada kejadian yang menimpa anak dirumah daripada kejadian diluar rumah. Awal masa kanak-kanak dianggap sebagai saat belajar untuk mencapai pelbagai ketrampilan karena anak senang mengulang, hal mana penting untuk belajar ketrampilan, anak yang pemberani dan senang mencoba hal-hal yang baru, dank arena hanya memiliki beberapa ketrampilan maka tidak mengganggu usaha penambahan ketrampilan baru. Perkembangan berbicara berlangsung cepat, seperti terlihat dalam perkembanganya pengertian dan berbagai ketrampilan berbicara, ini mempunyai dampak yang kuat terhadap jumlah bicara dan isi pembicaraan.

Perkembangan emosi mengikuti pola yang dapat diramalkan, tetapi terdapat keanekaragaman dalam pola ini karena tingkat kecerdasan, besarnya keluarga, pendidikan anak dan kondisi-kondisi lain. Bermain sangat dipengaruhi oleh ketrampilan motorik yang dicapai, tingkat popularitas yang ia senangi diantara teman sebaya, bimbingan yang diterima dalam mempelajari berbagai pola bermain dan setatus social ekonomi keluarga.

Awal masa kanak-kanak ditandai oleh moralitas dengan paksaan, suatu masa dimana anak belajar mematuhi peraturan secara otomatis melalui hukuman dan pujian, preode ini juga merupakan masa penegakan disiplin dengan cara yang berbeda, ada yang secara otoriter, lemah dan demokratis. Minat umum anak meliputi minat terhadap agama, tubuh manusia, diri sendiri, pakaian dan seks, ketidaktepatan dalam mengerti sesuatu merupakan hal yang umum pada masa awal kanak-kanak karena banyak konsep yang kekanak-kanakan dipelajari tanpa bimbingan yang cukup dank arena anak sering didorong untuk memandang kehidupan secara tidak realistis agar lebih menarik dan semarak.



sumber

Perkembangan Emosi Anak

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula prilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tau akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktifitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar.

Sebaliknya, apabila yang menyertai prose situ emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiaanya untuk belajar sehingga kemungkinan besar ia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Mengingat hal tersebut, maka guru seyogyanya mempunyai kepedulian untuk memciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.



sumber

Perkembangan Moral Anak

Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar salah atau baik-buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini (pra sekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenai benar salah atau baik buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya dikemudian hari.

Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan.

Disamping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar salah atau baik buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar atau baik.


sumber

Unsur-unsur Pembangun Cerita Anak

Elemen-elemen atau unsur-unsur cerita anak terdiri dari tema dan amanat, tokoh, latar, alur atau plot, sudut pandang, dan gaya. Titik W.S., dkk., Mari kita bahas tentang unsur-unsur cerita anak tersebut.

Tema Cerita

Tema dalam sebuah cerita ibarat fondasi pada sebuah bangunan. Ini artinya elemen atau unsur yang pertama harus ada dalam sebuah cerita adalah tema. Cerita anak-anak umumnya bersifat didaktis. Secara lebih konkrit tema pertentangan baik dan buruk. Adakalanya tema cerita dinyatakan dengan jelas atau dinyatakan secara eksplisit. Bisa juga disebut tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu cerita. Sesuatu yang menjadi dasar cerita, menjiwai cerita atau pokok masalah dalam cerita. Contoh: keluarga, persahabatan, dll. Yasinta Marpaung (2012: 9).

Amanat

Cerita anak-anak yang bersifat didaktis pada umumnya mengandung ajaran moral, pengetahuan, dan ketrampilan. Hal-hal yang menjadi tujuan pengarang seperti itulah yang disebut amanat. Amanat pada sebuah cerita dapat disampaikan secara implisit (jika jalan keluar atau ajaran moral itu tersirat dalam tingkah laku tokoh) dan secara eksplisit (jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, anjuran, larangan, berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu).

Tokoh

Tokoh adalah orang yang mengalami peristiwa-peristiwa dalam berbagai pertistiwa dalam cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun ada pula berwujud binatang atau tumbuhan. Yasinta Marpaung (2012: 10)

Tokoh juga bisa disebut individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita.

Tokoh sentral dan tokoh bawahan

Berdasarkan fungsinya, tokoh dalam cerita dibedakan atas tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral atau tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran penting dalam cerita. Tokoh yang berperan baik disebut dengan istilah protagonis, tokoh yang jahat disebut dengan istilah antagonis, sedangkan tokoh penengah disebut tritagonis. Adapun yang dimaksud dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang kedudukannya tidak sentral, tetapi kehadirannya sangan dibutuhkan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.

Tokoh datar dan tokoh bulat

Di dalam cerita rekaan, tokoh datar diungkapkan atau disoroti dari satu segi wataknya saja. Tokoh datar bersifat statis, di dalam perkembangannya lakuan atau watak tokoh itu sedikit sekali berubah, bahkan ada kalanya tidak berubah sama sekali. Dengan demikian tokoh datar mudah dikenali dan mudah diingat. Termasuk kedalam tokoh datar adalah tokoh stereotip, misalnya tokoh ibu tiri yang selalu dikukiskan berwatak kejam. Jika lebih dari satu ciri segi wataknya yang ditampilkan di dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibedakan dari tokoh-tokoh yang lain maka tokoh itu disebut tokoh bulat.

Latar

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Yasinta Marpaung (2012: 12). Latar atau setting diartikan juga sebagai landas tumpu sebuah cerita. Secara kasat mata, latar dalam cerita berkenaan dengan tempat atau ruang dan waktu yang tergambar dalam sebuah cerita. Latar sebagai unsur cerita yang dinamis membantu mengembangkan unsur-unsur cerita yang lain. Hubungan antara latar dengan unsur-unsur yang lain bisa jadi selaras, bisa bersifat kontras.

Alur

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi makna kata alur yang berhubungan dengan sastra sebagai rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan penyelesaian ; jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab akibat).

Alur dengan susunan peristiwa yang kronologis. Pengaluran adalah pengaturan waktu penampilan peristiwa untuk dapat juga disusun dengan memperhatikan hubungan klausalnya (sebab-akibat). Alur yang biasa digunakan dalam cerita anak disebut dengan alur datar, artinya cerita yang disajikan dengan cara sederhana, mudah dipahami/ tidak berbelit-belit.

Ada dua tipe alur kronologis, yaitu progresif dan episodik. Dalam buku-buku yang menggunakan alur progresif bab-bab pertama adalah eksposisi, tempat tokoh-tokoh, latar dan konflik dasar diperkenalkan, setelah itu cerita dibangun hingga gawatan dan klimaks. Begitu klimaks tercapai, kesimpulan yang memuaskan (leraian) diraih pula, dan cerita pun berakhir. Alur episodik mengikat beberapa cerita atau episode, masing-masing sebagai sebuah kebulatan dengan konflik dan penyelesaian.

Sudut Pandang

Sudut pandang atau pusat pengesahan (point of view) digunakan pengarang dalam menciptakan cerita agar memiliki suatu kesatuan. Sudut pandang pada dasarnya adalah visi seorang atau tafsiran pengarang.

Secara garis besar sudut pandang dibedakan menjadi dua, yakni sudut pandang orang pertama yang disebut dengan akuan dan sudut pandang orang ketiga yang disebut dengan diaan atau disebut dengan insider atau outsider. Namun, ada juga cerita yang menggunakan sudut pandang campuran, yaitu kedua sudut pandang tersebut (akuan dan diaan) digunakan di dalam sebuah cerita.

Gaya

Disebut cerita sebagai hasil kerja kreatif, seorang pengarang terbentuk melalui proses pengolahan bahasa yang digunakan oleh pengarang berkaitan erat dengan bahasa. Khusus karya sastra dengan bentuk prosa atau cerita, gaya dalam penggunaan bahasa berkaitan erat dengan aspek-aspek cerita, yaitu tujuan dan unsur-unsur cerita. Gaya akan selalu disesuaikan dengan semua aspek yang ada dalam cerita sehingga cerita benar-benar menyatu atau tidak terjadi ketimpangan atau keanehan yang membuat pembaca merasa bingung atau cerita menjadi tidak menarik perhatian.

Melalui gaya bercerita pengarang bertujuan untuk menyampaikan suasana, latar, tokoh, dan unsur-unsur cerita yang lain menjadi hidup. Perlu diketahui, melalui gaya yang ditampilkan, pengarang akan memiliki ciri khas yang membedakan dirinya dari pengarang-pengarang lain.




sumber

Manfaat Cerita Anak

Fungsi cerita bagi anak-anak berkaitan erat dengan manfaat sebuah cerita bagi anak-anak. Dengan banyak membaca cerita anak-anak, seorang anak akan memperoleh kematangan emosi, intelektual, dan pengalaman-pengalaman tentang kehidupan. Cerita anak dapat menanamkan rasa peka dalam batinnya untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dapat menanamkan kesadaran tentang kebenaran dan keadilan, keberanian, kejujuran, kesetiaan, pengorbanan, dan kehormatan. Cerita anak-anak dapat membuka mata hati anak lebih jauh ke depan untuk melihat tujuan dan hakikat hidup yang sebenarnya. Nilai edukatif bisa mendidik anak akan rasa cinta tanah air dan bangsa, cinta seni, profesi, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Pada akhirnya cerita anak-anak akan membantu anak dalam memecahkan masalahnya sendiri. HJ Yusi Rosdiana., dkk., (2013: 6.7)

Selain manfaat di atas, manfaat lainnya dari cerita anak adalah

Mengasah daya fikir, kreatifitas dan imajinatif

Anak dapat membentuk visualisasi sendiri melalui cerita yang dia dengarkan. Lama kelamaan akan memancing daya kreatifitas mereka seperti mengungkapkan isi hati dan fikiran dengan kata-kata lisan maupun tulisan dan dia akan memiliki banyak kosa kata.

Media untuk menanamkan nilai dan etika

Berbagai nilai kejujuran dan rendah hati kerja keras hingga empati dan kebiasaan sehari-hari dapat dengan mudah diserap melalui cerita. Didalam cerita tidak memerintah ataupun menggurui tapi sebaliknya didalam tokoh cerita diharapkan menjadi teladan bagi anak.

Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak

Setelah tertarik membaca buku yang sering mereka baca maka mereka akan meluaskan bacaannya pada buku-buku pelajaran.

Mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual

Kecerdasan emosi adalah kemampuan anak untuk menyikapi keadaan, baik tekanan maupun perilaku dari luar, seperti bagaimana menerima kekalahan dengan baik atau apa yang harus dilakukan ketika kesal atau marah.



sumber

Pengertian Pendidikan Seks


Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan pemberian informasi tentang masalah seksual. Informasi yang diberikan di antaranya pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, komitmen, agama agar tidak terjadi "penyalahgunaan" organ reproduksi ter­sebut. Itu sebabnya, pendidikan seks dapat dikatakan sebagai cikal bakal pendidikan kehidupan berkeluarga yang memiliki makna sangat penting. Para ahli psikologi menganjurkan agar anak-anak sejak dini hendaknya mulai dikenalkan dengan pendidikan seks yang sesuai dengan tahap perkembangan kedewasaan mereka.

Pendidikan seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksualnya dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta kesiapan mental dan material seseorang. Sementara dr. Warih A Puspitosari, M.Sc, Sp.K.J. menjelaskan bahwa “Pendidikan seks usia dini bukan berarti mengajarkan bagaimana cara melakukan seks. Namun pendidikan seks pada usia dini menjelaskan tentang organ-organ yang dimiliki manusia dan apa fungsinya”.



Tujuan Pendidikan Seks pada Anak


Tujuan pendidikan seks sesuai usia perkembangan pun berbeda-beda. Seperti pada usia balita, tujuannya adalah untuk memperkenalkan organ seks yang dimiliki, seperti menjelaskan anggota tubuh lainnya, termasuk menjelas­kan fungsi serta cara melindunginya. Jika tidak dilakukan lebih awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya.

Untuk usia sekolah mulai 6-10 tahun bertujuan memahami perbedaan jenis kelamin (laki-laki dan perernpuan), menginformasikan asal-usul manusia, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit.

Sedangkan usia menjelang re­maja, pendidikan seks bertujuan untuk menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya,serta menerima perubahan dari bentuk tubuh. Pendidikan seks berguna untuk mem­beri penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan (seperti seks bebas), menanamkan moral dan prinsip "say no" untuk seks pranikah serta membangun penerimaan terhadap diri sendiri. Bahkan, pendidikan seks juga penting diberikan pada anak di usia pranikah untuk pembekalan pada pasangan yang ingin menikah tentang hubungan seks yang sehat dan tepat.



Tips Cerdas Berbicara Seks pada Anak


Banyak orang tua bingung menyikapi pertanyaan anak mengenai masalah seks. Berikut beberapa sikap yang disarankan dalam berbicara dengan anak tentang seks :

a) Luangkan waktu untuk membuat dialog atau diskusi tentang seks dengan anak.
b) Sikap terbuka, informatif, dan yakin atau tidak ragu-ragu.
c) Siapkan materi dan penyampaian disesuaikan dengan usia anak.
d) Gunakan media atau alat bantu konkret seperti boneka, gambar, binatang, untuk memudahkan anak menyerap informasi.
e) Membekali diri dengan wawasan cukup untuk menjawab pertanyaan anak.
f) Menjawab pertanyaan dengan jujur dan dengan bahasa yang lebih halus
g) Dalam memberikan pendidikan seks pada anak sebaiknya anak mengenali bagian tubuh dirinya sendiri dan jangan pernah mengeksplor tubuh orang lain.
h) Mendiskusikan kepada ahli atau psikolog apabila ada hal-hal yang masih ragu atau bingung, terutama apabila terjadi hambatan dalam memberikan informasi.
i) Menyakinkan diri bahwa pendidikan seks pada anak adalah penting dan bermanfaat.



Pendidikan Anak dalam konsep Islam

1. Bayi (at-thifl)

Yaitu usia bayi sejak lahir sampai dua minngu. Pada usia awal kelahiran ini manusia amat lemah dan tidak memiliki kemampuan apapun. Pendidikan anak pada masa ini yaitu orang tua menbacakan adzan di telinga kanan dan iqamah ditelinga kiri.

2. Anak yang belum cukup usia (shobbi)

Yaitu usia sekitar 2 minggu samapi tujuh tahun. Fase ini hendaknya mulai diperkenalkan pendidikan misalnya dengan memeperlihatkan gambar-gambar serta amalan-amalan yang bersifat keagamaan.

3. Aqil (mumayiz)

Dimulai sejak anak berusia 7-9 tahun. Dalam fase ini pendidikannya mulai menuntut ilmu yaitu belajar membaca, menulis dan berhitung.

4. Awal Adolense (murahiq)

Dimulai pada usia 9-11 tahun. Fase ini mulai belajar menekuni yang paling disukai sesuai bakat dan mulai mengamalkan sapa yang sudah dipelajari terutama ajaran agama.

5. Adolense (yafi’)

Dimulai sejak usia 11 tahun. Fase ini mempelajari ketrampilan fisik seperti berenang dan memanah serta menambah wawasan social, lingkungan dan ilmu pengetahuan.

6. Mature (baligh)

Dimulai sejaka usia 17 tahun. Dalam fase ini anak-anak sudah dibebankan kewajiban (mukalaf), biasanya ditandai dengan mimpi basah untuk anak laki-laki dan haid untuk anak perempuan, sehingga anak harus menjalankan kewajiban sholat, puasa zakat, meninggalkan dosa dan lain sebagainya.*



*Popi Sopiatin dan sohari Sahrani, Psikologi Belajar Dalam Perspektif Belajar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal. 99-103




Perkembangan Anak Secara Psikologis dalam Konsep Islam

Perkembangan Anak Secara Psikologis dalam Konsep Islam1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik meliputi: peroide pertumbuhan, periode ini mencakup : awal pekembangan motorik bayi (awal kelahiran), pentingnya bermain bagi anak-anak (anak-anak) dan masa pubertas, periode pencapaian kematangan, periode usia baya dan periode penuaan.

2. Perkembangan Kognitif

Persepsi dan belajar merupakan proses dasar kognitif yang sering dianggap sebagai pusat perkembangan manusia.

a. Perkembangan kognitif

Tahap perkembangan kognitif
  • Periode perkembangan 
  • Periode pencapaian kematangan
  • Periode tengah baya
  • Periode usia lanjut
Perspektif sosiolkultural dalam perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif manusia juga ditentukan oleh lingkungan dimana dia tinggal. Pentingnya lingkungan dalam perkembangan kognitif terlihat dari banyak ayat-ayat Al-qur’an yang menyuruh manusia untuk belajar di alam semesta (QS. Al-Baqarah: 1641 dan QS. Al-Rum: 8). Perkembangan kognitif seseorang merupakan sesuatu yang tidak dapat lepas dari faktor sosial dan budaya setempat.

b. Sistem pengolahan informasi pada manusia

Perkembangan intelektual dapat dikaji menggunakan pendekatan sistem pengolahan informasi yang menganalisis perkembangan keterampilan kognitif. Bentuk informasi yang disimpan dalam sistem ingatan dapat bersifat verbal maupun visual (imagery).

c. Intelegensi
Intelegensi tidak terlepas dari proses berpikir manusia. Menuut penelitian terdapat 3 cara berpikir yaitu berpikir serial, beripkir asosiatif dan berpikir integratif. Ketiga jenis proses berpkir ini berhubungan dengan intelegensi yang berbeda-beda.[1]

3. Perkembangan Emosional

a. Kekayaan Emosi Manusia

  • Emosi primer; Emosi primer adalah emosi dasar yang dianggap terberi secara biologis. Emosi ini terbentuk sejak awal kelahiran.
  • Emosi sekunder; Emosi sekunder adalah emosi yang mengandung kesadaran diri atau evaluasi diri, sehingga pertumbuhannya tergantung pada perkembangan kogntif seseorang.

b. Perkembangan Ekspresi Emosi

Usia
Ekspresi
0-6 bulan
7- 2 bulan
1-3 tahun
3-6 tahun

6-12 tahun
Segala emosi primer muncul
Emosi primer menjadi lebih jelas
Muncul emosi sekunder (disadari)
Munculnya perbaikan strategi kognitif untuk mengatur emosi
Penyesuaian dengan aturan penampilan meningkat

c. Pengatuan Emosi

Terdapat dua jenis aturan tampilan emosional: prososial (prosocial) dan protektif diri (self-protective). Prososial menampilkan aturan emosi untuk melinungi emosi orang lain, sementara protektif diri merupakan pengaturan untuk menyembunyikn emosi dalam rangka menyelamatkan muka atau melindugi dirinya dari konsekuensi negatif.

d. Perkembangan Tempramen

Tempramen merupakan dasar biologis bagi perbedaan individu dalam berperilku. Komponen penting dalam tempramen adalah faktor genetik. Lingkungan juga mempengaruhi perkembangan tempramen selanjutnya.

e. Ikatan Emosional

Ikatan emosional (emotional attachment) merupakan hubungan emosional yang dekat antara dua orang dengan karakteristik adanya kasih sayang antara dua pihak; dan keduanya menginginkan untuk mempertahankan kedekatan itu. Dalam islam diingatkan bahwa katan emosional ini harus bersifat konstruktif.[2]

4. Perkembangan Sosial

1. Identitas diri manusia sebagai khalifah Allah

Sebagai khalifah Allah, manusia merupakan makhluk sosial multi inteaksi, yang memiliki tanggung jawab baik kepada Allah maupun kepada manusia.

2. Pembentukan Identitas dan Konflik Psikososial

Pembentukan identitas bukan merupakan sesuatu yang mudah, namun sangat penting. Pembentukan identitas diri secara kolektif dapat menjadi identitas sosial yang membentuk dinamika masyarakat tersebut.

3. Mengetahui Orang lain

Al-qur’an mengajarkan manusia untuk mengetahui atau mengenali atau kelompok sosial lainnya. Dalam masyarakat terdapat berbagai jenis kelompok, namun segala perbedaan bukan penghalang untuk mengenal orang ddari kelompok sosial lain.

4. Perkembangan Ruang Sosial

Lingkungan memrupakan salah satu faktor yang penting dalam membentuk perkembangan anak. Lingkungan pertama yang palig berpengaruh dalam perkembangan anak adalah lingkungan lingkungan keluarga, kemudian tetangga (lingkungan pengasuhan anak) dan sekolah.[3]

5. Masa Taklif (15-18 tahun)
Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif atau bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai di usia 18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17 tahun. Tanggung jawab yang dimaksud selain pada diri sendiri juga tanggung jawab terhadap keluarga, masyarakat sekitar dan masyarakat secara keseluruhan.



[1] Aliah B. Purwakania hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2006), hal. 97-151
[2] Ibid, hal. 161-177
[3] Ibid, hal. 185-200



Fase Perkembangan Anak Menurut Islam

Fase Perkembangan Anak Menurut Islam
1. Masa bayi (0 hingga 2 tahun)

Pada fase ini orang tua anak perlu untuk mengembangkan kasih sayang secara dua arah dimana ibu memberikan kasih sayangnya dan dalam waktu bersamaan juga mengembangkan kemampuan anak memberikan respon terhadap kita. Ini seperti yang sering kita perhatikan dalam fase pertumbuhan anak secara umum dimana kita memang diharapkan mengajarkan dan memperhatikan anak untuk dapat memberikan respon terhadap kita. Meski beberapa orang menganggap hal ini biasa, tapi dalam pengamatan saya pribadi anak tidak akan berkembang maksimal jika orang tua (atau orang sekitar) kurang memberikan stimulasi pada anak. Disini yang dimaksud “mengembangkan kemampuan anak memberikan respon.

2. Masa anak-anak (2-7 tahun atau disebut dengan fase thufulah)

Pada fase inilah merupakan fase penting memberikan pondasi dasar tauhid pada anak melalui cara aktif agar anak terdorong dan memiliki tauhid aktif dimana anak mau melakukan sesuatu yang baik semata menurut Allah. Fase ini fase penting penanaman pondasi bagi anak. Tinggal cari cara nih bagaimana menerapkannya.

3. Masa Tamyiz (7-10 tahun)

Di fase ini anak sudah mulai mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya sendiri sehingga di fase inilah kita sudah mulai mempertegas pendidikan pokok syariat.

4. Masa Amrad (10-15 tahun)

Fase ini adalah fase dimana anak mulai mengembangkan potensi dirinya guna mencapai kedewasaan dan memiliki kemampuan bertanggung jawab secara penuh. Dalam islam, fase ini juga merupakan fase dimana anak mencapai aqil baligh sehingga sudah semakin pandai menggunakan akalnya secara penuh. Salah satu yang menjadi tuntutan bagi anak kemudian adalah kepandaiannya dalam mengatur harta yang dimulai dengan kemampuan mengatur anggaran untuk dirinya sendiri.

5. Masa Taklif (15-18 tahun)

Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif atau bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai di usia 18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17 tahun. Tanggung jawab yang dimaksud selain pada diri sendiri juga tanggung jawab terhadap keluarga, masyarakat sekitar dan masyarakat secara keseluruhan.


http://taqwimislamy.com/index.php/en/20-frontpage/587-mengenal-pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-menurut-islam. diakses tgl 16 November 2014

Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam

Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam
Psikologi perkembangan menurut Islam memiliki kesamaan objek studi dengan psikologi perkembangan pada umumnya, yaitu proses pertumbuhan dan perubahan manusia. Secara biologis pertumbuhan itu digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sesuai firmannya pada surat Al-Mu’min ayat 67 sebagai berikut:

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون (٦٧)َ 

Artinya:

“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya.”

Dari penjelasan ayat diatas bahwa proses kejadian individu mengalami tahapan dan dinamika sejak dalam kandungan hingga lahir. Seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja atau dewasa yang mengarah pada proses pertumbuhan dan perkembangan.*



*http://al-badar.net. Pertumbuhan dan perkembangan menurut Islam diakses tgl 17 November 2014